sajak - sajak peduli bangsa
              ( diambil dari rubrik SIRKUIT harian Republika Minggu )
               


               

              BUDI TUNGGAL RAHAYU



               

              SUARA
               

              Suara.
              suara siapakah yang menerjang-nerjang udara
              mengalahkan panas matahari Dua puluh mei,
              lonceng kebangkitan kembali berdentangan
              dan suara-suara itu menggempur tembok rezim orde baru

              mulut.
              mulut membuka katup bibir
              berteriak lantang mengguncang tanah pertiwi :
              REFORMASI

              dan lagu-lagu perjuangan pun dikibarkan
              seiring darah juang di depan barisan
              spanduk dibentangkan :
              RAKYAT BERSATU TAK BISA DIKALAHKAN

              Suara-suara siapakah yang menderit cemas
              di antara gerbong-gerbong tua kelas ekonomi
              yang sepanjang puluhan tahun
              ditikam deru kereta penindasan
              dipaksa setia menyusuri rel-rel hitam keangkuhan
              sementara rintih ngilu - lengking perih rakyat
              tak pernah sampai ke telinga dewan perwakilan
              hingga suara-suara itu serak digagukan waktu

              Zaman berputar
              roda kesewenangan dihentikan mahasiswa
              dengan darah dan airmata
              dan suara-suara sakit itu menghambur
              dari belukar jiwa berdesing-desing
              menyerang dari segala arah
              menyergap dengan sempurna
              melempar pejabat-pejabat korup
              mencincang-cincang aturan dan
              membongkar tirani

              Suara-suara siapakah yang terdengar
              makin pedih bergerombol bagai prahara
              memecah gelombang massa
              meretas rantai-rantai ketakadilan yang membumi
              disetiap sudut hati penguasa
              mestinya pejabat-pejabat negara itu
              dengar dan celikkan mata
              agar tidak buta terhadap luka bangsa sendiri

              Sesungguhnya suara-suara yang ditohok duri kapitalisme
              adalah suara Tuhan yang telah lama disepuh peradaban sekarat
              diperdengarkan lewat tenggorok-tenggorok kering
              RAKYAT
               

              Semarang, Mei 1998
               

              juni - 1999