The Cross

Under the Cross

English
Indonesian
Search
Archives
Photos
Maps
Help Ambon
Statistics


HTML pages
designed &
maintained by
Alifuru67

Copyright © 2000
1364283024&
1367286044

 


 

AMBON Berdarah On-Line
About Us


Solusi Akhir Penyelesaian Konflik Maluku - Papilaya: Harus Bermuara pada Nilai Kemanusiaan Universal


Ambon, Siwalima - Proses penyelesaian konflik Maluku diharapkan agar diarahkan pada pengembangan nilai kemanusiaan yang universal. Artinya harus dikembalikan nilai-nilai kemanusiaan pada kodratnya, diikuti juga pengembangan nilai-nilai budaya spesifik.

"Ini harus dilakukan tidak sekear secara seremonial, tetapi ada kemauan dari pemerintah, dan harus ada inisiatif melakukan itu, sebab yang dilakukan selama ini ternyata selalu gagal," tegas Ketua DPRD Kota, Drs MJ Papilaja, MS kepada Siwalima Selasa ( 14/11) di Ambon.

Menurutnya, proses penyelesaian akhir konflik Maluku, jangan dipaksakan, tetapi biarlah masyarakat berproses secara alamiah. Proses itu kata Papilaya, bisa berjalan jika Penguasa Darurat Sipil, dan para pembantunya benar-benar mengembangkan manajemen pengamanan yang strategis dengan memberikan jaminan bagi semua komponen yang ada di Maluku. "Ini sangat penting sehingga tidak terjadi lagi adanya gangguan keamanan," tandas Papilaya, sembari menambahkan, situasi dan kondisi tenang seperti sekarang harus dipertahankan guna ini mendorong proses kontak sosial agar perlahan-lahan secara alamiah bisa berjalan. "Jangan ada lagi statemen-statemen, yang dikeluarkan pemerintah di media massa yang sifatnya seremonial belaka," katanya lagi.

Masih menurut Pailaya, proses rekonsiliasi dimaksud biarlah berlangsung secara alamiah, tidak boleh dilakukan secara formal, sebab jika dilakukan secara formal. Apalagi pelibatan para "tokoh" diakui masih memiliki kepentingan yang belum tentu sejalan dengan aspirasi masyarakat.

Menjawab Siwalima mengenai apakah proses penyelesaian konflik Maluku diarahkan kepada pranata adat, Papilaya mengatakan, pranata adat Maluku sedang mengalami degradasi dengan kata lain nilai budaya yang sangat kuat selama Orde Baru sudah rusak. "Tatanan budaya orang Maluku rusak total selama pemerintahan Soeharto," tandasnya.

Lantaran itu, membangun rekonsiliasi yang sejati, harus dimulai dari sifat-sifat yang universal, seperti orang harus hidup, bisa berintereaksi dan berkumunikasi dengan baik antara kelompok dalam satu komunitas. "Ini sangat prinsipil yang harus dibangung dan dikembangkan, seiring dengan itu kita harus mencari dan mengidentifikasi nilai budaya yang bisa mempersatukan, tetapi jangan terlalu digembar-gemborkan yang sifatnya seremonial, saya kira itu tidak perlu, " tandas Papilaya.

Lebih lanjut Papilaya mengakui Konferda I PDI P di Tual, memang dibicarakan konsep jangka pendek, bagaimana Penguasa Darurat Sipil dan aparat keamanan benarbenar merumuskan manajemen strategis untuk menjaga agar tidak terjadi konflik lagi.

"Itu harus diprioritas. Kalau itu dilakukan termasuk peran intelejen dan manajemen pengaturan pasukan dan lain-lain, maka relasi sosial akan berlangsung secara alamiah, karena manusia saling membutuhkan. Tidak ada manusia yang hidup tanpa ada manusia lain, itu nonsens," tandasnya.

Menurutnya, Penguasa Darurat Sipil, Pangdam, dan Kapolda, harus secara kolektif turun ke lapangan (masyarakat) jangan hanya mendengar dan duduk di belakang meja, menerima laporan-laporan, tetapi harus diikuti juga dengan konfirmasi di lapangan seturut apa yang dialami masyarakat.

"Kan bisa saja laporan-laporan yang mereka terima itu sudah disetting sedemikian rupa, sehingga kejadian yang sebenarnya di masyarakat tidak terbaca dengan baik, dan juga bisa menangkap keinginan masyarakat secara langsung," tandasnya mengingatkan. (fik) 


Received via email from: Alifuru67@egroups.com

Copyright © 1999-2000  - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML pages designed and maintained by Alifuru67 * http://www.oocities.org/ambon67
Send your comments to alifuru67@egroups.com