Berhenti jadi orang Indonesia Untuk jadi manusia
Asep Rukhiyat*
Pramoedya Ananta Toer adalah pengarang kawakan Indonesia yang mempunyai pengakuan Internasional, sebagai bukti dari itu, selain karya-karyanya sudah diterjemahkan dalam berbagai bahasa, perjalanan dia keliling duniapun, beberapa waktu yang lalu mendapatkan sambutan yang luar biasa. Bergitupun ketika dia sempat mengunjungi Berlin, jauh-jauh hari sebelumnya beberapa orang disini sudah mempersiapkan panitia "khusus" dalam rangka menyambut kedatangan sang pengarang ini. Saya sebagai salah satu dari jutaan pengagum karya-karyanya, merasa beruntung bisa berhadapan langsung dan melontarkan beberapa peryataan mengenai beberapa masalah. Dari sekian pertanyaan yang saya ajukan, saya mendapatkan kepuasaan dari jawaban yang diberikan, misalnya, mengapa dia lebih memilih masuk PRD. Dengan singkat dia jawab, "karena anak-anak itu (PRD) masih bersih dari korupsi". Hanya saja ketika saya ajukan pertanyaan kembali "mengapa partai-partai yang bersifat pionir semacam PRD atau PUDI tidak mendapatkan begitu banyak suara dalam PEMILU yang lalu?, jawaban Pram membuat saya sedikit frustasi. "Itulah budaya bangsa Indonesia", jawaban yang singkat ini tidak memberikan sebuah keyakinan, meskipun agak bisa di-benarkan. Berarti keadaan masya-rakat Indo-nesia belum be-gitu be-rubah padahal waktu kita sekarang berada, sudah hampir menginjak tahun 2000.
Pram sangat menekankan bagaimana pentingnya nilai budaya dalam suatu masyarakat, artinya sesuatu yang masih menjadi pegangan hidup, yang tidak mudah untuk dicampakkan begitu saja oleh anggota masyarakat tersebut. Dalam kategori aliran politik, masyarakat seperti ini bisa digolongkan kedalam masyarakat yang "konservativ". Ini bisa kita amati dari hasil pemungutan suara dalam pemilu yang lalu. Selain partainya anak "pahlawan", beberapa partai yang mendapat suara terbanyak adalah partai-partai yang berlandaskan Islam dan Nasionalisme.
Pertanyaan sekarang adalah, apakah konsep-konsep politik yang beraliran konservativ bisa melawan tantangan zaman ?. Seperti kita ketahui bersama istilah-istilah seperti, inovasi, fantasi ataupun eksperimen hanya berlaku untuk ekonomi dan ilmu pengetahuan alam (Natur Wissenschaft), dan dampak dari itu adalah kemajuan dan perubahan yang sangat cepat untuk bidang tersebut. Seseorang yang mempunyai uang/modal tidak perlu lagi merisaukan batasan-batasan yang bersifat nasional, ideologi atau agama, dia bisa kemana saja dan dimana saja menanamkan modalnya selama hal itu dapat memberi keuntungan baginya, begitupun dengan adanya kemajuan teknologi dibidang komunikasi, manusia sudah tidak dibatasi lagi oleh ruang dan waktu.
Salah satu aspek politik yang berperan penting adalah budaya, dan masalah ini hingga sekarang masih tetap tidak bisa melewati batasan-batasan sepereti diatas. Jadi sampai saat ini antara politik disatu fihak dan ekonomi serta teknologi difihak lainnya masih bersifat berlawanan. Yang saya maksudkan dengan politik disini adalah upaya manusia yang beralatkan kekuasaan untuk menciptakan tatanan masyarakat yang ideal; hukum ditegakkan, kesamaan dalam hal memperoleh kesempatan untuk semua anggota masyarakat, perlindungn lingkungan hidup,tegakna humanisme. Inilah tantangan yag sangat besar yang perlu sekali untuk dicermati oleh -manusia di Indonesia.
Sebelum saya lebih jauh "ngelantur", akan saya coba terlebih dahulu untuk memperingkas apa yang sebenarnya hendak saya sampaikan. Hanya ada dua kemungkinan untuk para aktor politik di tanah air dalam rangka mencari legitimasi dari rakyat, yang pertama adalah cara-cara yang paling gampang dan tidak memerlukan pemikiran, mempertahankan matia-matian budaya setelah itu menggunakannya, dan ini berhasil sekali dilakukan oleh Partainya anak "pahlawan". Tanpa harus membeberkan dan memperjelas masalah besar apa saja yang sedang menimpa negara Indonesia (utang negara, pengangguran, pertentangan etnik,kebakaran hutan, korupsi dsb,dsb, akan bisa lebih panjang kalau diteruskan), orang hanya di"janjikan" saja dengan slogan-slogan. Sama halnya dengan apa yang dilakukan oleh partai-partai yang beraliran Islam. Politik yang seharusnya dilakukan saat inadalah politik yang berani, artinya diperlukan kejujuran dalam membeberkan permasalahan bernegara, yang tentunya akan membutuhan sekali banyak pengorbanan entah dalam bentuk materi maupun waktu, dan yang lebih penting dari itu adalah mencari jalan keluar dari masalah-masalah tersebut. Ini harus menjadi tanggung jawab semua anggota masyarakat, bukan hanya para "elite" politik semata. Dan jangan lupa, Indonesia tidak sendirian dimuka bumi ini.
Saya kira, hal ini baru akan bisa terlaksana apabila telah terjadi perubahan "budaya". Kalau Pramoedya mengatakan bahwa dia berhenti jadi orang"jawa", ketika dia menginjak usia 17 tahun, sekarang ini kita harus bisa berani untuk mengatakan "kita berhenti jadi orang Indonesia". Kita harus berani untuk berinnovasi,berfantasi maupun bereksperimen dalam politik. Kemajuan akan bisa kita raih apabila kedua kaki kita sudah bisa berdiri dalam satu zaman (orang Indonesia yang makan Mc Donald dan percaya dengan KI gendheng Pamungkas, contoh ketidak beresan menempatkan kaki). Mempertahankan budaya indonesia saat ini berarti mempertahankan pola fikir tradisional yang tidak rasional, masih percaya dengan "pemerintah yang bertangung jawab", ratu adil, pribumi-nonpribumi, tentara sebagai pembela bangsa, kesatuan Indonesia dsb..dsb. Marilah kita mulai untuk meninggalkan semua itu demi masa depan kemanusiaan yang ada di Indonesia.
Akhirnya saya kutip ucapan seorang teman dari Bali (orang tradisional), "PERUBAHAN MASYARAKAT ITU SULIT, TETAPI PERLU".
(penulisAnggota APII "kebetulan" lahir di Indonesia dan dari suku Sunda yang beragama Islam)