The Cross

Under the Cross

English
Indonesian
Search
Archives
Photos
Maps
Ambon Info
Statistics
Links

 

  References

  Refferal

  Want to Help?

  Feedback

  Pattimura

 


HTML pages
designed &
maintained by
Alifuru67

Copyright © 2000
1364283024&
1367286044

 


 

AMBON Berdarah On-Line
About Us


 

Konspirasi Pembodohan Masyarakat Maluku Melalui Penghancuran Universitas Pattimura

Masariku Report - Provided by Masariku Network

Logo UNPATTISenin, 4 Juli 2000, kompleks Kampus Universitas Pattimura (UNPATTI) Ambon yang berlokasi di wilayah desa Poka dan Rumahtiga, telah tinggal kenangan dengan dibakarnya seluruh gedung perkuliahan sejumlah fakultas, kantor Rektorat, Perpustakaan hingga bangunan Politeknik.
Proses pembakaran kampus oleh para perusuh muslim ini terjadi dalam dua hari yakni sejak tanggal 3 - 4 Juli 2000 tanpa ada satupun aparat keamanan yang diutus untuk mengamankan wilayah tersebut. Kampus Unpatti bukan satu-satunya, areal yang dibakar oleh perusuh selama dua hari tersebut, sejumlah perumahan dosen Unpatti, perumahan warga Kristen di dua desa tersebut lengkap dengan sejumlah gedung gereja mereka tak luput dari terjangan api perusuh.

Proses penyerangan dan pembumi-hangusan desa Poka dan Rumahtiga (kurang lebih 1Km dari kota Ambon) ternyata sengaja dibiarkan terjadi tanpa kehadiran aparat keamanan yang bertugas di situ ataupun insiatif bantuan pengamanan militer. Akibatnya massa perusuh dengan kemampuan senjata organik yang memadai dengan leluasa menerjang dan membakar wilayah kedua desa tersebut tanpa ada perlawanan warga Kristen. Rupa-rupanya di tangan Pangdam XVI/Pattimura yang baru, Kolonel (Inf) I Made Yasa, terjadi perubahan strategi pengamanan Ambon yang sangat patut dipertanyakan, yakni penarikan semua aparat keamanan dari pos-pos jaga yang tersebar di wilayah Ambon, termasuk pos jaga di desa Poka.

Diawali dengan terbakarnya Fakultas Hukum pada tanggal 4 Juli 2000, lalu diikuti oleh pembakaran gedung-gedung lainnya oleh para perusuh dengan dukungan aparat keamanan. Pada hari itu juga terjadi pembumi-hangusan negeri Poka dan Rumahtiga. Sebagian Dosen-dosen yang tinggal di Perumahan Dinas UNPATTI di evakuasi ke Markas DENZIPUR V selama 3 hari. Penjarahan barang-barang terus terjadi baik di rumah-rumah penduduk maupun di Kampus.

Pada tanggal 5 Juli, Kampus telah dijaga oleh aparat kemanan yang datang terlambat (sengaja), tetapi mereka membiarkan penjarahan fasilitas-fasilitas Kampus. Hingga sekarang areal Kampus masih tetap dijaga, tetapi kelompok perusuh yang menguasai wilayah tersebut dengan bebas dapat memasuki Kampus. Mereka mengambil apa saja semaunya tanpa mampu untuk dihalangi. Semua kerja keras selama berpuluh tahun hilang musnah.

Pada hari Minggu, 3 Juli 2000, sejumlah aparat keamanan yang bertugas menjaga wilayah desa Poka diperintahkan untuk meninggalkan pos jaganya di desa Poka yakni di sebuah rumah besar milik Memet Latuconsina. Menyusul kepergian aparat, rumah pos jaga pun terbakar. Besar kecurigaan bahwa rumah tersebut dibakar oleh pihak aparat sendiri. Pada saat para aparat ini hendak meninggalkan wilayah pos jaganya di Poka, proses penyerangan desa Poka pun dimulai.

Ironisnya, ketika informasi ini disampaikan ke mereka, yang saat itu tengah berkumpul di demarga Poka menanti jemputan lautnya, mereka menolak permintaan masyarakat akan pengamanan dengan alasan tidak ada perintah komando untuk menjaga kembali wilayah tersebut. Alhasil, para aparat itupun pergi meninggalkan bekas daerah pengamanannya tanpa memperdulikan permintaan masyarakat dan serangan perusuh yang sedang berlangsung.

Hingga malam hari, para perusuh terus mengadakan penyusupan dan penyerangan ke wilayah Poka. Keesokan harinya, 4 Juli 2000, serangan mereka dilanjutkan. Ketika diketahui adanya upaya masa membakar kampus Unpatti, warga masyarakat untuk kesekian kalinya meminta bantuan aparat pada Pangdam namun permintaan itu ditolak pangdam dengan dalih bahwa di sekitar kampus di situ ada masyarakat, Satpam maupun Resimen Mahasiswa yang bisa menjaga Kampus.

