Prospek Perekonomian Indonesia
Di Bawah Kabinet Reformasi B.J. Habibie

 

Kamis pagi 21 Mei 1998 Suharto berhenti menjabat Presiden dan B.J. Habibie diangkat sebagai Presiden RI yang ke tiga. Sekalipun demikian, hingga kini belum ada keputusan MPR yang mengangkat B.J. Habibie sebagai Presiden dan keputusan mengenai pengangkatan Presiden Suharto sebagai Presiden RI periode 1998-2003 belum dicabut.

Dalam pidato pertamanya B.J. Habibie memohon agar masyarakat menghargai prestasi yang dicapai Presiden Suharto selama 32 tahun. Korban-korban rezim Suharto tentu saja tidak mengerti dengan bagian terakhir pidato B.J. Habibie tsb. Sekalipun mendapat banyak tentangan dari dalam dan luar kabinet, Habibie mencoba melaksanakan perubahan-perubahan di bidang ekonomi. Harga energi sedikit diturunkan, beberapa proyek kroni keluarga Cendana di dibatalkan dan perundingan dengan IMF mulai dilanjutkan. Bagaimana prospek ekonomi dibawah presiden B.J. Habibie?

 
Krisis Moneter, resesi ekonomi dan Suharto's Cronies

Krisis moneter berawal sejak 14 Juli 1997 ketika BI menyerah pada tekanan-tekanan permintaan akan dolar AS sehingga BI tidak mampu melayani kelebihan permintaan-permintaan tsb dan membiarkan Rp turun nilainya hingga sempat mencapai 92 %. Karena ekonomi Indonesia sangat tergantung dari import (import barang dan jasa maupun import modal) maka penurunan nilai Rp atau penaikan nilai dolar AS membuat import barang keperluan produksi menjadi mahal. Banyak perusahaan-perusahaan melakukan PHK atau memotong gaiji pegawai sehingga tingkat pengangguran meningkat. Daya beli masyarakat menurun drastis yang pada gilirannya menurunkan omset produksi.

Turunnya nilai Rp bertambah parah karena naiknya kebutuhan dolar untuk membayar hutang swasta yang sudah jatuh tempo dan pelarian modal. Pelarian modal dan mundurnya investor asing terjadi karena arogansi kekuasaan presiden Suharto yang menyebabkan keadaan politik yang tidak stabil. Dengan demikian krisis moneter telah membuahkan krisis ekonomi dan politik yang menyengsarakan rakyat.

Tentu saja BI bukan biang keladi krismon dan resesi yang berkepanjangan ini. Sejak Pakto 1988 BI telah berfungsi sebagai penyalur dana bagi para konglomerat yang nota bene merupakan Suharto's Cronies. Setelah turunnya harga minyak bumi ditahun 1983, maka pemerintah RI meningkatkan kerjasama dengan modal asing sambil membangun kelompok-kelompok pemilik modal. Sekalipun pemerintah memperkenalkan slogan ekspor non migas tetapi perusahaan-perusahaan Konglomerat lebih banyak mengimport dan memegang monopoli/oligopoli diberbagai sektor dalam negri. Banyak pengusaha yang membuat kelompok-kelompok/groups usaha dalam waktu singkat menjadi taipan-taipan melalui pendirian-pendirian bank yang memungkinkan mereka menguras deposito-deposito rakyat dan menelan kredit-kredit dari BI yang sebagian besarnya tidak dikembalikan. Akibatnya peredaran uang meningkat drastis, harga-harga naik pesat dan pembelian dolar AS
untuk pelarian modal. Dengan menguatnya dolar di pasaran internasional, pembelian dolar di Indonesia meningkat sehingga timbul krismon yang berkembang menjadi krisis ekonomi dan politik seperti yang diutarakan diatas. Dapat diringkaskan bahwa praktek-praktek bisnis para konglomerat menyebabkan krisis ekonomi yang bebannya harus ditanggung oleh seluruh bangsa Indonesia.

Gubernur BI dan para mentri kabinet Pembangunan I hingga VII dari rezim orde baru adalah kabinet yang tidak fungsional dan sebagian besar fungsinya hanyalah sebagai (1) the agent of Suharto's Cronies dan (2) memanfaatkan kesempatan untuk memperkaya diri. Hal itu mungkin karena ABRI selama 32 tahun berada dalam kendali Suharto karena Suharto berhasil merampas dwi fungsi ABRI dari tangan ABRI. Anggota ABRI yang memegang jabatan sipilpun berfungsi sebagai "the agent of Suharto's Cronies".

Dengan ABRI dibelakangnya, Suharto berhasil menguasai sumber-sumber ekonomi manapun di Indonesia dan menggunakannya untuk memperkaya keluarga sambil memperkuat posisi kekuasaannya. Eksploitasi sumber alam dan akumulasi pemodal asing di Indonesia berhasil memacu pertumbuhan ekonomi orde baru tanpa secara serius mengindahkan aspek-aspek HAM, pemerataan pembangunan dan kelestarian lingkungan.

