Lebih Dekat dengan Drs H Sjech Ahmaddin MM
D
erasnya tuntutan putera daerah di era reformasi, berdampak jabatan Kepala Kantor Wilayah Dikbud Kalbar yang dipercayakan pada Drs Sjech Ahmaddin dipersoalkan. Bahkan seusai pelantikan, dirinya mendapat protes keras dari sejumlah masyarakat, lebih khusus dari mahasiswa pendidikan. Tapi, 'goyangan' itu justru membuat dirinya semakin tegar dan membulatkan tekad memberikan yang terbaik bagi warga di daerah ini. Lantas apa program yang akan ia lakukan demi kemajuan daerah ini khususnya bidang pendidikan. Berikut wawancara Rustam Halim dari AP Post yang menemuinya, pekan lalu.Kedatangan Anda di daerah ini mendapat protes keras dari sebagian masyarakat. Bagaimana Anda menyikapi hal itu ?
Saya merasa, semua itu merupakan manifestasi dari kepedulian masyarakat betapa pentingnya tanggung jawab jajaran Dikbud dalam memenuhi kebutuhan esensi masyarakat, terutama anak usia sekolah maupun warga belajar luar sekolah yang berusia 7-44 tahun. Termasuk juga di dalamnya, pembinaan generasi muda dan olahraga serta terangkatnya citra budaya daerah menjadi budaya nasional. Saya sadar, betapa besar tanggung jawab saya dalam mengemban tugas mulia ini. Di lain sisi, saya sadari kehadiran saya di sini merupakan kepercayaan dan amanah dari pemerintah melalui Mendikbud. Secara legal dilantik oleh Pak Gubernur, sebagai administrator pembangunan di daerah ini. Secara moral, kendati usia lanjut, saya terpanggil untuk mengabdikan diri bagi nusa dan bangsa. Saya sudah bertekad bulat untuk melaksanakan amanat ini. Saya juga berharap sekaligus mengimbau para tokoh masyarakat, cendekiawan, generasi muda serta pimpinan non formal untuk bahu membahu dalam menunjang program mutu pendidikan dan perluasan kesempatan belajar. Saya berusaha untuk mengoptimalkan potensi sumber daya manusia (SDM), sarana pendidikan di daerah ini.
===================================================================
Sjech dilahirkan di Kutacani, Kabupaten Aceh Tenggara lebih kurang 820 km dari Banda Aceh pada 24 Agustus 1943. Anak ke lima dari sepuluh bersaudara pasangan H Zainal Abidin dan Hj Tawarati ini menyelesaikan pendidikan SR tahun 1957 di Terutung Megara, Kecamatan Bambel, Kabupaten Aceh Tenggara. Lantas melanjutkan PGA di Kuta Raja dan selesai 1962. Di daerah yang sama, dua tahun kemudian (1964) ia menyelesaikan SP IAIN (SP sekolah persiapan). Lantas ia masuk PGSLP Bahasa Inggris (1967) di Aceh. Setelah itu menyelesaikan sarjana muda Tarbiyah (1969). Ia melanjuitkan S-1 Pendidikan (FKIP) Unsyiah, tahun 1981, dan tahun 1998 menyelesaikan S-2 Magister Manajemen (MM).
==================================================================
Program riil-nya seperti apa ?
Program optimalisasi ialah meningkatkan mutu pendidikan, antara lain melalui perangkat tenaga kependidikan dan perluasan (penyebaran) lembaga pendidikan. Selain itu berupaya peningkatan mutu kelas unggulan di semua jenjang pendidikan. Juga optimalisasi dukungan masyarakat, baik di sekolah, masyarakat maupun di rumah tangga. Program minat dan bakat, kami beri kesempatan untuk mengembangkan minat dan bakat antara lain melalui berbagai event, baik olah raga maupun seni budaya. Ini dilakukan agar mereka tidak berpikiran negatif. Misalnya, bola kaki dan seni musik. Dengan keterampilan yang mereka miliki ini menjadi bekal untuk mandiri, artinya usai sekolah tidak terpaku menjadi PNS, melainkan bisa mandiri dengan berwiraswasta. Hal ini perlu dikembangkan sehingga dengan bekal itu ia bisa dikenal dan mengharumkan nama daerah, menjadi dewasa dan memiliki jati diri. Ini pun tidak terlepas dari peran guru. Guru mesti memiliki kebanggaan terhadap profesi yang disandangnya. Guru itu merupakan pekerjaan mulia.
