sajak - sajak peduli bangsa
              ( diambil dari rubrik SIRKUIT harian Republika Minggu )
               


               

              SUTAN  IWAN  SOEKRI  MUNAF
               



               

              GUSAR SIANG HARI
               

              Aku.
              Kilat marah:
              Mata liar 210 juta rakyat
              melihat negeri ini dicabik-cabik
              dan sejumlah anak negeri ditembak atau terbakar;
              dijadikan mainan kekuasaan
              di antara sepatu boot dan seribu janji politik:
              Mulut kami dibuat tak bersuara!

              Aku.
              Gelegak resah:
              Mata marah mahasiswa
              denyut jantung rakyat yang sakit
              karena harkat diinjak-injak
              dan teror tercipta di mana-mana!

              Kau.
              Buta tuli:
              Sendiri.
              Buka utang ke mana-mana
              dengan menggadaikan negeri ini.

              Kemudian rakyat menderita
              dan harus membayarnya.
              Raung 210 juta rakyat akan diredam
              lewat barisan seragam loreng dan tank-tank!

              Mahasiswa.
              Adik-adik kami.
              Buka mata pasang telinga:
              Kibaran harga-harga melambung-lambung.
              Enggan turun dan harga keringat rakyat
              semakin tak berarti di negeri ini.
              210 juta rakyat menggelepar.
              Eh, kau masih senyum ramah
              dengan wajah tanpa dosa
              mengeksekusi setiap orang di antara kami
              yang berani berseberangan angkat bicara!

              Mahasiswa.
              Adik-adik kami.
              Membaca dan merasa:
              Negeri ini semakin papa.

              Hutan terbakar di mana-mana.
              Minyak bumi dan barang tambang semakin terkeduk,
              lantas masuk ke saku-saku tertentu.
              Eh, kunyah mulutmu masih penuh bau retorika
              dan menutup 210 juta pasang mata,
              lantas semakin jadi kuda beban
              dengan tak sanggup lagi merintih.

              Aku dan mahasiswa
              dan 210 juta rakyat.
              Kami:
              Semakin jauh darimu
              seperti matahari dengan hati!

              Kami.
              Menyimpan resah gelegak 210 juta anak negeri
              yang kau bayar dengan bahasa darah,
              tembakan senjata dan membuka pintu sel lebar-lebar.

              Tidak!

              Kami punya tangan.
              Kami punya cakar.
              Kami menggelinding bersama.

              Kau masih punya nyali?
               

              Jakarta, 21 Mei 1998
               



               

              juni - 1999