Bernas - Kamis, 09 Juli 1998
Yogya, Bernas
Pemerkosaan terhadap perempuan keturunan Cina tidak hanya terjadi
bersamaan dengan kerusuhan 13-14 Mei di Jakarta, melainkan terus
berlanjut pada masa-masa berikutnya. Kasus terakhir dengan pola
sama, tercatat terjadi pada 20 Juni dan 2 Juli 1998.
Selain itu, tampak pula upaya-upaya untuk membungkam, meneror,
bahkan menghilangkan korban-korban perkosaan itu, agar tidak memberi
kesaksian kepada publik. Salah satu korban, bahkan sempat dicatat
identitasnya dan diintimidasi agar tidak buka mulut.
Fakta ini dikemukakan Koordinator Tim Relawan untuk Kemanusiaan,
Romo Sandyawan Sumardi SJ, yang lebih dikenal dengan panggilan Romo
Sandy, dalam perbincangan terbatas di Universitas Sanata Dharma,
Rabu (8/7). Kepadanya pula, para korban meminta pendam pingan, untuk
meringankan beban jiwanya atas musibah itu.
"Tanggal 2 Juli lalu sekitar pukul 13.00 siang, di Sunter Hijau, ada
seorang gadis mahasiswa Untar, dari suku Tionghoa diperkosa di
tempat kosnya oleh serombongan lelaki berbadan tegap. Waktu itu ia
sedang istirahat siang sendirian. Tapi ia berusaha berontak, dan
bisa melepaskan diri," kata Romo Sandy.
Karena melawan, kawanan lelaki itu menganiayanya. Ia jatuh dari
ranjang, dan perutnya disodok dengan linggis. Akhirnya linggis
disodokkan kembali, sehingga rahimnya cedera. "Kabar terakhir yang
kami dapat, ia mengalami operasi kedua untuk mengangkat rahimnya,"
papar Romo Sandy.
"Kita tak tahu siapa dan bagaimana pelakunya, tetapi cara perkosaan
itu dilakukan mirip sekali dengan kesaksian korban perkosaan tanggal
13-14 Mei di Jakarta. Begitu brutal," ujarnya.
"Yang saudara baca banyak yang keluar dari internet duluan. Sebab
banyak korban yang sudah dievakuasi ke luar negeri. Ada di Hongkong,
Singapura, Eropa, Australia, Amerika. Mereka tersebar di mana-mana,"
tambah Romo Sandy.
Selasa lalu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menegas-
kan, pihaknya yakin telah terjadi perkosaan secara masal,
sistematis, biadab dan keji terhadap para wanita keturunan Cina di
tengah kerusuhan 13-15 Mei di Jakarta. Karena itu Komnas HAM
mendesak aparat keamanan mengusut tuntas dan menindak tegas para
pelaku dan dalang peristiwa itu, (Bernas, 8/7).
Romo Sandy pun menyerukan, pemerintah dan pihak keamanan untuk tidak
menganggap sepi kasus perkosaan masal, kebanyakan menimpa perempuan
Cina itu.
Romo Sandy juga mengutarakan, pihaknya melihat ada upaya-upaya paksa
dari pihak tertentu untuk menghentikan publikasi menyangkut
persoalan ini. Ia mensinyalir upaya paksa dilakukan sebuah kelompok
yang bekerja secara sistematis persis seperti yang terjadi dalam
tragedi 13-14 Mei lalu.
"Selain ada usaha nyata untuk menghentikan munculnya berita-berita
ini, ada juga usaha nyata untuk melanjutkan tindakan teror yang amat
mengerikan dengan perkosaan ini. Maunya apa!" tegas Romo Sandy.
Maka, lanjut Romo Sandy, sangat bisa dipahami kalau para korban
kerusuhan dan perkosaan itu membungkam mulut nya meski sudah banyak
orang berseru, bahkan pemerintah pun secara resmi meminta agar
pelaku kerusuhan itu diusut. Karena, seruan itu ternyata tak diikuti
tindakan apa-apa.
