sajak - sajak peduli bangsa
          ( diambil dari rubrik SIRKUIT harian Republika Minggu )
           


           

          IYUT  FITRA
           

            



           

          BAGI PARA DEMONSTRAN
           

          kemaren masih kulihat kau
          menciumi bunga-bunga yang mati*),
          luka bangsa yang kekeringan air mata karena selalu saja janji,
          bertumpah ruah menggerogoti ruang-ruang kosong,
          sedangkan betapa kita damba lagu-lagu
          kenyataan dari segala omong kosong itu
          bila impian hanya membentur dinding-dinding ketidakpastian
          bila diskusi hanya sekadar membungkam segala aspirasi
          dan keterbukaan tak lebih dari kedok itu sendiri
          maka dengan tulus segeralah berangkat
          sebab bagi kebenaran tak ada kata-kata untuk diam
          tiga, lima, sepuluh mungkin seratus jantung lagi yang akan terkapar,
          kenang dan kuburlah risau mereka
          taburkan kembang-kembang kegembiraan
          bagi hati yang sekarat hingga sampai saat menangis,
          menangis kita sepanjang jalan
          berkabung terhadap hati nurani yang terinjak dan dilecehkan
          mendukai hilangnya sesuatu yang mestinya milik kita
          atau menjeritkan ratap sebagai ungkapan atas segala korban
          lalu marilah kita pestai semua kekalahan ini
          dengan peluru-peluru karet, gas air mata, pentungan listrik
          bahkan suara letusan dan darah,
          dan darah kita kalungkan semua pada saudara kita
          yang luka kemaren
          masih kulihat kau menciumi bunga-bunga yang mati,
          mungkin gugur atas nama cinta hari ini
          dengan puisiku
          marilah berangkat ke jalan,
          ke ruang-ruang terbukanya pikiran
          sebab impian tak ada lagi di kantor-kantor
          di gedung-gedung atau di meja-meja perundingan
          dengan puisiku
          tak akan ada pembakaran dengan puisiku
          tak akan ada kekerasan dengan puisiku
          yang ada hanyalah perjuangan
          perjuangan!
           

          payakumbuh, Mei 1998
          *) dikutip dari ade yolfi
           



           

          juni - 1999