ANTARA, 03/07/07 19:20
Bila Para Jenderal Bertengkar Soal "Tarian Liar"
Oleh Arnaz Ferial Firman
Jakarta (ANTARA News) - Para pejabat pemerintah baik sipil maupun militer agaknya
kini mempunyai "hobi baru", yaitu perang mulut secara terbuka di depan publik.
Padahal, di masa lalu tabiat seperti itu tidak pernah muncul ke permukaan.
Ketika Yusril Ihza Mahendra masih menjadi Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg),
pendiri Partai Bulan Bintang (PBB) itu juga pernah ribut dengan Ketua Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), Taufiquerrahman Ruki.
Yusril saat itu mempertanyakan proses pengadaan peralatan sadap yang dilakukan
KPK. Sementara itu, Ruki mempersalahkan Yusril tentang proses pengadaan sidik
jari saat menjadi Menteri Hukum dan Perundang-undangan.
Kini sikap kedua tokoh sipil itu agaknya ditiru oleh pimpinan militer, yakni antara
Kepala Badan Intelejen Negara(BIN), Syamsir Siregar, dengan Panglima Tentara
Nasional Indonesia (TNI), Marsekal TNI Djoko Suyanto, mengenai munculnya
penyusupan oleh simpatisan kelompok separatis Republik Maluku Selatan(RMS) di
depan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Ambon, pada hari Jumat (29/6)
bertepatan dengan acara puncak Hari Keluarga Nasional (Harganas).
Saat itu sekira 20 pemuda Maluku muncul mendadak di depan Yudhoyono untuk
seolah-olah membawakan tarian cakalele, padahal mereka sambil membawa tombak
tajam ingin membentangkan spanduk dan bendera RMS.
Semula banyak hadirin yang mengira bahwa kehadiran puluhan pemuda saat
Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu membacakan laporannya itu adalah bagian
dari acara resmi, apalagi sebelum Ralahalu berpidato sudah ditampilkan sebuah
tarian adat Maluku.
Tiba-tiba, panitia Harganas serta petugas keamanan baik dari TNI maupun Polri baru
sadar bahwa telah terjadi hal yang tidak beres, sehingga beberapa petugas polisi
Kepolisian Daerah (Polda) Maluku dan panitia segera turun ke Lapangan Merdeka
untuk mengusir para penyusup tersebut.
Akibatnya, sampai sekarang ada sekira 30 pemuda Ambon dan sekitarnya masih
ditahan Polda Maluku.
Ketika menyaksikan "tarian liar" tersebut, Menko Polhukam Widodo Adi Sucipto
langsung berbisik-bisik dengan Presiden Yudhoyono dan kemudian turun dari
panggung kehormatan.
Sementara itu, Kepala BIN Syamsir Siregar yang pernah menjadi Kepala Badan
Intelejen dan Strategis (BAIS) Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (Mabes TNI)
juga langsung mencari penanggung jawab keamanan pada acara tingkat nasional itu,
yang juga dihadiri sejumlah duta besar dan diplomat negara-negara sahabat.
"Mana panglima, mana panglima," kata Syamsir Siregar, yang juga pernah menjadi
Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) II Siliwangi di kawasan Jawa Barat dan
Banten tersebut.
Akhirnya, penanganan pemunculan para simpatisan RMS itu ditangani langsung
Menko Polhukam, Kepala BIN, Pangdam XVI Pattimura, Mayjen TNI Sudarmaidy
Soebandi, serta Kapolda Maluku, Brigjen Polisi Guntur Gatot Setyawan.
Bahkan, Mabes TNI telah mengirim tim ke Ambon untuk menyelidiki mengapa sampai
bisa terjadi penyusupan pada acara yang langsung dihadiri Kepala Negara dan Ibu Ani
Yudhoyono.
"Kami mengakui memang telah terjadi kelalaian," kata Panglima TNI, Djoko Suyanto,
dalam jumpa pers di Jakarta pada 30 Juni 2007, setelah membahas masalah itu
dengan Kapolri, Jenderal Polisi Sutanto.
