Warga Tionghoa 'serbu' Kalbar

Artikel ini di ambil dari Bisnis Indonesia, 5 juli 1998 Satu fenomena yg sangat menarik, Apakah Kalbar, tepatnya Singkawang dan Pontianak akan menyusul menjadi kota seperti Hongkong dan Singapore, kota yg maju dan aman. mudah2an saja.

PONTIANAK (Bisnis): Warga keturunan Tionghoa 'menyerbu' Pontianak dan Singkawang, Kalimantan Barat, karena dinilai relatif lebih aman dibanding Jakarta dan kota lain di Indonesia.

Indikasi 'eksodus' warga keturunan Tionghoa itu terlihat sejak meletusnya berbagai kerusuhan yang melanda Jakarta dan Solo 13-15 Mei silam. Hingga Selasa [7 Juli], tiket pesawat untuk jalur penerbangan Jakarta-Pontianak sudah penuh dipesan (fullybook) yang kemungkinan terus berlanjut hingga akhir Juli.

M. Syafi'i Antonio, pengurus Yayasan Karim Oei, menilai gelombang eksodus warga keturunan Tionghoa akan terus mengalir bila masalah pembauran tidak segera diselesaikan dengan suatu konsensus nasional dalam pembagian kue pembangunan.

Menurut Sekretaris Komite Ahli Perbankan Syari'ah pada Bank Indonesia itu, eksodus warga keturunan sejak kerusuhan pertengahan Mei lalu merupakan titik kulminasi akibat miscommunication antara pribumi dan etnis Cina.

"Kita harus mendudukkan permasalahan asimilasi dalam kaitannya dengan seluruh aspek ekonomi, politik, sosial, budaya dan Hankamnas," ujarnya kepada Bisnis, tadi malam. Menurut dia, pembauran tidak mungkin terjadi bila bargaining position tidak seimbang.

Dari sisi ekonomi, menurut Syafi'i, sekarang saatnya saling take and give antara pribumi dan warga keturunan dalam pembagian porsi kepemilikan aset. Misalnya, etnis Cina merelakan porsinya maksimal 30% [kini mendominasi 80% aset nasional], pribumi menerima porsi 40% [kini 20%], sisanya untuk asing.

Sebaliknya, lanjutnya, pribumi hendaknya merelakan kaum keturunan memasuki jajaran militer dan politik, tidak hanya di sektor ekonomi seperti yang terjadi selama ini.

Penuh

Menurut Salam Sutanto, Kakanwil Dephub Kalbar, hampir semua frekuensi penerbangan Jakarta-Pontianak sudah fullybook hingga tanggal 7 Juli jalur itu dilayani Garuda Indonesia tiga kali per hari, Merpati (4 kali sehari) dan Mandala (sekali sehari)

"Untuk penerbangan Jakarta-Pontianak sejak peristiwa kerusuhan 13 Mei, eksodus warga keturunan terus meningkat, ditambah ada liburan sekolah sejak 20 Juni lalu," ujarnya kepada pers, kemarin.

Melonjaknya arus penumpang itu, kata Salam, karena warga keturunan Tionghoa menyatakan keadaan di Pontianak lebih aman. Buktinya, jelasnya, selama bulan Mei hingga sekarang di wilayah itu tidak ada gejolak apapun.

Dia mengakui sebelumnya pernah terjadi keributan antara suku Madura dan suku Dayak namun berhasil diamankan dan kini keadaan sudah pulih. "Kerusuhan itu hanya berbeda pendapat."

Kabupaten Singkawang selama ini mendapat julukan sebagai Hong Kong-nya Indonesia mengingat kota itu berhasil meraih penghargaan kebersihan Adipura dari Pemda Kalbar.

Untuk mengantisipasi arus penumpang ke Pontianak, Pemda Kalbar 1 Juli silam mengadakan rapat koordinasi antar isntansi terkait.

Menurut Lourent Situmorang, Kabid bidang Laut Kanwil Dephub Kalbar, rapat itu diadakan karena memang pernah terjadi masalah dalam hal transportasi. "Khususnya angkutan laut dari Jakarta menuju Pontianak."