Hingga musnahnya kampus Unipatti dan kedua desa ini, tak satupun aparat keamanan yang diterjunkan. Ironisnya lagi, ketika terjadi serangan perusuh, sejumlah speedboat penyusup diketahui menerjunkan sejumlah aparat keamanan di kawasan pantai Poka-Rumahtiga yang diyakini masyarakat setempat sebagai oknum aparat pendukung operasi perusuh. Bahkan pergerakan speedboat itu menuju pantai, diikuti tembakan dari aparat di dalam speedboat itu ke arah warga Kristen di pantai.

Diawali dengan terbakarnya Fakultas Hukum pada tanggal 4 Juli 2000, lalu diikuti oleh pembakaran gedung-gedung lainnya oleh para perusuh dengan dukungan aparat keamanan. Pada hari itu juga terjadi pembumi-hangusan negri Poka dan Rumahtiga. Sebagian Dosen-dosen yang tinggal di Perumahan Dinas UNPATTI di evakuasi ke Markas DENZIPUR V selama 3 hari. Penjarahan barang-barang terus terjadi baik di rumah-rumah penduduk maupun di Kampus.

Pada tanggal 5 Juli, Kampus telah dijaga oleh aparat kemanan yang datang terlambat (sengaja), tetapi mereka membiarkan penjarahan fasilitas-fasilitas Kampus. Hingga sekarang areal Kampus masih tetap dijaga, tetapi kelompok perusuh yang menguasai wilayah tersebut dengan bebas dapat memasuki Kampus. Mereka mengambil apa saja semaunya tanpa mampu untuk dihalangi. Semua kerja keras selama berpuluh tahun hilang musnah.

Penarikan pasukan pos jaga di kawasan Poka sepenuhnya merupakan perintah Pangdam. Setting baru Pangdam ialah menarik semua aparat keamanan yang bertugas di berbagai pos jaga di Ambon untuk kemudian dikumpulkan pada sebuah pos besar. Perubahan setting pengamanan ini sangatlah tidak dimengerti karena justru perubahan inilah yang melatar- belakangi jatuhnya kampus Unipatti dan 2 desa.

Lalu bagaimana dengan penguasa situasi Darurat Sipil ? Ternyata antara Pangdam dan Gubernur sebagai penguasa darurat sipil telah terjadi keretakan dan diskoordinasi komando pengamanan. Permintaan pasukan pengamanan dari gubenur kepada Pangdam ternyata tidak dipatuhi Pangdam. Penolakan ini menandai ketiadaan otoritas penguasa darurat sipil atas militer. Latar belakang penolakan Pangdam ini didasarkan pada struktur komando baru yang di atur oleh panglima TNI Laksamana Widodo.

Rupanya dalam struktur baru komando pengamanan situasi darurat yang diberikan Panglima TNI kepada pangdam Maluku yang baru, kedudukan Gubenur tidaklah di atas Pangdam. Pangdam tetap sebagai pemegang komando pengamanan dan Gubenurlah yang meminta bantuan pengamanan dari Pangdam. Inilah sumber masalah yang menyebabkan gubenur kehilangan otoritasnya sebagai penguasa darurat sipil atas militer. Tak heran, akibat ulah Pangdam ini, Gubenur telah mengeluarkan surat teguran kepada Pangdam Pattimura.

Tindakan Pangdam yang menarik pasukannya dari pos-pos jaga merupakan sebuah celah besar bagi para perusuh yang masih memiliki senjata organik hasil jarahan gudang senjata Brimob untuk beraksi kembali. Paling tidak Desa Poka, Rumahtiga dan kampus Unpatti merupakan korban pertamanya. Akibatnya, daerah itu kini sepenuhnya dibawah penguasaan perusuh muslim.

Sebuah analisa terbatas menyimpulkan bahwa tindakan Pangdam menarik pasukan di pos-pos jaga merupakan sebuah desain elite pusat yang membiarkan masyarakat sipil bertarung tanpa adanya pengamanan aparat. Dengan begitu banyak senjata jarahan di tangan perusuh bisa dipastikan bahwa kawasan pemukiman warga Kristen akan mudah dibakar dan dikuasai perusuh. Itu berarti dalam hitungan jam ke depan, apabila tidak ada koreksi komando militer atas setting pengamaman Pangdam, dan tidak ada upaya antisipasi dari Gubernur sebagai penguasa darurat sipil, maka proses genocide dan pengusiran warga Kristen Ambon dari negerinya sendiri akan semakin nyata.........


Received via email from: Alifuru67@egroups.com

Copyright © 1999-2000  - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML pages designed and maintained by Alifuru67 * http://www.oocities.org/ambon67
Send your comments to alifuru67@egroups.com