"Kejadian ini sangat mempermalukan beliau (Presiden)," kata Djoko. Ia berjanji akan
mengambil tindakan tegas terhadap anak buahnya yang bertanggung jawab
mengamankan kunjungan kerja dua hari Kepala Negara.
Ia menegaskan bahwa akan ada pemberian sanksi mulai dari bentuk teguran hingga
mutasi atau memindahkan jabatan orang-orang yang dianggap bersalah itu.
Sementara itu, Presiden sendiri setelah menyaksikan adegan aneh itu langsung
mengatakan kepada ribuan penonton di Ambon, "Saya minta dilakukan investigasi".
Yudhoyono yang juga pernah menjadi Menko Polkam mengatakan, para penari liar itu
harus mendapat hukuman mulai dari sanksi moral dan sosial hingga tindakan hukum.
Sementara itu, pada hari Minggu (1/7) di Jakarta, seorang staf khusus Kepala BIN
mendadak mengadakan jumpa pers tentang masalah "tarian liar" tersebut.
"Jangan intelejen dan BIN yang dipersalahkan," kata Staf Khusus Kepala BIN, Janzi
Sofyan, dalam jumpa pers yang merupakan kegiatan pertemuan tak lazim yang
dilakukan oleh sebuah lembaga intelejen di Tanah Air, bahkan juga di negara-negara
lain.
Janzi mengatakan, petugas BIN di lapangan telah menemukan indikasi bahwa akan
terjadi kegiatan liar yang dilakukan oleh para simpatisan RMS, dan temuan itu sudah
disampaikan kepada para penanggung jawab keamanan mulai dari Kodam Pattimura,
Polda Maluku hingga anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).
Setelah mengetahui adanya komentar dari pembantu Syamsir Siregar itu, maka pada
hari yang sama, Panglima TNI Djoko Suyanto langsung mengeluarkan reaksinya.
"Dari pada kita saling menyalahkan, maka lebih baik kita bersatu dan memfokuskan
diri pada aksi separatis RMS," kata mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (Kasau)
tersebut.
Djoko juga mengemukakan, "Kalau kita saling menyalahkan, maka kita akan hancur
sendiri".
"Perang mulut" di antara kedua pejabat instansi strategis itu merupakan hal yang
menarik karena merupakan hal yang sangat tidak lazim di antara para pejabat militer
dan purnawirawan yang masih sama-sama mengabdi dalam instansinya
masing-masing.
Keterangan Janzi Sofyan itu agaknya membuka rahasia bahwa BAIS yang Lembaga
Pemerintah Non-Departemen (LPND) itu memiliki kantor perwakilan di ibu kota
Provinsi Maluku tersebut.
Sekalipun tidak menyebut-nyebut nama, akhirnya banyak orang, terutama yang
berada di Maluku tahu bahwa di sana ada yang namanya, "Kepala Kantor Pusat BIN
Wilayah Ambon".
Bagi simpatisan RMS, pasti tidak akan sulit untuk mencari kantor atau petugas BIN
yang ditempatkan di Ambon tersebut.
Pengungkapan rahasia ini kembali mengingatkan orang terhadap istilah "Intel
Melayu", yaitu kalangan intel yang seharusnya menyembunyikan identitas atau jati
dirinya malahan justru memamerkan atau menonjol-nonjolkan jabatannya atau
posisinya atau senjatanya kepada orang yang seharusnya tidak perlu tahu jati dirinya.
Ketika beberapa bulan lalu mengomentari keributan antara Yusril dengan Ruki,
Presiden Yudhoyono sambil bergurau mengatakan kepada pers di kantornya bahwa
persoalan itu telah diselesaikan secara "adat".
Kini agaknya tidak ada salahnya atau patut dimaklumi jika Yudhoyono yang juga
purnawirawan TNI menegur atau bahkan memarahi baik Djoko Suyanto maupun
Syamsir Siregar, agar tidak "mengumbar pendapat berseteru" lagi di depan publik
secara langsung maupun tidak langsung. (*)
COPYRIGHT © 2007 ANTARA
|