Dr. Yenny Thamrin MBA

Warga Tionghwa Memang Harus Membaur

WAJAHNYA amat kental sebagai sosok warga keturunan. Putih bersih bermata agak sipit. Dialah satu-satunya wanita keturunan Tionghwa yang 21 April 1999 silam berhasil terpilih menjadi salah satu dari 11 Tokoh Wanita Berprestasi di Indonesia. Dengan segudang keahliannya ia bahkan berhasil menyisihkan 1000 tokoh wanita Indonesia berprestasi lainnya. Salah satu profesi yang membuat ia semakin menonjol adalah menjadi staf pengajar Bahasa Inggris dan mandarin di Pusat Bahasa Depertemen Hankam RI.

Single Parent kelahiran Jakarta 16 Desember 1960 ini dua pekan lalu terlihat begitu mendapat kawalan ekstra ketat, saat tiba di Pontianak. Yenni, begitu panggilannya-- tergabung dalam rombongan Menteri Peranan Wanita Dra. Hj. Tuty alawiyah-- yang datang mengunjungi penampungan pengungsi korban kerusuhan Maret 1999 silam. Doktor dengan spesialis pengobatan tradisional Cina (Chinese Physician) ini belakangan memang punya seabrek aktivitas sosial, khususnya melalui Yayasan Caritas dan Yayasan Cinta Bangsa yang dikelolanya. Kedua yayasan itu pula yang membawanya dekat dengan kaum pengungsi. AP Post berhasil menemuinya di Restoran Kartika Hotel Pontianak, sesaat sebelum ia kembali ke Jakarta. Selama satu jam Yenny mengungkapkan pandangannya terhadap posisi warga Tionghwa dalam kancah politik di era reformasi ini, termasuk aktivitas sosial yang banyak menyita waktunya.

Bagaimana perasaan Anda ketika terpilih menjadi salah seorang wanita Indonesia berprestasi?

Yang utama saya sangat bersyukur, juga bangga. Karena saya satu-satunya warga keturunan Tionghwa. Ini menambah satu semangat yang lebih besar bagi saya. Dan sebagai wanita yang dianggap berprestasi, saya tak ingin sekadar menerima penghargaan tanpa berbuat sama sekali. Bagi saya yang terpenting harus bisa memberikan kontribusi baik dalam bentuk konsep atau pemikiran, maupun tindakan nyata. Misalnya membantu pemerintah dalam mengatasi berbagai masalah sosial.

Contoh kongkritnya ?

Begini, Sebagai wanita yang berprestasi tujuan saya bukanlah hanya memperoleh penghargaan pemerintah. Tapi pada hari itu -- spontan setelah penobatan-- saya mengajak teman-teman berprestasi mendiskusikan rencana yang urgent , khususnya untuk membantu pemerintah. Ternyata, saat itu kami sepakat bersama-sama membangun Yayasan Caritas. Sekaligus kami menetapkan, upaya kita antara lain adalah membantu korban kerusuhan Sambas. Ide ini kemudian saya sampaikan pada Memperta dan disetujui. Saat itu juga terkumpul dana juta-an untuk membantu para pengungsi korban kerusuhan Sambas.

Kapan Anda mulai aktif di bidang sosial ?

Sebenarnya keterlibatan saya jauh sebelum Yayasan Caritas terbentuk. Saya mulai aktif dibidang sosial saat melanjutkan study di Fakultas Kedokteran Hongkong. Namun kuliah saya sempat macet ketika saya harus menikah, kemudian hamil dan melahirkan tiga orang anak. Setelah mereka agak besar, saya pun menyibukkan diri sebagai suplayer kosmetik yang waktu itu cukup dikenal di sana. Dengan staf 300 orang dengan aneka ragam latar belakang dan persoalan yang mereka hadapi, mau tak mau saya ikut terlibat dalam menata kesejahteraan mereka. Itu juga yang membuat saya kembali terjun aktif di bidang sosial. Saat itu dengan aktivitas yang saya lakukan, beberapa kali pula saya menerima penghargaan dari pemerintahan Hongkong.

Apakah Yayasan Caritas khusus untuk orang-orang keturunan (Chinese)?

Tidak. Saya memang lebih banyak menghimbau kepada orang-orang Chinese untuk berani dan mau bergerak, serta mampu menonjolkan diri berbuat untuk membantu orang.

Apakah ini berarti mereka belum banyak berbuat untuk bangsa ini?

Tidak juga. Orang-orang Chinese atau orang-orang keturunan Tionghwa, pada dasarnya juga mempunyai kepedulian yang cukup tinggi. Hanya selama ini banyak diantara mereka yang takut. Mereka punya dan mau mengeluarkan dana tapi tidak berani tampil kedepan.

Apa yang menyebabkan mereka takut tampil ?

Itu tidak terlepas dari sistem Orde Baru kita. Yang membuat jurang pemisah antara warga keturunan Tionghwa dengan warga negara asli.

Dan Anda sendiri bagaimana ?

Saya merasa menjadi bagian dari bangsa ini (Indonesia). Disini saya tumbuh dan berkembang dan begitu juga kita akan mati. Dengan kesadaran itu saya mencoba untuk mendekati warga-warga keturunan yang masih dilanda ketakutan. Saya katakan, jangan hanya berani keluar uang tetapi harus ikut berpartisipasi, beraktivitas untuk menunjang pembangunan bangsa.

