Cenderawasih Pos, 02 Juli 2007 05:22:59
Gubernur Ralahalu Siap Diperiksa
Soal Pembentangan Bendera RMS di Ambon
AMBON- Gubernur Maluku, Karel Albert Ralahalu tampak lesu. Dalam penjelasannya
kepada sejumlah wartawan di kediaman Gubernuran Mangga Dua, Ambon, siang
kemarin, mantan Kasdam XVII/Trikora itu, tidak menampakkan wajah yang gembira.
Begitupun suasana di lingkungan gubernuran tampak sepi.
Beberapa wartawan yang menanyakan seputar insiden pembentangan bendera
separatis Republik Maluku Selatan (RMS) pada acara Harganas XIV, di Lapangan
Merdeka, di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Jumat, lalu, terlihat lesu.
Meski demikian ketika menjawab soal bagaimana kesiapannya terkait rencana
pemeriksaan dirinya, Ralahalu dengan tegar mengatakan, ''Silakan kalau diperiksa.
Saya siap,'' ujarnya.
Dalam penjelasannya, kemarin, Ralahalu hanya didampingi seorang ajudan. Ralahalu
tampak dikerubuni oleh sekitar 10 wartawan cetak dan elektronik. Beberapa kali dia
berdiri memasuki kamar pribadi mengambil dokumen. Beberapa saat kemudian
menyusul beberapa pejabat teras Pemda Maluku untuk mendampingi Ralahalu.
Sebagaimana Ralahalu, kelima pejabat teras itu juga terlihat tidak bersemangat.
Mereka adalah Sekda Maluku Ir Said Assegaf, Kepala Badan Pemberdayaan
Masyarakat (BPMD), Karo Humas Anton Lekahena, Kepala Biro Kepegawaian
Muhammad Saleh Thio dan Kepala Bappeda dr Ristianto Sugiono. Kepada wartawan,
Ralahalu baik secara pribadi maupun selaku Gubernur dan Kepala Daerah Maluku
mengaku insiden di Lapangan Merdeka itu sangat memalukan.
''Ini sangat memalukan masyarakat Maluku, bangsa dan negara. Karena itu, saya
mengajak masyarakat dan semua komponen yang ada di Maluku untuk
bersama-sama mari kita memberantas gerakan separatis di Maluku,'' ujarnya.
Dia mengatakan, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah menjadi harga
mati, karena itu tidak pada tempatnya separatis harus tumbuh di Maluku. ''NKRI
sudah harga mati, karena itu tidak pada tempatnya ada negara di atas negara. Itu
harus diberantas,'' ujar Ralahalu.
Karena itu terhadap mereka yang terlibat pada saat pembentangan bendera separatis
RMS, maupun oknum aparat termasuk PNS dalam lingkungan Pemda Maluku harus
dilakukan penyidikan, penyelidikan sampai dengan penuntutan sesuai hukum, aturan
dan perundang-undangan yang berlaku. ''Sebagai gubernur, saya sekali lagi
mengatakan siap untuk diperiksa. Begitupun jajaran Pemda Maluku yang diduga
terlibat, harus dimintai keterangan bahkan sampai pada penuntutan jika mereka
terlibat,'' ujarnya.
Ditanya soal siapa yang harus bertanggungjawab, Ralahalu mengatakan soal
pengamanan menjadi tanggungjawab aparat keamanan. ''Jadi, silakan Anda tanya ke
Panglima dan Kapolda. Sebab, dari semua laporan acara kegiatan tidak ada
perubahan. Tarian cakalele tidak ada dalam agenda, kok tiba-tiba bisa masuk dalam
lapangan. Apalagi saat itu saya sedang membawa kata sambutan,'' ujarnya.
Menurutnya, dua jam sebelum acara dimulai sudah dilakukan pengecekan dan clear.
Jadi, semua yang dilakukan sudah sesuai agenda. ''Karena itu, harus ditelusuri
bagaimana sehingga ada penyusupan,'' ujarnya.
Sementara itu, terkait dugaan keterlibatan Raja Hutumury, Kota Ambon, Ferdinan
Waas dan salah seorang guru SD di Desa Aboru, Kabupaten Maluku Tengah
(Malteng) Johan Teterisa alias Yoyo terkait insiden itu, Ralahalu mengatakan akan
segera dinonaktifkan. ''Saya akan berkoordinasi dengan Walikota Ambon dan Bupati
Malteng untuk segera mengnonaktifkan yang bersangkutan. Bahkan kalau diproses
dan terbukti terlibat yang bersangkutan harus dipecat sebagai PNS,'' ujarnya.
BIN Salahkan Polri
Sementara itu, Badan Intelijen Negara akhirnya angkat bicara terkait kasus
penyusupan RMS di Ambon.Kepala BIN Syamsir Siregar tampaknya tak terima
dikatakan lalai. Instansi yang bermarkas di Pejaten itu ganti melempar kesalahan
pada Polri sebagai penanggungjawab ring tiga.