Selama 32 tahun Suharto bukan saja seseorang yang menjabat presiden RI tetapi juga jabatan kepresidennya merupakan lembaga politik yang memproduksi ideologi, kelompok-kelompok militer, Partai-Partai politik, Undang-Undang/Peraturan-Peraturan Pemerintah serta yang paling menyolok adalah kelompok pemilik modal. Sebagai lembaga politik seorang Suharto dapat dibandingkan dengan partai komunis masa Uni Soviet yang fungsinya hampir sama.

Konsentrasi kekuasaan orde baru selama ini mengakibatkan terisolirnya masyarakat dalam proses pembuatan keputusan-keputusan politik dan ekonomi nasional. Pola ini tidak memungkinkan terjalinnya transparansi yang sangat penting bagi efisiensi kegiatan-kegiatan ekonomi. "Clean government" yang dapat dilihat di Singapur dan Taiwan dapat terjadi karena pemerintahan-pemerintahan itu membutuhkan legitimasi dari masyarakatnya (bukan melalui demokratisasi tapi melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerataan pembangunan) sedangkan Suharto merasa puas dengan legitimasi yang diperolehnya dari elit lokal (birokrasi), para pengusaha, kelompok-kelompok profesional dan ABRI.

 
B.J. Habibie dan prospek ekonomi Indonesia

Sekalipun umur kabinet reformasi pimpinan B.J. Habibie belum berumur 2 minggu, IMF telah kembali berunding dengan pemerintah RI. Masih segar dalam ingatan kita bahwa kenaikan harga BBM dan Listrik tanggal 4 Mei 1998 yang menimbulkan kemarahan rakyat, adalah salah satu dari 50 persyaratan dari program IMF. Disatu pihak Indonesia membutuhkan IMF karena kebutuhan akan devisa yang semakin mendesak dan untuk menimbulkan kepercayaan pemodal asing, tapi dilain fihak persyaratan dari IMF malah menyebabkan kesengsaraan rakyat. Dengan kondisi politik yang masih belum mendukung iklim investasi, IMF akan merasa enggan untuk bekerja sama secara optimal dengan pemerintahan B.J. Habibie.

Selain itu indikator-indikator ekonomi Indonesia menurut Biro Pusat Statistik memperlihatkan kondisi ekonomi yang semakin buruk saja. GNP 1998 akan turun hingga 10 persen dibanding tahun sebelumnya, tingkat pengangguran mencapai sekitar 20 juta, inflasi mencapai 80%, cadangan devisa makin menipis mendekati titik kritis dan hutang LN RI yang sudah sedemikian banyak bahkan sudah jauh melampaui GNP.

Sekalipun presiden B.J. Habibie telah melakukan usaha-usaha reformasi, tetapi nampak jelas bahwa Kabinet Reformasi B.J. Habibie mendapat tekanan baik dari dalam maupun dari luar kabinet oleh berbagai pihak dengan kepentingan-kepentingan yang berbeda. Arah dan sasaran reformasi ala B.J. Habibie hingga kini belum jelas. Setiap reform dari B.J. Habibie kebanyakan hasil lobby dari orang-orang yang berada di sekitarnya, dilain pihak reform tsb. harus mendapat restu Pangab yang visinya tentang Indonesia masa depan tidak banyak diketahui orang. Transparansi proses pembuatan keputusan politik belum kunjung tiba. Dengan demikian kabinet yang tidak stabil ini tidak akan bisa mengatasi krisis ekonomi yang sangat akut ini. Sekalipun IMF secara penuh membantu kabinet reformasi ini, krisis ekonomi dan politik tidak akan teratasi karena pemerintahan ini belum dapat legitimasi rakyat, mahasiswa dan beberapa kalangan ABRI.

Dilemanya adalah disatu pihak reform politik harus dilaksanakan tetapi memakan waktu yang relatif lama, dilain fihak rakyat sudah tidak tahan dengan situasi ekonomi yang semakin parah. Sementara itu banyak tokoh-tokoh masyarakat yang kasak kusuk disekitar B.J. Habibie untuk merealisir kepentingan-kepentingan pribadi mereka sehingga ada berbagai versi reformasi yang menjadikan arah reformasi semakin kompleks dan tidak jelas.

Kegiatan ekonomi di Indonesia akan menuju arah perbaikan jika suatu lembaga pengadilan berhasil melucuti Suharto's Cronies dan memaksa mereka untuk mempertanggung jawabkan praktek-praktek KKN mereka selama masa orde baru.

Untuk itu diperlukan organisasi-organisasi masyarakat yang kuat hingga masyarakat dapat memaksa Suharto's Cronies untuk bertanggung jawab atas praktek-praktek kriminil mereka; dan ikut dalam proses membangun sistim pemerintahan yang menguntungkan rakyat. "Bring the state back to the society!" [TAMAT]


Kembali ke Daftar Isi