sajak-sajak peduli bangsa
              ( diambil dari rubrik SIRKUIT harian Republika Minggu )
               


               

              KURNIA  EFFENDI


 
          MY  PEOPLE
           

          ''Happy new day, my people.''
          Kukecup kening dingin, hampir berair
          Ada keluarga cacing berencana datang menghampiri
          Setelah lalat-lalat itu
          Cahaya pun menyempit menjadi garis
          Sebelum akhirnya jatuh kelam
          Hitam seperti gedung yang hangus terbakar
          Lengkap dengan bau sampah yang menyengat
          Dan buih deterjen tak mengalir
          (Buntu di ujung pintu, seperti politik negeri ini, beberapa waktu lalu)
           
          ''Happy new day, my people.''
          Bukankah seharusnya kunyalakan lilin kemenangan?
          Dan menyantap hidangan pesta dengan menu rezim baru
          Tapi, sudahlah: ini kesedihan 'kecil'
          Yang lain telah bertimbun, tak tertulis namanya,
          berbaris ke nirwana, beberapa waktu lalu
          Lapar penghabisan telah menjadi kendaraan bagi mereka
          Bisa saja berangkat dari Irian Jaya, Palembang, Sukabumi
          Atau sudut-sudut sunyi sebuah kota raya
          Atau lewat jalan api:
          terpanggang karena ingin menghindar dari lapar struktural
          Airmata telah menghayutkan bekas kehidupannya

          ''Happy new day, my people.''
           

          1998

           

                JANJI
                 

                Suatu hari saya akan datang padamu
                dengan raut muka ramping
                berucap lembut dan tatapan lunak
                Sebelum berubah pikiran.
                Tentu

                Kami tak akan bicara banyak
                setelah letih berdiri dalam antrian panjang
                untuk mendapatkan seliter beras dan minyak.
                Tak akan!
                Bahkan hendak berhemat kata, karena suara serak,
                sehabis teriak di depan kantor tenaga kerja.
                Kami tiba-tiba tidak mengerti
                mengenai tata-krama menyampaikan aspirasi.
                Kami mendadak pandai mencaci-maki.
                Tapi dengarlah tangis bayi kami,
                ketika susu seolah menghilang dari muka bumi.

                Namun kami cukup tenteram,
                karena para pemimpin masih memberi senyum
                setiap tampil di televisi.
                Sehingga kami ramai-ramai menyumbang emas
                keringat-airmata-darah kami.
                Dan wajib saling bahu-membahu
                untuk mengenal betul siapa lawan sesungguhnya.
                Ya.
                Tak seharusnya kami kehilangan akal.

                Suatu hari saya akan datang padamu
                dengan gairah yang meletup-letup:
                bagai ribuan sirip api dan riuh bunyi gemerincing:
                mirip rantai pada kedua kaki
                 

                1998
                 
                 



           
           

          juni - 1999