GATRA, Poso, 3 Juli 2007 01:06
Warga Poso Beda Tafsir Soal Isi Deklarasi Malino
Deklarasi Malino yang dicetuskan Desember 2001 mampu meredam koflik terbuka
antardua komunitas yang terlibat pertikaian di Poso sejak 1998, namun sampai saat
ini masih menyisahkan permasalahan menyusul adanya perbedaan tafsir terhadap
dua dari 10 butir kesepakatan.
Asisten Deputi Informasi dan Komunikasi Kementerian Koordinator Politik Hukum dan
Keamanan, Sunaryo, di Palu, Senin (2/7_, mengatakan permasalahan yang terjadi
setelah Deklarasi Malino yaitu adanya perbedaan tafsir butir kedua dan kelima.
Butir kedua mewajibkan semua pihak menghormati proses hukum, dan butir kelima
berisi kesepakatan untuk saling memaafkan satu sama lain demi kerukunan hidup
bersama.
"Kenyataannya masih ada kelompok yang merasa terjadi ketidakadilan dalam
penanganan masalah Poso," kata Sunaryo dalam seminar nasional evaluasi
kebijakan penanganan Poso.
Ia mengatakan, komunitas Muslim Tanah Runtuh dan keluarga korban merasa
diperlakukan tidak adil bila pelaku pembunuhan kilo sembilan (lokasi pesantren
Walisongo), Buyung Katedo dan lain-lain, tidak diproses secara hukum.
Sementara komunitas Kristen (Gereja Kristen Sulteng) juga merasa tidak adil bila
tuntutan tersebut dipenuhi tanpa proses hukum yang sama terhadap pelaku
pembunuhan dan pembakaran rumah ibadah ummat Nasrani yang terjadi sebelum
kasus Kilo Sembilan dan Buyung Katedo.
"Dengan kondisi seperti ini, semua pihak dengan difasilitasi oleh pemerintah berdialog
untuk memilih opsi, konsep hukum apa yang adil bagi semua pihak, (ataukah ada
--Red) amnesti atau abolisi," katanya.
Lebih lanjut Sunaryo mengatakan, pengembalian hak keperdataan para pengungsi
(Butir Tujuh Deklarasi Malino) belum tuntas. Hak kepemilikan berupa rumah, tanah,
dan kebun yang selama ditinggal mengungsi digarap atau ditempati orang lain yang
tidak seagama.
"Hal ini mesti segera diselesaikan sebab menjadi benih konflik yang setiap saat dapat
meledak," ujar dia.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Pokja Deklarasi Malino Poso, Yahya
Mangun, mengatakan tiga persoalan mendasar yang mesti segera dibenahi, yakni
pemulihan ekonomi, pemeliharaan keamanan yang kondusif, dan memulihkan trauma
korban konflik.
"Ketiga masalah tersebut mesti diselesaikan secara konprehensif," pinta dia. [EL,
Ant]
Copyright © 2002-04 Gatra.com.
|