Apa bukan mereka yang mengeklusifkan dirinya ?

Tidak juga. Walau ada sebagian yang terkesan eklusif. Ini tidak terlepas dari garis pemisah yang telah dibuat itu.

Menurut Anda, bagaimana sih sikap pemerintah terhadap warga Keturunan Tionghwa ?

Itu tadi, adanya garis pemisah yang dibuat. Namun kembali kepada diri kita sendiri. Seperti saya misalnya. Meskipun saya warga keturunan, namun dengan kemampuan dan sosialisasi yang saya lakukan, akhirnya saya dapat masuk in dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Kita tak boleh terus mempertahankan kondisi outsider, dan tak mau tahu, tak mau bersosialisasi. Mungkin konsep itu juga yang membuat saya bisa ''diterima'' dan menjadi dosen di Pusat Bahasa Hamkam RI. Dan saya melihat sikap pemerintah sendiri telah pula menuju kearah perbaikan dari kesalahan sistem yang lama (Orde Baru).

Lalu, sikap atau pandangan Anda terhadap kentalnya orang keturunan di daerah ini berbahasa China?

Penggunaan bahasa Chinese atau Mandarin di daerah ini juga di Indonesia, menurut saya, sudah harus di masyarakatkan. Jangan malah ''dimatikan''. Keanekaragaman bahasa yang dimiliki dan dikuasai masyarakat Indonesia bahkan nantinya akan mempermudah dirinya sendiri dalam melakukan komunikasi atau berinteraksi dengan orang lain. Warga asing misalnya. Apalagi kita akan memasuki persaingan bebas nanti.

Pandangan Anda terhadap munculnya Partai Tionghwa ?

Menurut saja itu sah-sah saja, karena mereka juga punya cita-cita. Tapi mungkin ini akan lebih baik bila punya tujuan untuk lebih memberikan pendidikan politik bagi warga Tionghwa. Nantinya tujuan ini kan berkembang sesuai kemampuan politik mereka. Saya rasa ini cukup baik.

Apa selama ini aspirasi mereka belum tersalurkan ?

Mungkin, tapi saya tidak tahu banyak soal politik. Rasanya saya lebih tertarik menekuni bidang sosial. Tapi bila saya disuruh harus memilih Partai Tionghwa, jawab saya tidak. Karena saya akan melihat partai mana yang lebih demokrasi dan partai mana yang betul-betul memikirkan rakyat

Kembali ke Yayasan Caritas dan Cinta Bangsa, isu apa yang kini tengah diangkat ?

Saat ini Yayasan Caritas memang lebih peduli dengan soal kesehatan. Namun Seiring perkembangan yang terjadi di Indonesia, seperti meningkatkanya masalah kemiskinan, banyaknya kerusuhan-kerusuhan, membuat kami tidak hanya bergerak di bidang Kesehatan, tapi kemudian membuka diri terhadap segala permasalahan sosial lainnya. Pokoknya dimana kami diperlukan, disitulah kami berada.

Ketika Anda kemarin berkunjung ke lokasi penampungan pengungsi bagaimana pendapat Anda ?

Pertama, untuk penanganan kesehatan memang masih kurang memadai. Sehingga terlihat banyak anak-anak yang menderita kurang gizi, kurus. Makanya kemarin saya melontarkan ide pada Memperta untuk kembali lagi membantu para pengungsi khususnya dibidang kesehatan. Dengan melakukan kerjasama dengan rumah-rumah sakit yang ada di Pontianak dan menempatkan dokter-dokter di pengungsian. Tentunya ini dengan koordinasi bapak Gubenur Kalbar. Masalah dana kami akan berusaha mencari di Jakarta.

Apa kegiatan Anda yang lain ?

Selain menjadi dosen di Pusat Bahasa HAMKAM RI saya juga membuka klinik Chinese Physician yaitu pengobatan cara tradisional cina.

Mengapa Anda tertarik menekuni Chinese Physician ?

Hal ini dilatarbelakangi keinginan saya untuk mencari jati diri saya. Sebagai orang keturunan saya tidak tahu bahasa Chinese, apalagi budayanya. Dengan mengambil jurusan ini saya lebih bisa konkrit mempelajari budaya China itu sendiri. Tapi saya tetap warna negara Indonesia karena saya mencintai negeri ini.

Selain itu saya tertarik mengambil Chinese Physician karena dengan obat-obatan tradisional memberikan efek sampingan yang lebih kecil dari pada obat-obat farmasi lainnya.

Kapan dan dimana Anda mendalami hal itu

Saya mendalami bidang ini ketika kemudian saya memutuskan untuk melanjutkan studi kedokteran saya di Hongkong, yaitu sekitar tahun 1992

Koq Anda bisa jadi pengajar bahasa di Hankam?

Mungkin karena aktivitas saya dibidang sosial -- baik saat bermukim di Hongkong maupun di Indonesia sendiri -- dan pengetahuan saya tentang budaya China,maka saya diminta oleh Komandan Pusat Bahasa Hamkam untuk mengajar disana.

Sudah berapa lama Anda disana

Sekitar dua tahun

Anda Mengajar Apa

Saya mengajar Bahasa Inggris dan Bahasa Mandarin.

Pesan-pesan Anda buat warga keturunan Tiongha ?

Tetaplah membaur, bersatu bersama suku yang lainnya. Maju terus bersama-sama ikut membangun nusa dan bangsa. (Astuti Bustami)