sajak - sajak peduli bangsa
            ( diambil dari rubrik SIRKUIT harian Republika Minggu )
             


             
             

            OTTO  SUKANTO  CR
             



             
             

            DIALEKTIKA SEDERHANA

             
            sekian kali,
            anakku jatuh bangun belajar berdiri
            tangannya menggapai-gapai gambar kaligrafi
            yang terpajang terlalu tinggi

            demikian negeri kami
            sekian kali jatuh bangun belajar berdiri
            tersandung nepotisme-kolusi-korupsi
            tangannya menggapai-gapai
            mengatasi krisis ekonomi dan sembelit utang luar negeri
            menjerat leher sendiri

            sekian kali, anakku belajar berkata mengeja pa pa ma ma
            tangannya menggenggam pensil mencoba menulis alif ba ta, doa

            demikian negeri kami
            sekian kali belajar mengeja pa pa pa
            Pancasila, tangannya menggenggam pensil
            mencoba menulis sesanti : adil makmur sejahtera

            kerna basah celana, anakku menjerit tengah malam
            mulutnya komat-kamit  mita susuan
            kerna melambung harga
            rakyat menjerit ngigau tengah malam
            mulutnya komat-kamit, basah dendam dan harapan
            kembalinya tentram damai dan kepercayaan

            sekian kali anakku belajar bismikallahuma doa
            tangannya diangkat menggapai-gapai udara
            demikian bapaknya
            belum selesai mengeja kata pe ha ka
            tangannya menggenggam uang pesangon
            yang tak seberapa

            bagi anakku
            menangis berkata dan berdoa, sama saja
            derita bahagia, tak beda
            ia terus meronta dan belajar bicara sekenanya
            dan begitulah bapaknya
            di sel penjara,
            bogem mentah popor sepatu lars, sama nikmatnya
            ia hanya meronta dan berusaha berkata
            harga diri, kebenaran ditegakkan, sekenanya !

            anakku memang baru bisa tertawa dan menangis
            bapak-bapakku memang tetap tertawa dalam krisis
            berdikari : berdiri di atas - bangkai - kawan sendiri

            takut jaman edan
            anakku minta pulang ke rahim lagi
            ibunya pusing tujuh keliling
            demikian ibu pertiwi
            guling koming, mengembalikan janji ke haribaan semesta

            dan betapa terkejutnya aku
            anakku telah bisa menggambar ular sanca
            menelan ekornya !
             

            yogyakarta, 1997
             



             

                   PANORAMA 1998
             

                   kubaca huruf-huruf, pamlet, lenguh-gerah,
                   sepatu lars dan sejarah.

                   kubaca, kalkulasi jiwa-jiwa error dan kematian
                   orang-orang yang terampas, kandas dan terhempas
                   makna diri dan kemanusiaannya

                   kubaca, senapan dan pentungan, laksana tongkat Musa
                   membelah lautan -- masa -- hitam, menjadi jembatan bagi tahta
                   melenggang-lenggok mempesona.

               
                   kubaca, gas air mata dan air mata beraduk jadi ideologi
                   kutbah para peri dan setan di atas mimbar tahta-uang-prahara
                   status para pangeran dipertahankan.

                   kubaca, air susu menetes jadi cairan timah hitam,
                   jadi darah, jadi dendam, jadi gading, jadi puing,
                   jadi santapan dan umpatan anjing.

                   kubaca, nafsu yang tegak, jadi relief tugu pahlawan

                   kubaca, anak-anak yang lupa, tak berani mengenali dirinya
                   setelah pulang dari medan juang.

                   kubaca hingga memutih mata. menunggu kabarmu
                   : Jakarta!
             

                   yogyakarta, 1998
             



             

            juni - 1999