"Tentu para korban ini belajar dari situ, untuk apa mereka bersaksi
kalau tak ada tindakan apa pun. Bukan hanya malu secara publik, tapi
mereka pun terancam," tutur Romo Sandyawan.
Bahkan, kata dia, tampak seperti ada usaha untuk menghilangkan
secara paksa para korban itu. "Terbukti korban yang dilinggis (kasus
Sunter Hijau) didatangi orang tertentu berkali-kali di rumah sakit,"
tandas Romo Sandyawan.
Ia juga menceritakan korban lain yang sempat didampinginya. Gadis
keturunan Cina itu, kata Romo Sandy, digagahi tanggal 20 Juni lalu
setelah 'diculik' dengan menggunakan taksi sebagai kendaraan.
Gadis yang baru lulus dari London Economic of School ini akan
berangkat ke luar negeri untuk bekerja. Tiga hari sebelum pergi, ia
sedang ada keperluan di Jalan Sudirman Jakarta. Sekitar pukul 16.00,
ia naik taksi Royal City untuk pulang.
"Taksi itu seharusnya langsung masuk tol, tapi ternyata tidak.
Ketika ia mencoba protes, mobil dihentikan, lalu dibuka paksa dua
orang berbadan tegap yang kemudian turut masuk ke dalam taksi itu
dan menyekap korban," ujar Romo Sandy menuturkan kembali kisah
korban.
Masih mengutip penuturan korban, Romo Sandy menceritakan, ketiga
lelaki -- termasuk sopir taksi -- itu saling bercerita mengenai
pengalaman mereka di tengah kerusuhan 13-14 Mei dengan membakar dan
memperkosa cewek- cewek amoy.
Malah, kata Romo Sandy mengutip pengakuan korban, satu di antara
lelaki itu menceritakan pernah mengiris alat vital seorang
korbannya.
"Ini adalah teror yang mendalam. Karena sesudah ia dalam taksi
selama dua jam putar-putar, dan selama itu ia disuruh menunduk
dengan kedua tangan di belakang. Kalau lelah dan mendongakkan
kepala, ia dipukul, sampai sebelas kali pukulan," ujarnya mengutip
pengakuan korban.
Wanita itu diturunkan di sebuah kawasan agak di luar pusat
keramaian. Di atas rerumputan, ia digagahi secara bergiliran. "Pukul
02.00 dini hari, ia dinaikkan taksi lalu dibawa melaju, dan di suatu
tempat diturunkan begitu saja," katanya.
Sebelumnya, kata Romo Sandy, ketika di bawah penguasaan para lelaki
itu, seluruh dokumen korban sempat diminta dan dicatat. Bahkan ia
diinterogasi dan diancam. "Kalau melapor, maka ia akan dibunuh dan
keluarganya dibakar," tutur Sandyawan lagi.
"Menurut korban ini, masih ada dua temannya lagi yang kena musibah
dengan modus yang sama, pakai taksi. Bahkan lebih parah, temannya
ini mengalami perdarahan. Ketika ia pergi ke ginekolog, dokter itu
juga sedang menangani pasien yang mengalami kasus sama," ujar Romo
Sandy lagi.
Karena itu, kata Romo Sandy, kalau pemerintah tetap tak responsif
atas penanganan persoalan ini, maka pihaknya akan membawanya ke
tingkat internasional. Ia menilai kasus kekerasan ini sudah begitu
serius, dan ini sangat menghancurkan kredibilitas bangsa Indonesia
di mata internasional.
Dari Jakarta dilaporkan, pemerintah membentuk Tim Perlindungan
Wanita Terhadap Kekerasan. Untuk saat ini tim tersebut
memprioritaskan untuk menanggulangi wanita keturunan Cina yang
mengalami kekerasan dan perkosaan pada 13 dan 14 Mei lalu. Tim ini
diketuai Menteri Negara Peranan Wanita Tuty Alawiyah. (csm/ff)