Ambon, Siwalima - Sesungguhnya di setiap pribadi orang-orang etnis Maluku, sama
sekali tidak memiliki ikhtiar untuk melanggengkan konflik. Sesungguhnya pula, konflik
yang berkelanjutan dan berkepanjangan di wilayah ini semakin membulatkan tekad bagi
orang Maluku untuk kembali ke akar budaya nenek moyangnya.
Jadi pada prinsipnya masyarakat sudah sangat menginginkan agar konflik harus segera
diakhiri. "Apa yang ditegaskan anggota KPPHAMM Mayjen TNI (Purn) Soegiri, SH
bahwa dirinya tidak melihat hasrat etnis Maluku untuk membiarkan konflik ini terjadi
terus-menerus, itu memang tepat adanya".
Demikian dikatakan, Ketua FPDIP Dewan Kota Drs Lucky Wattimury menjawab
Siwalima Selasa kemarin, ketika ditanya semakin derasnya desakan kepada
masyarakat Maluku untuk back to basic culture sebagai pijakan dasar mengakhiri
konflik. Karena sesungguhnya akar budaya orang Maluku telah mengisyaratkan suatu
pola kehidupan berdampingan yang sangat bernafaskan semangat kekeluargaan. Ini
telah berlangsung secara turun-temurun, sudah berurat akar dalam pola pikir manusia
Maluku. Sayangnya selama 2 tahun diterpa badai kerusuhan, mengakibatkan berbagai
pranata kultur menjadi luntur dan terbelah.
Satu bukti yang tidak bisa diputar balik, baik Muslim maupun Kristen, sebut Wattimury,
adalah nilai budaya Pela-Gandong yang begitu memberi ciri dan karakter pada orang
Maluku, dan begitu ampuh menyatukan masyarakat Islam dan Kristen. Hubungan ini
dipraktekkan secara sungguh-sungguh dalam kehidupan bersama dua basudara
IslamKristen.
Oleh sebab itu, konflik yang terjadi hampir dua tahun ini merupakan malapetaka yang
sengaja diciptakan para elite politik nasional, (sipil atau militer). Jikalau sekiranya konflik
dilahirkan dari bawah, tidak usah datangkan pasukan militer dan polisi banyak-banyak
disini, cukup pihak Al Fatah, Sinode GPM Maranatha, dan Diosis Amboina bertemu dan
berdialog pasti sudah lama selesai. Tapi karena konflik ini sebuah rencana nasional
akhirnya kita hidup terus menderita hingga sekarang, ujarnya.
Ia mencontohkan, beberapa kasus yang terjadi belakangan seperti tertangkapnya 12
orang laskar jihad dan meninggalnya sejumlah saudara-saudara kita dari kelompok luar
itu, merupakan bukti kuat bahwa pengendali utama konflik Maluku ada di Pulau Jawa
bukan di Maluku.
"Sampai sekarang kita belum tahu apa sih yang ingin dicapai masing-masing kelompok
dari konflik berkepanjangan ini. Apa yang dikejar kubu Muslim tidak jelas, Kristen pun
tak jelas, " kata Wattimury.
Kemudian di sisi lain, masih ada segelintir orang Maluku yang masih terprovokasi
dengan ajakan pihak luar. "Boleh jadi, mereka itu diembeli dengan material. Ini realitas
seperti ini, tidak lain sebuah upaya hanya ingin menang.sendiri dan sama sekali tidak
memperhitungkan penderitaan masyarakat Islam dan Kristen yang sudah parah
keadaannya," katanya. Sebab itu, semua komponen masyarakat untuk membangun lagi
jati diri dan ketahanan moral, serta mampu menahan diri dari berbagai macam provokasi
pihak luar. (mg5) |