DEMOKRASI DIBAWAH BAYANG-BAYANG TEOKRASI
IRAN: dua puluh tahun setelah Revolusi.
16 Januari 1979 Schah Reza Pahlevi meninggalkan negerinya. Dua minggu kemudian Ayatolah Khomeini dari Paris mendarat di bandara Teheran. Sepuluh hari berikutnya, tentara, benteng terakhir dinasti menyerah kalah. Shah lengser. Dinasti berusia 2500 tahun terpuruk ambruk. Peluang untuk mendirikan negara Islam pertama di dunia pun terbuka lebar. Dua puluh tahun kemudian muncul pertanyaan dibawah ini:
Siapa yang berkuasa di Iran saat ini? Jawabnya singkat dan jelas: Presiden Khatami. Tapi bagaimana struktur kekuasaan di Iran sesungguhnya? Jawabannya tidak simpel. Iran menganut sistim presidential democracy, yang dipadukan dengan tatanan masyarakat klientil teokratis. Apakah sistim ini merupakan penge-cualian didunia? Atau bagaimana?
Presiden tidak me-miliki kekuasaan (penuh) – seperti yang diperkirakan orang luar. Buk-tinya? Rangkaian pembunuhan baru baru ini. Yang menjadi korban kebanyakan kaum intelektual yakni jurnalis atau penulis. Disamping itu eksekutif pun juga lemah. Dan tak berdaya mengontrol Abri. Namun kendati lemah, sistim masih menghargai perbedaan pendapat. Pemetaan politik Iran kedalam kubu "moderat" dan "radikal" terkesan terlalu menggampangkan persoalan, yang sebenarnya tidak gampang.
Memang benar sejak Revolusi 1979, terjadi konflik elit di puncak kekuasaan. Tak terkecuali juga zaman Khomeini. Kemudian setelah Imam Khomeini wafat, terjadilah vakum kekuasaan. Kekuasaan dalam sistim politik presidential democracy pun mau tak mau harus di reformasi juga. Misalnya, Presiden Hashemi Rafsanjani (1989-1997) berhasil mengukuhkan kekuasaan presiden berdasarkan undang undang. Tapi lembaga Pemimpin Revolusi (selanjutnya PR) masih tetap merupakan kekuasaan tertinggi dan paling berpengaruh di Iran.
Lembaga PR dibangun berdasarkan ide Imam Khomeini. Yang oleh pendukungnya kemudian disyahkan sebagai undang undang. Seorang PR memiliki wewenang: pertama mengontrol Abri. Kedua, mengumumkan keadaan darurat perang. Disamping itu, PR juga mengangkat serta dapat memberhentikan anggota dewan pakar, dewan pengawal, menkeh, menpen bahkan pangab sekalipun. Kekuasaan PR dijalankan oleh apa yang disebut sebagai ‘komisaris Imam’. Yakni orang orang yang tersebar dan duduk diberbagai lembaga negara dan lembaga agama. Selain lembaga kepresidenan dan aparat PR masih ada lagi ‘pusat’ kekuasaan tandingan yaitu parlemen. Struktur seperti ini malah membuat sistim politik Iran tambah semrawut dan tidak transparan. Par-lemen Iran, kendati berbeda dengan demo-krasi-liberal (barat), juga tak layak disebut dagelan. Karena selain membuat undang-undang, meratifikasi perjanjian internasional, menyetujui pemberla-kuan keadaan darurat atau menangani masalah kredit, parlemen, juga bertugas memeriksa dan memu-tuskan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Disamping itu mencopot presiden dari jabatannya, juga ter-masuk wewenang par-lemen.
Dalam kehidupan politik sehari hari, dewan pakar memegang peranan penting. Dewan pakar terdiri dari 38 orang. Dipilih melalui pemilu. 8 tahun sekali. PR setiap saat dapat memberhentikan anggota dewan pakar–bila dirasa perlu. Anggota dewan pakar memegang berbagai macam jabatan.
Dewan Pengawal Revolusi terdiri dari 12 pakar hukum. 6 orang ditentukan langsung oleh PR. Sisanya diangkat parlemen. Dua belas pakar bertugas mengontrol norma masyarakat. Menyesuaikan undang-undang (produk parlemen) dengan hukum Islam. Perlu disebut bahwa penghubung dewan pakar dan parlemen, disebut Dewan Penguji. Dewan Penguji bertugas menasehati PR, memiliki 30 personal.
Pakar-pakar paling top yang direkrut Pemimpin Revolusi ini, bermasa jabatan 5 tahun. Disamping itu, Iran juga memiliki berbagai macam pasukan pengamanan, komite revolusioner dan lain sebagainya.
Dari sekian banyak kekuatan sosial politik, namun hanya Presiden Khatami dan pengikutnya yang sungguh sungguh berniat menghidupkan mesin demokrasi. Untuk membebaskan Iran dari belenggu isolasi. "Iran News" memberitakan bahwa 25 juta dari 30 juta lebih pemilih telah menggunakan hak mereka pemilu pekan kemarin. Dikabarkan kemenangan mutlak berada dipihak kubu Khatami. Yang didukung anak muda dan kelompok wanita. Khatami: "Anak muda perlu dikasih hiburan. Kita ‘ndak bisa lagi nyuruh mereka pergi ke mesjid doang." Karena zaman sudah berubah. Nilai nilai luhur Revolusi 20 tahun lalu hendaklah di intepretasikan kembali. Kalau tidak mau kebablasan.
Akankah Khatami berhasil?
Akankah Iran menjadi negara Islam demokratis pertama di dunia?
Kalau demokrasi masih berada dibawah bayang bayang teokrasi? Akankah......?