"Justru mereka ( Polri, red) yang harus dipertanyakan. Kenapa kok tiba-tiba bisa
masuk ? Ini kesalahan besar," ujar Staf Khusus Kepala BIN Janzi Sofyan pada
wartawan di sebuah restoran di kawasan Jakarta Selatan, kemarin. Orang
kepercayaan Syamsir itu menegaskan, dalam prosedur keamanan kunjungan
presiden, terdapat tiga lapis pengamanan. Ring satu menjadi tanggung jawab
Paspampres, ring dua jadi tanggung jawab TNI. Sedangkan ring tiga menjadi wilayah
Polri.
"Kok malah menilai intelijen lalai, awalnya Bapak (Syamsir, red) ingin diam saja, tapi
setelah ada pernyataan Panglima dan Kapolri kemarin (Sabtu) kami harus bicara,
karena teman-teman di lapangan itu bekerja siang malam, jarang tidur," kata pria
yang kemarin mengenakan kaos dan jaket kulit warna coklat itu.
Sabtu lalu, pada wartawan di Kantor Menkopolhukam, Panglima TNI Marsekal Djoko
Suyanto dan Kapolri Jenderal Pol Sutanto mengakui kerja intelijen lalai. "Itu berarti
ada underestimate. Mereka tidak memprediksi bahwa akan terjadi semacam itu," ujar
Kapolri saat itu.
BIN, kata Sofyan, membantah keras anggapan deteksi dini gagal dilakukan.
Sebaliknya, komunitas telik sandi menilai ada kesalahan internal yang sangat fatal di
tubuh aparat kepolisian yang berjaga di pintu masuk lapangan. Hal itu menunjukkan
tidak ada koordinasi antara bagian keamanan dengan panitia acara. "Apa semua
anak buah pak Tanto (Kapolri Jendral Pol Sutanto, red) di Ambon itu merah putih. Itu
juga harus dideteksi dan diselidiki,"katanya.
Intelijen juga sudah tahu kalau ada rapat-rapat yang dihelat oleh aktivis RMS. Tapi
kenapa tidak ditangkap ? "Kewenangan kami apa, kami hanya memberikan warning,
kami tidak bisa menangkap atau memanggil orang, justru polisi yang punya
kemampuan untuk meringkus dan dilindungi Undang-Undang," kata Sofyan.
Sebelum RI-1 datang, sudah diadakan rapat koordinasi akhir. Sayang, dia lupa
tanggal pastinya. "Mensesneg hadir di sana, rapat diikuti Gubernur, Pangdam,
Kapolda dan Kepala Pos Wilayah BIN Maluku," katanya.
Saat itu, agen BIN di lapangan sudah menemukan indikasi tiga ancaman yang
menghadang SBY. "Pertama, pengibaran bendera, itu untuk menunjukkan eksistensi
RMS, lalu masalah pengungsi konflik Ambon yang belum tuntas,"katanya. Ancaman
yang ketiga, kemungkinan dari aktivis lingkungan hidup radikal yang kecewa dengan
kebijakan ekologi pemerintah.
Rapat tersebut, kata Sofyan, juga diikuti oleh unsur intelijen dari Kodam dan Polda
yang masing-masing berpangkat kolonel dan komisaris besar polisi. "Pada level rapat
yang dipimpin Menkopolhukam, Kepala BIN juga telah memaparkan tiga informasi
penting itu," katanya.
Berarti siapa yang harus diganti ? BIN, kata Sofyan, tidak berkepentingan pada hal
itu. "Yang jelas, ada juga keterlibatan aparat pemda, terutama menjelang pilkada, ada
unsur persaingan politik juga antara wakil gubernur dan gubernurnya sendiri,"
katanya.
Apakah Kepala Pos BIN Maluku akan dievaluasi secara internal? "Tentu saja, itu
sebagai bentuk pertanggungjawaban Bapak (Syamsir, red) pada Presiden," katanya.
Namun, Sofyan buru-buru menjelaskan bahwa Kepala Pos Wilayah BIN Maluku juga
dikoordinasikan oleh Gubernur. "Itu sudah jadi bagian sistem intelijen daerah,
koordinator forum intelijen dipimpin oleh gubernur, anggotanya melingkupi unsur TNI,
Kejaksaan dan Polri juga," kata Sofyan.
Kepala BIN sendiri, kata dia, siap untuk diganti kapan saja. "Dari dulu Bapak siap,
yang penting demi kepentingan negara," katanya. Syamsir, kata Sofyan, hanya
menyayangkan pernyataan Panglima yang dilihat di televisi. "Sangat tidak elok
menyalahkan intelijen," katanya menirukan reaksi Syamsir saat menyaksikan
pernyataan Panglima.
BIN menyebut Mensesneg Hatta Rajadsa sudah tahu sebelumnya. Benarkah ? Saat
dikonfirmasi melalui telepon genggamnya, menteri asal PAN itu tidak merespon.
Wakil Ketua Komisi III (bidang Hukum) DPR Suripto menyambut baik klarifikasi BIN.
"Kalau tidak ada penjelasan apa yang telah dilakukan, masyarakat akan menilai
intelijen benar-benar tidur," kata mantan anggota Bakin tersebut. (dib/jpnn)
All Rights Reserved 2004. Cenderawasihpos.com
|