==================================================================
Sejak kecil, sudah bercita-cita menjadi guru, sebab sejak menginjak SD sangat banga melihat profil seorang guru. "Guru itu idola saya dan guru itu tampak gagah," ujar dia. Padahal, jika dirunut dari orangtua, bukan seorang guru, melainkan seorang petani dan pedagang.
Karier Sjech memang ibaratkan grafik. Selalu menanjak dan terhitung cepat. Kariernya dimulai pada guru ST (1968), guru SPG (1969), Kepala SPG (1971), Kasi Dikdas Kandep Dikbud Aceh Tenggara (1975), Plh Kakandep (1975-1978), Pembantu Pimpinan di Kanwil Dikbud Banda Aceh. "Jabatan ini karena saya ijin belajar S-1 di Unsyiah," kata dia. Selesai S-1, lantas kembali lagi ke Kasi Dikdas (1981), Kepala SMU Seulimeum, Aceh Besar (1982-1987), Kakandep Aceh Tenggara (1987-1993), Pengawas SLTA (1993), Kakandep Dikbud Kodia Banda Aceh (1993-1996), Kabid Dikdas Kanwil Dikbud Banda Aceh (1996-1998). Koordinator Administrasi Kanwil Dikbud Banda Aceh (28 Maret--17 Desember 1998) dan Kakanwil Dikbud Kalbar, 18 Desember 1998. "Menjabat kepala tidak ada cita-cita sama sekali," kata dia. Saking lamanya berkecimpung di dunia pendidikan, 2 Mei lalu, ia menerima satyalencana 30 tahun yang diserahkan Gubernur HA Aswin.
=================================================================
Kan kurikulum untuk pengembangan minat dan bakat itu minim ?
Tidak. Justru kita inginkan minat dan bakat mereka itu tidak saja dikembangkan pada jam-jam sekolah, melainkan juga pada hari-hari libur. Memang yang tampak, sepertinya hanya pramuka, walaupun tidak semua siswa mengikuti pramuka. Tapi nilai dari pramuka itu cukup besar manfaatnya. Misalnya, melalui pramuka siswa dikenalkan dengan seni, ilmu, sikap saling menolong. Dengan kata lain, dengan kurang dikembangkannya siswa dengan bakat, akhirnya sedikit anak yang berkembang. Karena itu, kita selalu menekankan kepada pembina OSIS, BK, wakil kepala sekolah bidang kesiswaan untuk menumbuhkan minat dan bakat siswa. Guru, bisa melihat perkembangan bakat si anak, termasuk juga orangtua. Bagaimanapun sekolah itu tidak sebatas dalam pagar sekolah semata, melainkan cukup luas.
==================================================================
Bertemu dengan gadis Azniar, tatkala sama-sama kuliah. Kala itu Azniar kuliah di Fakultas Keguruan FKIP Unsyiah, tapi satu gedung dengan Sjech yang memilih kuliah di Tarbiyah IAIN. Berkat bantuan teman dekat, akhirnya mereka saling kenal. Satu tahun kemudian, tepatnya 29 Februari 1968 keduanya bersepakat ke penghulu, setelah dirinya dua bulan bekerja. Buah perkawinan dengan wanita asal Merudu, Kabupaten Pidi membuahkan dua perempuan dan dua laki-laki, masing-masing Asnawati,S.Pd (30 tahun), Badria Hayyu,S.Pd (29 tahun), Ir Chudri dan Rudi Achmaddin (18 tahun). "Dua anak saya mengikuti jejak saya sebagai guru," ujar pria berbadan subur yang nyaris tidak memiliki hobby olahraga khusus itu. "Kalaupun olahraga, ya olahraga sekedarnya. Hobby saya ialah senang bergaul," jelas Sjech atas hobbynya itu.
