JAKARTA TERNYATA TAK SEPERTI YANG DIKATAKAN ABRI

JAKARTA (SiaR, 7/7/98), Walau ada jaminan keamanan dari ABRI, ternyata belum menjamin keamanan hidup di Jakarta. Aksi premanisme dan tindak kekerasan masih merebak di mana-mana. Bahkan tindakan perkosaan yang mendapat kecaman dari berbagai pihak itu pun masih saja terjadi. Pada Kamis (2/7) lalu, seorang mahasiswi di kawasan Sunter Jakarta Utara diperkosa tiga orang. Selain diperkosa, ia juga dianiaya dan dirampok.

Sedangkan harian Kompas pada 2 Juli melaporkan, di siang hari bolong sehari sebelumnya (1/7), sekelompok pemuda berusia 25-30 tahun berjumlah sekitar enam orang melakukan penggeledahan terhadap penumpang Kopaja 86 jurusan Kota-Lebak Bulus. Mereka naik dari halte bus Permata Hijau melalui pintu depan dan belakang. Dengan membentak-bentak, mereka menanyai penumpang satu persatu perihal dari mana asalnya dan mau kemana. Mereka tetap tidak percaya dengan jawaban lisan dan minta bukti KTP. Namun ketika diperlihatkan KTP, mereka masih memaksa supaya memperlihatkan isi dompetnya. Bahkan mereka menggeledah saku dan tas.

Dengan kasar kelompok pemuda berambut pendek itu menarik tas yang dipangku salah seorang penumpang. Barang-barang yang ada di tas pun diaduk-aduk. Ketika sebagian melakukan aksinya, yang lain berusaha menutupi aktifitas mereka dari penglihatan penumpang lainnya. Begitu pula penumpang yang lain diperlakukan hal yang sama. Jika penumpang tidak memberikan dompet maupun tasnya, mereka mengancam dan mengeluarkan kata-kata kasar. Bahkan seorang penumpang dihantam oleh sang preman ketika tak mau memperlihatkan KTP-nya.

Pada hari yang sama ibu-ibu warga Kelurahan Manggarai Selatan beramai-ramai mendatangi Polda Metro Jaya. Mereka datang ke Polda untuk mengadukan keresahannnya akibat kehadiran preman di sekitar tempat tinggal mereka. Disebutkan, tidak jauh dari perkampungan mereka di Bukit Duri muncul sebuah markas preman yang mengaku kelompok Gemstas (gembel stasiun).

Kelompok preman ini sering melakukan tindakan-tindakan mabuk-mabukan atau membakar ban bekas di depan rumah penduduk. Tak jarang di antara mereka melempari rumah penduduk dengan menggunakan botol berisi minyak, yang juga dilanjutkan dengan aksi-aksi penjarahan. Bahkan mereka tak segan melakukan penyiksaan jika penduduk tidak menuruti permintaan mereka.

Sementara itu di beberapa jalan di wilayah Jakarta telah muncul preman-preman lampu merah. Mereka yang kadang bergaya mabuk sering menawarkan melap kaca mobil-mobil yang sedang berhenti. Setelah melap kaca sekadarnya, mereka minta uang sesuai permintaannya. Bahkan di beberapa tempat, mereka dengan tega menggedor penumpang mobil dan minta uang atau rokok secara paksa.

Di Jakarta, pemerintah tampaknya tengah melakukan perang "PR" untuk menjawab kekuatiran orang akan situasi keamanan ibukota dengan menggelar berbagai acara. Mulai dari pameran mebel di JHCC, Pekan Raya Jakarta hingga sejumlah acara lainnya yang dengan ketat dijaga sepasukan tentara.

Pergelaran Kantata Taqwa Samsara di halaman Parkir Timur Senayan Selasa (6/7) malam yang terpaksa dihentikan akbat kerusuhan, membuktikan bahwa ibukota masih dalam keadaan rawan. Dalam aksi kerusuhan yang berkibat puluhan orang luka-luka dan 15 mobil dirusak di kawasan Sudirman itu diprediksi baru merupakan simpton dari sebuah gejolak besar yang akan muncul akibat terus memburuknya situasi ekonomi. ***

IHCC - Indonesian Huaren Crisis Center Back to Witnesses/News