Wawancara Dr. Arief Budiman:

"Satu-satunya Agenda Habibie: Turun"

Apa yang harus dilakukan Presiden Habibie setelah menggantikan Soeharto?
"Turun" seru Dr. Arief Budiman, bekas staf pengajar Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga yang sekarang menjadi staf pengajar Universitas Melbourne Australia. Arief tidak percaya kepada Habibie karena menurutnya Habibie adalah anggota komplotan pemerintah lama. Berikut petikan wawancara Purwani Diyah Prabandari dari TEMPO Interaktif pada hari Senin, 25 Mei lalu:


Apa agenda utama Habibie sebagai presiden transisi sekarang?

Agenda utamanya adalah mempertahankan posisi. Jadi dia akan berbuat segalanya untuk itu. Dia orang yang sangat ingin menjadi presiden. Dan dia akan didukung oleh tokoh-tokoh Islam di ICMI. Bukan karena mereka suka kepada Habibie, tetapi karena mereka punya kepentingan. Ini merupakan kesempatan orang-orang ICMI dan juga organisasi Islam untuk dekat dengan pusat kekuasaan. Kelompok organisasi Islam akan berkampanye bahwa Habibie adalah tokoh Islam yang relatif benar. Hal kedua yang akan dilakukan Habibie adalah kampanye presiden sipil. Isu ini juga akan termakan oleh orang-orang muda. Kalau bukan sipil, jawabannya adalah bahwa presiden akan jatuh ke tangan militer lagi. Jadi akan dikampanyekan bahwa Habibie harus didukung karena itu kesempatan bagi sipil.

Bagaimana kesempatan Habibie untuk mendapatkan dukungan tersebut?

Kemungkinan Habibie untuk terus berkuasa tampaknya sangat kecil. Dia tidak didukung mayoritas, terutama dari orang-orang sekuler yang tidak berpikir sektarian. Yang menjadi masalah bagi Habibie adalah kedekatannya dengan Soeharto. Enak benar dia sekarang. Dulu dia adalah orang yang anti-reformasi. Kita ingat kasus para peneliti LIPI yang dimarahi Habibie gara-gara membuat pernyataan menuntut reformasi. Waktu itu Habibie marah betul dan menegur mereka agar tidak campur tangan dalam urusan politik. Itu jelas menunjukkan bahwa dia tidak senang dengan reformasi. Tetapi sekarang ketika reformasi bisa dijalankan, dia mau memimpin reformasi. Menurut saya, meskipun dia melakukan reformasi, itu bukan reformasi seperti yang dipercayainya. Artinya dia oportunis. Dia bisa gonta-ganti warna. Apakah kita percaya dengan orang semacam itu. Juga secara etis, dia tidak bisa seperti itu. Dulu, dia anti-gerakan mahasiswa dan menikmati kekayaan. Ketika terjadi perubahan yang berhasil menggulingkan Soeharto, tiba-tiba dia yang mendapat warisannya. Padahal dia tidak ikut andil dalam perubahan itu.

Bagaimana dengan langkah-langkah pembebasan tahanan politik dan pengunduran diri beberapa sanak saudaranya dari kursi kekuasaan ?

Itu langkah yang pintar. Tetapi apakah itu dilakukan atas dasar kepercayaannya bahwa orang-orang tersebut tak berdosa atau hanya untuk meneruskan ambisi jadi presiden. Jadi sebenarnya integritas dia yang perlu dipertanyakan. Kalau kesan saya, dulu dia anti reformasi, saat dia menjadi orang yang dekat dengan Soeharto. Jadi kalau mencopot sanak famili itu dilakukan atas dasar oportunisme, artinya dia bisa melakukan hal yang sebaliknya kalau keadaan berubah lagi. Sebenarnya, kita menginginkan orang yang percaya betul bahwa reformasi itu penting. Bukan reformasi karena oportunisme. Saya sendiri tidak percaya dia. Tindakannya memang hebat. Pasti dia akan bisa membeli orang-orang yang tengah-tengah. Orang yang berpikir siapapun juga bisa menjadi presiden, asalkan dia mau reformasi. Tetapi bagi saya ada masalah etis. Seorang oportunis bisa melakukan sesuatu yang radikal sekali atau konservatif sekali, tergantung cuaca.

