Hasil Pertemuan Dengan KJRI Berlin
Reformasi Itu Perlu Dan Harus
16 staf lokall (pegawai lokal) KJRI Berlin terkena pemotongan gaji hingga 50 persen, akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan. Pipit kartawidjaja, yang sejak tahun 1987 paspornya "disimpan" oleh pihak KJRI Berlin, menuntut kembali haknya. Bagaimana pihak perwakilan mengantisipasi hal-hal tersebut? Kami sampaikan laporan singkat dari hasil pertemuan para Awak API Indonesia dengan pihak Konsulat Jendral Republik Indonesia di Berlin-KJRI Berlin.
Tuntutan Reformasi Buat KJRI Berlin.
Jum'at, 12 Juni 1998, tepatnya 22 hari setelah peletakan jabatan Soeharto yang sekaligus berarti sebagai ujian bagi kelanjutan gerakan reformasi Indonesia dimanapun, kami menyempatkan diri mendatangi KJRI Berlin dengan tujuan mengada-kan pertemuan, pembicaraan, diskusi dengan Konsul Jendral KJRI Berlin, Bapak Rachmat Adhibrata.
Dalam kesempatan itu kami sampaikan pula tuntutan dalam bentuk pernyataan yang ditujukan kepada pihak KJRI Berlin, yang bertumpu pada 3 persoalan mendasar, yaitu mencakup; 1) jaminan status bagi para seluruh anggota staf lokal KJRI, 2) Rehabilitasi nama Sri Bintang Pamungkas, sehubungan dengan campur tangan pihak perwakilan dalam kasus ceramahnya, pada tanggal 9 April 1995 di Berlin, 3). Rehabilitasi citra para anggota masyarakat yang selama ini diberlakukan semena-mena, yang kesemuanya dituangkan dalam Tiga Tuntutan Reformasi APII tertanggal 12 Juni 1998.
Dua pilihan bagi pegawai lokal/ staff lokal
Bagi beberapa pegawai KJRI Berlin, khususnya lapisan bawah atau dikenal dengan sebutan staf konsul, pergantian pucuk kekuasaan ternyata tidak membawa dampak langsung yang positif, bahkan sebaliknya. Sampai saat ini mereka terancam dengan pemotongan gaji sebesar 50 % atau mengambil tawaran lain yang kurang lebih sama tidak enaknya, yaitu mengundurkan diri ditambah pesangon sesuai dengan patokan jatah gaji yang sedang berlaku.
Kenyataan ini merupakan dampak yang diakibatkan dari krisis moneter yang berkepan-jangan, sehingga kementrian keuangan bekerjasama dengan departemen luar negri melaksanakan kebijaksanaan "pemotongan" anggaran bagi setiap perwakilan, demikian keterangan yang didapat dari Konsul Jendral (KonJen) KJRI Berlin, Bapak Rachmat Adhibrata dalam dialog terbuka dengan para awak API Indonesia di ruang kerjanya. Dengan kata lain, hal yang sama sudah, sedang atau akan dialami seluruh perwakilan Indonesia diluar negri, apabila krisis ekonomi masih terus berlangsung.
Secara lebih rinci tidak disinggung lagi mengenai perkembangan kebijaksaan pusat tersebut. Yang jelas saat ini setiap KonJen atau Duta Besar harus siap melakukan langkah-langkah pengiritan seminimal mungkin guna mengantisipasi keadaan. Mengenai tindakan yang diambil di Berlin, dikatakan, bahwa telah disiapkan dua alternatif bagi mereka (para staff lokal-red). Hasilnya, melalui dialog bersama dan terbuka, para staf lokal mengambil keputusan sendiri, yakni lebih baik membagi rata jatah gaji yang ada, daripada melihat rekannya mengundurkan diri.
Disinggung mengenai kemungkinan untuk mengantisipasi keadaan dengan jalan menjual barang milik KJRI, misalnya rumah dinas di Puklerstrasse atau mobil-mobil yang dianggap tidak perlu, KonJen menanggapi bahwa keputusan tersebut tidak bisa diambil sendiri, semuanya harus dilakukan melalui sesuai prosedur yang benar.
Kerjaan Intel
Melihat beberapa kasus yang pernah terjadi selama ini, dengan beraneka ragan jenisnya, mulai dari pemendekan paspor, pencabutan paspor, atau usaha-usaha pengamanan yang dirasa berlebihan, dirasakan banyak sekali merugikan masyarakat Indonesia di Berlin.
Tindakan ini tidak saja mengganggu proses belajar, melainkan dinilai sebagai teror yang terselubung dari pihak KJRI. Lihat saja, Pipit Kartawidjaja, atau beberapa eks mahasiswa yang sejak bertahun-tahun telah kehilangan haknya untuk mendapatkan paspor Indonesia. Hal tersebut membuktikan adanya suatu pengamanan dengan menggunakan segala cara, termasuk memata-matai segala tindakan/ aktifitas warganegara. Salah satu contoh yang belum lama terjadi adalah dalam kasus ceramah Sri Bintang Pamungkas, 9 April 1995 di TU Berlin, yang secara sengaja, terencana pihak KJRI (waktu itu) telah melakukan rekayasa, mulai dari penunjukan saksi-saksi hingga pengumpulan barang bukti.
Ketika disinggung mengenai penunjukan arsip-arsip tersebut, KonJen menegaskan bahwa saat ini tidak ada satupun arsip di sini. Itu semua ada di Bonn. Sejak saya disini saya tidak pernah membuat laporan yang macam-macam. "Itu semuakan kerjaan intel, kami kan tahu, bagaimana mereka bekerja. Saat ini tidak ada satupun dari kami yang dari Bakin atau Intel" ujar KonJen selanjutnya. "Jadi, saya tidak tahu persoalan itu. Satu-satunya arsip hanya persoalan paspor Iwan, karena sebelum keberangkatan saya, kasusnya sedang berjalan, sehingga kita memang mendapat laporan langsung dari pusat". Sisanya, semua adalah urusan bidang Politik di Bonn. Kami di Berlin memang mempunyai bagian politik, tetapi tugasnya hanya mengamati perkembangan politik di Jerman Timur.
