Ambon, Siwalima (20/11) - Praktisi hukum yang juga anggota TPG, Fileo Pistos Noija,
menyanggah keterangan Pangdam XVI Pattimura Brigjen TNI Made Yasa tentang kasus
penganiayaan atas Yadus Lesnussa oleh dua anggota aparat TNI (AD) dari Yonif 623
yang bertugas di wilayah Kabupaten Buru Selatan. Ia mengatakan keterangan Pangdam
Made Yasa hanya untuk membela diri dan mempertahankan nama baik di mata
masyarakat, katanya, Sabtu.
Dia menjelaskan kalau Pangdam siap hadirkan sepuluh orang saksi maka dirinya siap
untuk menghadirkan penduduk sekampung guna membuktikan bahwa Yadus
benar-benar disiksa akibat masalah cengkeh. Saya yakin penduduk sekampung dapat
membuktikan bahwa aparat TNIAD dari satuan Yonif 623 mengadakan transaksi jual beli
cengkeh. "Kalau hanya mengadakan cek dan ricek terhadap suatu tindakan pidana dari
anak buahnya maka otomatis informasi yang diperoleh juga sepihak," kata Noija lagi.
Sebab itu, Noija menegaskan pihaknya tidak percaya terhadap pernyataan Pagdam
Made Yasa, karena dinilai hanya untuk membela anak buahnya.
Untuk itu ia menawarkan untuk dilakukan pengujian secara bersama-sama terhadap alat
bukti.
"Mari kita sama-sama uji alat bukti masing-masing yang dimiliki di laboratorium hukum,
untuk mengetahui siapa sebenarnya yang berbohong dan bersalah," tegasnya. Ia
menegaskan, pihaknya tetap akan melanjutkan kasus penganiayaan itu dan berharap
masalahnya harus ditangani secara serius oleh Penguasa Darurat Sipil daerah (PDS)
dengan lebih bijaksana.
"Kita berharap PDS serius menangani kasus ini secara bijak, jangan menuntaskan suatu
masalah dengan hanya mengantikan Danki dan Danton, tetapi harus menuntaskannya
secara keseluruhan. Berikan kebebasan bagi masyarakat di sana untuk hidup bebas
dalam mengelolah sumber daya alam yang dimiliki," kata Nioja. (mg1/mg2)
"Tergantung Mentalitas Aparat"
Sementara itu, dikatakan banyaknya aparat penegakan hukum bukan jaminan
terciptanya penegakan supremasi hukum. Melainkan kejujuran, keikhlasan dari aparat
penegak hukum itu sendiri guna menegakan supremasi hukum. ini dikemukakannya
menanggapi komentarnya Anggota Komnas HAM Mayjen TNI (Pur) Soegiri,SH, seperti
yang dilansir siwalima, Sabtu (18/11) Soegiri mengatakan bahwa diantara berbagai
ganjalan yang ada terhadap upaya penegakan hukum, ternyata minimnya tenaga aparat
penegak hukum merupakan faktor yang besar pengaruhnya.
Menurut Noija memang dalam penegakan hukum dibutuhkan aparat penegak yang
memadai. Kurangnya aparat juga dapat menghambat penegakan hukum, dan apa yang
dikatakan oleh Soegiri itu betul. Akan tetapi yang sangat menentukan didalam proses
penegakan hukum adalah keseriusan, kejujuran dan keikhlasan dari aparat penegak
hukum itu sendiri untuk menegakan supremasi hukum.Apalah artinya kalau aparat
penegak hukum itu banyak, namun tidak ada keseriusan kejujuran dan keikhlasan dari
aparat itu sendiri. Jadi persoalan yang penting disini adalah menyangkut mental aparat
penegak hukum, ujar Noija.
Banyak kenyataan yang bisa mengindikasikan bahwa aparat penegak hukum itu tidak
serius dalam penegakan hukum, contohnya 12 orang yang mengatasnamakan dirinya
laskar jihad yang ditangkap di daerah Airsalobar dengan menggunakan peralatan
perang.Nah, proses hukum yang berkembang terhadap mereka sangat timpang.Jadi
bukan soal minimnya aparat penegak hukum saja yang mempengaruhi proses
penegakan hukum, tetapi yang lebih penting adalah mental dari aparat penegak hukum
itu sendiri.Soal kurang atau minimnya aparat penegak hukum, pasti ada kebijakan
pemerintah untuk menambah, tetapi soal mentalitas aparat penegak hukum apa ada
kebijakan pemerintah ? Jadi saya tegaskan bahwa mentalitas aparat penegak hukum
merupakan faktor utama dan sangat menentukan dalam proses penegakan supremasi
hukum.Kalau mental aparat penegak hukum buruk maka pasti hukum itu akan buruk,
tapi kalau mental aparat penegak hukum baik maka yang pasti hukumpun akan baik.
(mg5) |