Apa berarti dia akan mampu memperlama kekuasaan di tangannya ?

Ada kemungkinan seperti itu karena kelihaian-nya. Nah, yang perlu dilakukan oleh orang-orang reformis adalah jangan sampai tersilaukan oleh tindakan-tindakan yang luarnya seperti emas, tetapi dalamnya justru bukan emas sama sekali. Itu yang sangat berbahaya. Jeffrey Winters dalam wawancaranya mengatakan bahwa 500 jiwa sudah hilang, ada mahasiswa yang mati, orang sudah disiksa, distrum. Kalau itu hanya untuk menjatuhkan Soeharto dan memunculkan Habibie, semua menjadi sia-sia.

Apa berarti tidak ada harapan sama sekali In-donesia menjadi lebih baik di bawah Habibie?

Menurut saya, tindakan-tindakan Habibie memang baik. Tetapi apa dasarnya, itu yang menjadi pertanyaan. Selama hanya karena oportunisme, tindakan yang baik ini sangat labil. Kalau keadaan politik berubah, Habibie pun bisa berubah.

Bagaimana dengan Kabinet Reformasi Pembangunan bentukan Habibie?

Kabinet itu menurut saya, terdiri dari orang-orang pemerintahan lama, yang ikut juga dalam gerakan represi. Jadi mereka masih kelompoknya Soeharto juga. Selain itu jelas ada orang-orang ICMI yang dimasukkan Habibie. Sebenarnya tidak ada yang dengan jelas memperjuangkan reformasi. Saya tidak begitu yakin dengan mereka. Mungkin teknokrasi bisa saja. Seperti Muladi yang melepaskan tindakan politik, itu bisa saja. Tetapi sekali lagi, kalau tidak berdasar keyakinan, itu berbahaya. Keadaannya bisa ruwet lagi. Jadi kabinet Habibie ini hanya menyingkirkan orang-orang yang kontroversial, seperti Tutut dan Bob Hasan. Tetapi sebenarnya tidak ada perbaikan yang substansial dari kabinet yang disusun Pak Harto.

Apa berarti kabinet baru ini tidak bisa disebut kabinet reformasi ?

Ya. Apalagi Habibie sekitar dua bulan yang lalu, atau sebelum Pak Harto jatuh, masih anti-reformasi. Baru dua minggu dia berubah.

Bagaimanapun juga Habibie masih menjabat presiden RI. Apa yang harus dia lakukan mulai sekarang ?

Kalau ditanya pada saya, saya tidak mau mengatakan apa-apa. Yang dia lakukan pasti hanya akan memperkuat posisi dia. Menurut saya, dia harus turun. Dan dia digantikan oleh sebuah pemerintahan transisional. Saya tidak setuju dengan Habibie atas dasar masalah etik. Itu yang membuat saya menolak Habibie 100 persen. Yang paling bagus dilakukan adalah Sidang Istimewa MPR, karena sampai sekarang Habibie tidak akan mundur. Sidang MPR itu akan menurunkan dia. Lalu dia digantikan oleh pemerintahan transisional.

Apa tugas pemerintahan transisional itu ?

Tugas pemerintahan ittu adalah memulihkan ekonomi, memantapkan politik dan memulihkan demokrasi. Jadi tiga hal itulah agendanya. Dan pemerintah sementara nanti akan berbentuk triumvirat. Jadi akan ada tiga unsur. Pertama, unsur untuk memulihkan ekonomi. Barangkali kita bisa memilih Emil Salim, atau orang sekaliber dia yang dipercaya oleh kaum bisnis dalam dan luar negeri, IMF, juga Bank Dunia. Kedua adalah seorang militer yang dihormati yang bisa menjaga kemantapan politik. Dia musti jauh dari Soeharto dan profesional dalam militer.

Misalnya ?

Untuk generasi tua, saya cenderung memilih orang macam Kemal Idris. Itu menarik. Karena dia berjarak dengan Soeharto dan akhirnya dia juga aktif dalam politik. Atau orang seperti Edi Soedradjat, seorang jenderal profesional yang tetap berjarak.

Bagaimana dengan Wiranto ?

