GATRA, 16 Juli 2007 15:24
DPR Papua Minta Insiden Bintang Kejora Tak Disoal
Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) meminta semua pihak agar tak
membesar-besarkan masalah pembentangan bendera Bintang Kejora pada 3 Juli
2007 di Gedung Olahraga (GOR) Cenderawasih, Jayapura, oleh penari tradisional asal
Manokwari, Provinsi Papua Barat.
Hal itu disampaikan Ketua DPRP, Drs Jhon Ibo,MM didampingi Wakil Ketua Paskalis
Kossay dan Wakil Ketua Ev. Jop Kogoya, pada jumpa pers dengan para wartawan
media cetak, elektronik dan kantor berita di Jayapura, Senin (16/7).
"Pihak keamanan dalam hal ini polisi telah memanggil para penari dan mereka yang
berkepentingan dengan persoalan itu untuk diminati keterangan sehingga pihak lain
tidak perlu membentuk kelompok-kelompok pro dan kontra atas persoalan bendera
Bintang Kejora itu," katanya.
Kita semua berada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga rakyat tidak
boleh dipilah-pilah dalam kelompok pro dan kontra. Para elit di pemerintahan tidak
boleh membentuk kelompok-kelompok tersebut yang akhirnya terlibat dalam konflik.
Sebaliknya mereka harus memberikan pendidikan politik kepada rakyat secara baik
dan bertanggungjawab. Tentang posisi bendera Bintang Kejora, lagu Hai Tanahku
Papua, dan burung Mambruk, semua itu belum pernah dibahas secara formal oleh
DPRP.
Menurutnya, semuanya ada mekanismenya, meski Dewan Adat Papua (DAP)
mendesak agar secara cepat membahas posisi Bintang Kejora sebagai lambang
daerah. Namun hal itu bukanlah kewenangan DPRP. DPRP tetap menerima aspirasi
itu, namun akan diteruskan kepada Majelis Rakyat Papua (MRP) untuk menyiapkan
rancangan peraturan daerah khusus (Perdasus) dan MRP mengajukan rancangan itu
kepada Pemerintah Provinsi Papua dan selanjutnya diajukan kepada DPRP untuk
meminta pengesahan dan barulah pihak legislatif membahasnya untuk disahkan
menjadi Perdasus tentang lambang daerah Provinsi Papua.
DPRP bekerja berdasarkan UUD 1945 dan kita semua mengacu pada amanat UUD
1945 itu. Bgitu pula, DPRP akan bekerja sesuai amanat UU Nomor 21 Tahun 2001
tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua. "Dengan demikian, sampai
sekarang belum ada ketentuan apa pun yang menyatakan bahwa Bintang Kejora itu
adalah lambang kultural orang Papua.
UU Nomor 21 Tahun 2001 pun tidak menyebutkan bahwa Bintang Kejora adalah
lambang kultural orang Papua," tegasnya. Tetapi instruksi untuk menetapkan
lambang daerah itu telah tercantum dalam UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus
bagi Provinsi Papua yang pada Pasal 2 (2) menyatakan bahwa Provinsi Papua dapat
memiliki lambang daerah sebagai panji kebesaran dan simbol kultural bagi
kemegahan jati diri orang Papua dalam bentuk bendera daerah dan lagu daerah yang
tidak diposisikan sebagai simbol kedaulatan.
DPRP pun akan meminta bantuan para cendekiawan untuk meneliti apakah bendera
Bintang Kejora, burung Mambruk dan lagu Hai Tanahku Papua itu dapat menjadi
lambang daerah Papua. "Para elit politik di Papua diminta melakukan pembinaan
kepada rakyat secara persuasif di dalam bingkai NKRI," pintanya.
Copyright © 2002-04 Gatra.com.
|