==================================================================
Kendala apa yang Anda hadapi dalam mengejar ketertinggalan pendidikan di daerah ini ?
Kendala yang saya hadapi, baik di derah perkotaan maupun di desa ialah, terbatasnya tenaga siap pakai sesuai dengan persyaratan yang ada. Dalam formasi, idealnya, rekrut tenaga itu mestinya di sekitar sekolah tersebut. Ini dilakukan agar mereka terpanggil sekaligus memiliki tanggung jawab. Persoalannya, khusus daerah ini, calon guru itu terbatas sekali dari daerah yang membutuhkan baik SD-SLTA. Selain itu sesuai dengan tuntutan zaman minimal guru SD itu berpendidikan D-2 PGSD. Selain itu guru bidang yang dibutuhkan itu belum tersedia, misalnya guru bidang studi fisika, sejarah dan penjaskes sama sekali tidak ada. Dari 75 guru, pada penerimaan kemarin, bidang studi fisika tidak ada yang masuk. Semuanya dari luar. Inilah kendala yang dihadapi. Kendala lain, angka melanjutkan masih relatif rendah.
(Kenangan yang tidak pernah dilupakan saat dia duduk di bangku SD. Kelas satu hingga kelas tiga mesti menempuh sepuluh kilometer perjalanan dari rumah ke sekolah. Itupun berkat dibawa pamannya yang duduk di kelas lima. "Saking jauhnya sekolah, biasa bawa nasi ke sekolah. Sampai di sekolah berkeringat," cerita Sjech. Kecuali itu, ia dan Pak Cik (begitu ia menyebut pamannya itu, jika air sedang naik, mereka pulang melalui sungai yang terbilang cukup deras. Caranya terlebih dahulu membuat 'rakit' dari pohon pisang. "Jika dipikir sekarang sesungguhnya hal itu sangat berbahaya. Tapi kala itu tidak memikirkan risiko. Jika orangtua tahu, pasti tidak diberikan," ujarnya tersenyum. Sampai kelas tiga, barulah jarak sekolah dengan rumahnya menjadi dekat).
Apakah NEM menjadi patokan untuk mengukur mutu pendidikan ?
NEM merupakan salah satu komponen dari sejumlah komponen, misalnya sikap, nilai Ebta ditambah Ebtanas. Penyebab rendahnya NEM, karena pencapaian target kurikulum belum 100 persen disamping program pengayaan dan perbaikan untuk anak secara individu belum terlaksana dengan baik serta hubungan sekolah dengan orangtua murid perlu ditingkatkan. Ini antara lain dipengaruhi faktor anak didik, guru dan sarana pendukung lainnya. Selain itu soal yang disajikan itu refresentatif, karena soal itu diambil dari bank soal nasional. Ukuran soal itu sudah menjadi standar. Perbedaan kesenjangan antara soal dan daya serap anak bisa mempengaruhi perolehan NEM. Belum lagi pengaruh lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah.
Bagaimana pula dengan anak putus sekolah ?
Mengenai angka putus sekolah, sesungguhnya tidak saja semata-mata pengaruh ekonomi semata, melainkan juga tingkat kesadaran orangtua akan pentingnya arti pendidikan. Kenyataan yang disaksikan di masyarakat, walau dia bersekolah, tapi tidak memperoleh pekerjaan yang layak, lantas apa gunanya sekolah. Oleh sebab itu semua pihak mesti diberdayakan dengan memberikan kesempatan kerja. Jika belum maka diberi pelatihan kesempatan,
sehingga keberadaan mereka tidak menjadi ganjalan dalam masyarakat.
Ia punya motto : selalu mewujudkan cita-cita dalam perbuatan. Melaksanakan tugas dengan ikhlas. Kepercayaan yang diberikan jangan disa-siakan. Prinsip kerja, menghargai senioritas dan pimpinan. Selain itu, mencintai teman sekerja baik horizontal maupun vertikal (*)