sajak - sajak peduli bangsa
          ( diambil dari rubrik SIRKUIT harian Republika Minggu )
           


           
           

          PRIJONO  TJIPTOHERIJANTO
           



           
           

          KETIKA SEORANG PRESIDEN BERHENTI TIBA-TIBA
           
           

          Ketika seorang presiden berhenti tiba-tiba
          maka segenap warga  kota dan masyarakat biasa tertegun,
          terperanjat, kehabisan kata-kata tanpa bisa berbicara
          semua bertanya-tanya dalam hati sendiri :
          ini tanda-tanda apa?

          bapak-bapak menteri dan ibu-ibu pejabat
          tukang gado-gado dan abang-abang bajaj
          bahkan para gelandangan,
          para pengangguran disetiap pelosok kota
          mencatat dalam hati mereka :

          seorang pemimpin
          yang telah sedemikian lama berkuasa
          tiba-tiba saja meninggalkan kita !

          dan keesokan harinya
          ketika sebagian masyarakat bersuka cita
          dan sebagian lagi masih bersedih,
          nurani yang teluka,
          koran-koran memuat berita di halaman depan
          telah terpilih seorang pengganti
          meskipun tidak murni seperti suara hati
          lahir dari keterpaksaan,
          kekuasaan semu yang berasal dari kurangnya pilihan
          maka para menteri pun yang kemarin masih bersatu
          dalam kebimbangan tiba-tiba saling menjelekkan,
          saling berebut nama untuk menawarkan diri
          menjadi presiden dalam kancah pemilihan yang tidak terlalu lama
          ibu-ibu pejabat serta istri orang-orang berkuasa
          pergi ke dukun dan ahli nujum
          agar suami mereka berpeluang menjadi kepala negara
          para panglima segera menyiapkan balatentara
          untuk kemungkinan bisa berkuasa
          dalam suasana limbung,
          suasana tanpa arah
          tanpa visi dan tanpa strategi terencana

          hanya penjual gado-gado,
          abang bajaj
          para pelacur,
          para gelandangan
          dan kaum papa,
          serta seluruh rakyat biasa negeri itu
          yang tidak pernah punya kesempatan untuk berbicara,
          menyampaikan keinginan
          masih prihatin akibat kerusuhan, penjarahan dan perkosaan
          yang mengatasnamakan demokrasi, reformasi
          dan perlawanan terhadap suatu kemapanan
          mereka tidak punya waktu
          untuk memikirkan kedudukan,
          memimpikan pangkat ataupun jabatan
          sebab dalam kehidupan mereka yang sederhana
          siapapun presiden akan diterima
          asalkan siap berlaku adil dan bijaksana
          mereka yang tidak pernah bertanya
          siapakah masinis, pengemudi kereta,
          selama tujuan jelas dan perjalanan bersama
          yang dilakukan sampai di stasiun
          yang memang telah ditetapkan
           
           

          Ciputat, Juni 1997
           



           

          juni - 1999