Hak mendapatkan paspor
Tidak seorangpun boleh dicabut kewarga-negaraannya akibat dari perbedaan pandangan politik dengan pemerintah yang berkuasa. Akan tetapi, sudah bukan rahasia lagi bahwa hingga saat ini sudah berapa warga negara yang kehilangan dokumen negara tersebut. Lalu bagaimana dengan perubahan saat ini ? Paling tidak, Pipit Kartawidjaja berusaha mencoba kembali untuk mendapatkan haknya, setelah hampir 12 tahun terkatung-katung tanpa paspor.
Sejak akhir Mei' 98, Pipit sudah berulang kali menghubungi pihak KJRI guna menanyakan kemungkinan untuk mendapatkan haknya kembali. Hal tersebut disambut oleh pihak perwakilan-Vice Konsul bag. Imigrasi- Bapak Wajid Fauzi. Sayangnya, setelah waktu berjalan tiga minggu, proses tidak berjalan secepat yang diperkirakan, meskipun segala "persyaratan" yang diajukan pihak perwakilan sudah di penuhi oleh Pipit.
Ditengan-tengah pembicaraan dengan pihak perwakilan, tiba-tiba berdering telpon di ruang kerja KonJen, sehingga pembicaraan mengenai kasus paspor terhenti. Agaknya berita yang disampaikan melalui telpon merupakan jawaban yang selama ini kami tunggu-tunggu. Singkatnya, konjen memberikan lampu hijau bahwa Pipit akan mendapatkan kembali paspornya. Selanjutnya Pipit kembali mendapatkan paspornya pada Hari Senin, 15 Juni 1998.
Mengenai status para warga yang sudah memegang kewarganegaraan asing, maka akan diproses seperti layaknya peraturan yang beralku bagi orang asing, jawab KonJen atas pertanyaan salah seorang eks mahasiswa yang sejal akhir tahun 60-an tidak mendapatkan paspornya kembali. Bagi yang tidak memiliki kewarganegaraan (asyl) maka berlaku prosedur yang berbeda juga, yang jelas, tutur KonJen selanjutnya, bahwa sebaiknya semua membuat data-data yang lengkap untuk disampaikan ke kami, guna keperluan pengurusan.
Sampai sejauh mana hal tersebut berjalan, hingga saat ini masih belum ada kepastian. Tentu saja harapan kami, bahwa suatu saat mereka tidak hanya mendapatkan kembali paspornya, tetapi seperti warganegara yang lain, hidup bersama dengan hak dan kewajiban yang sama. [TAMAT]
Seluruh Awak API Indonesia mengucapkan selamat atas pengembalian Paspor Pipit Kartawidjaja
TRITURA BERLIN Sebagai langkah-langkah Reformasi; maka khusus bagi Berlin, APII menuntut kepada Konsulat Jenderal RI Berlin guna melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan sebagai berikut: |
||||
1. |
Memperlakukan para anggota staf lokal Konsulat Jenderal RI sesuai standar peradaban manusia dengan cara: |
|||
a. |
mencabut kembali kebijaksanaan pengupahan sebesar 50 persen, dan melunasi utang-piutang Konsulat Jenderal kepada mereka yang selama ini hanya menerima 50 persen dari upah yang menjadi hak mereka; |
|||
b. |
mencabut kembali kebijaksanaan pemecatan terhadap mereka tanpa mengindahkan norma-norma peradaban manusia antara lain, memberi uang pesangon, uang pensiunan atau mengangkat mereka menjadi pegawai negeri; |
|||
c. |
mengangkat derajat mereka menjadi insan-insan abdi negara, wakil bangsa dan abdi masyarakat yang beradab, misalnya tidak membebani mereka dengan tugas-tugas yang bersifat melecehkan Hak-Asasi Manusia serperti memata-matai, memotret-motreti, menakut-nakuti atau menvideo-videoi masyarakat Indonesia di Berlin. |
|||
2. |
Merehabilitasi Sri Bintang Pamungkas dengan cara: |
|||
a. |
pernyataan permohonan maaf Konsulat Jenderal sebagai pihak yang bertanggungjawab terhadap nasib Sri Bintang Pamungkas dan keluarga; |
|||
b. |
menyerahkan seluruh dokumen-dokumen penyebab pemenjaraan Sri Bintang Pamungkas kepada yang bersangkutan; |
|||
c. |
mengganti rugi seluruh biaya perjalanan saksi-saksi yang meringankan Sri Bintang Pamungkas. |
|||
3. |
Merehabilitasi citra para anggota masyarakat Indonesia di Berlin yang selama ini dinilai merugikan dan menentang atau mengingkari emerintahan Orde Baru di bawah mantan Presiden Jenderal Haji Mohammad Suharto dengan cara: |
|||
a. |
memutihkan nama-nama yang bersangkutan dari daftar hitam Konsulat Jenderal; |
|||
b. |
mengganti kerugian materiil dan moril kepada yang bersangkutan; |
|||
c. |
mencabut seluruh kebijaksanaan yang menyangkut kewarganegaraan seperti jurus-jurus perpendekan atau pencabutan paspor serta mengembalikan paspor-paspor yang dicabut kepada pihak-pihak yang berhak memilikinya. |
Berlin, 12 Juni 1998
a/n APII Berlin
(Pipit Rochijat Kartawidjaja)