Pada 11 Juni lalu, sekitar 1.000 penumpang kapal Lawit yang menuju ke Pontianak dari Pelabuhan Tanjung Priok tidak terangkut. Untuk mengangkutnya, PT Pelayaran Indonesia (Pelni) memutuskan untuk mengirimkan 1.000 penumpang ke Cirebon untuk seterusnya ke Pontianak namun hanya tertampung 600 penumpang. "Sisanya 400 penumpang akhirnya diangkut dengan pesawat Hercules dari Jakarta."

Akibatnya, PT Pelni harus menanggung biaya pemberangkatan 400 penumpang ke Pontianak karena perusahaan itu menyadari pihaknya salah dalam reservasi.

Lourent menambahkan melonjaknya arus penumpang laut sudah terjadi sejak sepekan paskakerusuhan 13 Mei. Bahkan, banyak warga yang mengirimkan mobil bernomor B [Jakarta] ke Pontianak. Pemandangan semacam itu, menurut dia, belum pernah terjadi sebelumnya.

"Setiap harinya ada sekitar 20 mobil asal Jakarta membanjiri Pontianak. Sehingga kemacetan lalu-lintas pun mulai terjadi karena berseliweran mobil-mobil berplat B," ujarnya.

Hal senada diungkapkan Adang rachmat, kepala cabang Pelabuhan Pontianak. Menurut dia, kedatangan mobil asal Jakarta sudah menjadi kegiatan rutin. "Mobil asal Jakarta itu diangkut dengan kapal niaga sekelas Caraka Jaya."

Menurut Lourent, Pemda Kalbar kini telah menyiapkan kemungkinan untuk mengadakan registrasi kembali penduduk Kalbar dengan melibatkan para Bupati.

Dia menambahkan indikasi eksodus warga WNI keturunan cukup besar a.l. semua penumpang baik melalui jalur udara dan laut, 90% merupakan WNI keturunan Tionghoa dan membawa semua anggota keluarganya. "Termasuk dengan barang bawaan yang cukup besar."

Melihat gejala meledaknya angkutan penumpang laut, kata Salam Susanto, Menhub telah meminta PT Pelni untuk memperketat jumlah penumpang kapal laut sesuai kapasitasnya.

"Khusus masa liburan, Dephub telah memberikan dispensai sekitar 30%."

Kapal milik PT Pelni memiliki kapasisitas angkut 1.000 penumpang atau maksimal 1.300 penumpang [dispensasi]. "Tidak dibenarkan mengangkut 2.000 peumpang karena sangat berbahaya," kata Salam.

Gejala eksodus warga keturunan Tionghoa, menurut Lourent, juga terlihat dari sikap Yayasan Bhakti Suci di Pontianak yang membuka layanan hotline untuk memberikan informasi bagi warga yang akan menuju Pontianak.

Yayasan Bhakti Suci, jelasnya, melalui telepon 0561-36980 dan 0811-567-785 siap memberikan informasi dan rekomendasi tempat penginapan yang murah, termasuk pemukiman yang masih kosong berikut harganya.

Umumnya, menurut Lourent, warga dari Jakarta itu memilih tinggal di kabupaten Singkawang [sekitar 3 jam perjalanan dari Pontianak]. Mereka diduga mengincar perkebunan jeruk untuk mengembangkan usahanya. "Kabupaten Singkawang letaknya sangat strategis yaitu hanya dua jam menuju Kuching [Malaysia] atau empat jam menuju Brunei Darusallam."

Bedasarkan data Pemda Kalbar, lanjutnya, membanjirnya kedatangan WNI keturunan telah mendorong harga rumah, baik di Pontianak maupun Singkawang. "Harga jual rumah BTN untuk tipe-36 yang tadinya ditawarkan sekitar Rp 20 juta kini meningkat hingga tiga kali lipat.Selain itu perumahan yang tadinya kosong kini penuh."

Perumahan yang kini mendadak terisi a.l. Perumnas I-II, perumahan Puri Akcaya, Bali Agung, Bali Permai, BTN Teluk Mulus, dan Fajar Permai.

Melihat meningkatnya jumlah penduduk, pengelola pasar swalayan di wilayah itu membatasi pola berbelanja, khususnya untuk susu.(pl/rsf)

IHCC - Indonesian Huaren Crisis Center Back to Witnesses/News