Saya masih meraba-raba siapa Wiranto. Tetapi kalau dia bisa mengendalikan ABRI dan juga dianggap berjarak, mungkin dia bisa juga. Tetapi seperti saya katakan, saya masih belum tahu betul tentang Wiranto.

Bagaimana dengan satu unsur lagi ?

Satu unsur lagi yang menjaga demokrasi, yaitu salah satu tokoh masyarakat. Saya kira untuk sekarang, Amien Rais bisa duduk di kursi itu. Karena dia tokoh yang paling vokal dan paling berani. Gus Dur dan Megawati sendiri sudah tidak jelas warnanya. Jadi kalau ada kabinet transisi, harus ada tiga unsur ini.

Apa tugas mendesak mereka ?

Negosiasi dengan Bank Dunia untuk memulihkan ekonomi. Yang militer menjaga agar militer tidak dieksploitir unsur lain. Dan Amien Rais harus memperjuangkan agar keseimbangan negara dan masyarakat tidak terjatuh. Kalahnya orde baru dulu, karena kita hanya punya dua unsur. Teknokrat dan militer. Jadi kurang unsur yang ketiga. Akibatnya, militer berkuasa dan Soeharto yang dominan. Nah, ketiga anggota pemerintahan transisi ini pertama kali harus melakukan pembebasan tahanan politik. Kemudian ubah UU Subversif. TEMPO, Detik dan Editor dikembalikan SIUPP-nya. Jadi kita harus kembali pada pra-represi. Dan UU Pers juga harus diubah, sehingga ada kebebasan pers. Tetapi yang paling penting adalah menuliskan UU Pemilu yang baru. Selain itu, Megawati harus dikembalikan ke posisinya. Jadi ada Konggres PDI lagi untuk membatalkan hasil Konggres Medan. Baru diadakan pemilu.

Bagaimana mekanisme pembentukan tim pemerintahan transisional ini?

Bisa dibentuk dengan TAP MPR. Dan ini tidak melanggar konstitusi. Dan tugas mereka untuk menuliskan rancangan UU pemilu. Baru setelah ada UU pemilu dan pers yang baru, pemilu segera dilaksanakan. Sebenarnya ini bisa dilakukan Habibie. Tetapi masalahnya saya tidak percaya dengan Habibie. Jadi jangan sampai dilakukan di bawah Habibie. Tetapi harus dilakukan pemerintah transisional yang memang mencerminkan hasil perjuangan mahasiswa. Kalau sekarang ini pemerintahan yang ada bukan hasil perjuangan mahasiswa, tetapi orang yang hanya mau mengambil jasanya saja. Jadi apapun agendanya, saya tidak setuju kalau dilakukan oleh Habibie.

Kapan Sidang Istimewa sebaiknya dilakukan?

Secepatnya.

Bagaimana dengan anggota MPR yang berbau nepotisme ?

Itu yang membuat kita tidak begitu percaya dengan MPR. Karena banyak anggota MPR yang dipilih oleh Soeharto. Tetapi kalau sekarang dengan banyaknya tekanan dari luar, mahasiswa dan juga militer, saya kira MPR akan segera melakukan sidang istimewa. Mungkin memang kurang demokratis. Kalau perlu mereka harus diancam, seperti yang dilakukan Soeharto dulu. Sebenarnya banyak juga anggota MPR dulu yang diangkat Soekarno, tetapi akhirnya menyeberang juga. Orang macam itu kan paling gampang ganti warna. Harmoko saja bisa menurut. Jadi saya sendiri tidak terlalu pesimis. Meski anggota MPR masih orang-orang lama, kalau kelompok reformasi bisa lebih kuat, mereka akan mengesahkan legalitas untuk membentuk pemerintahan sementara.

Jadi satu-satunya agenda buat Habibie adalah turun ?

Ya. Karena menurut saya, dia tetap saja merupakan anggota komplotan mantan presiden kita. Kok mau membuat jasa. Yang dia lakukan benar. Yaitu tindakan yang memang seharusnya dilakukan, tetapi seharusnya oleh suatu kekuatan yang mendapat kredibilitas. Yaitu kekuatan reformasi.

[TEMPO Edisi 13/03 - 30/Mei/1998]


Kembali ke Daftar Isi