Harian Ambon Ekspres, 24-Jul-2007
Kisah Pilu Hengky Tansania Pemilik Wahai Star, Saya Selamat
Karena Mukjizat Tuhan
Sholahudin, Harian Ambon Ekspres - Surabaya
Sempat dikabarkan kabur setelah musibah tenggelamnya KM Wahai Star Rabu,
(11/07), lalu, ternyata pemilipk kapal Hengky Tanzania saat ini masih dirawat intensif
di sebuah Rumah Sakit di Surabaya. Sebab, Hengky juga mengalami luka serius
dibeberapa bagian tubuh. Bahkan, dia nyaris kehilangan nyawa.
SABTU (21/07) sore, Hengky masih tampak terkulai lemas ditempat tidur. Dia sudah
empat hari harus menjalani perawatan. Cairan infuse mengalir melalui tangan
kanannya. Beberapa anggota tubuhnya lebam. Tidak hanya itu, beberapa bagian
kulitnya mengelupas, gosong seperti luka bakar.
Saat ditemui Ambon Ekspres, dia memaksa untuk sedikit mendongakkan kepala
dengan tangan memegang perut. Namun, terdengar erangan beberapa kali. Sesekali,
batuk Hengky juga terdengar. Meski mengaku masih nyeri dibeberapa bagian tubuh,
Hengky masih ingat betul tragedy memilukan itu.
"Saya selamat karena mukjizat Tuhan. Kalau tidak ada mukjizat itu, saya tidak
mungkin berada disini, "ujar Hengky mengawali pembicaraan.
Cerita musibah tenggelamnya KM Wahai Star pun mulai mengalir dari mulut bapak
beranak empat itu. Sesekali, rautwajahnya terlihat sedih. Terutama saat menyebut
nama Jefry, 35, anaknya. Sebab, besar kemungkinan anaknya tewas bersama
puluhan korban lain. "Saat angina kencang dan ombak sangat tinggi, tiba-tiba kapal
menjadi gelap gulita. Ada pengumuman bahwa penumpang diminta pakai pelampung.
Lalu, mereka diminta naik kelantai dua bagian depan, "ujarnya.
Sebelum kapal tenggelam, Hengky mengaku masih sempat berpegangan erat dengan
anak bungsunya itu. Beberapa saat kemudian, angina dan ombak semakin tidak
bersahabat. "Saya tiba-tiba terlempar, melorot karena kapal oleng. Sebelum
mencebur ke laut, selangkangan saya sempat membentur besi kapal dengan keras,
"katanya.
"Saya sempat penggil nama Epi (nama panggilan Jefry, Red) berkali-kali. Tidak ada
sahutan. Yang terdengar hanya jeritan minta tolong penumpang lain, "lanjut Hengky
dengan mata berkaca-kaca.
Ditengah ombak menggulung, dia harus berenang mengejar rakit. Padahal, karena
benturan itu, kaki dan tubuh Hengky terasa nyeri luar biasa. Namun, karena keinginan
kuat untuk tetap bisa bertahan hidup, semangatnya bangkit. "Saya berhasil merebut
rakit. Berkali-kali hantaman ombak datang. Lalu, saya terlepas dan kembali berenang
mengejarnya. Ada belasan kali, "paparnya.
Hengky terapung ditengah lautan itu selama tiga hari empat malam. Selama itu, dia
tidak makan dan minum. Sesekali dia hanya berkumur dengan air laut untuk
membasahi kerongkongan. "Rakit itu kan terbuat dari fiber. Kalau siang hari panas,
panasnya luar biasa. Jadi tubuh ini mengelupas karena sengatan panas yang luar
biasa. Apalagi ditengah lautan, "ungkapnya.
Untung, setelah terapung beberepa hari ditengah lautan itu, ada seorang nelayan
melihatnya. Tepatnya diwilayah perairan Desa Bajo, Sanana, Provinsi Maluku Utara.
Dikatakan, jarak Tempat Kejadian Perkara (TKP) kapal tenggelam ke lokasi
penemuan Hengky kalau ditempuh kapal sekitar 33 Jam.
"Kata nelayan kepada saya, dia biasanya tidak pernah melewati wilayah perairan itu.
Kalau tidak diketahui nelayan itu, mungkin saya sudah terseret sampai ke laut lepas
Filipina, "paparnya.
Karena itu Hengky lagi-lagi berujar, tidak bisa membayangkan apa yang terjadi jika
tanpa mujkjisat Tuhan. "Kampung asal saya kan kampong nelayan. Jadi, sudah
terbiasa berenang dan tidak makan beberapa hari, tapi masih kuat bertahan,
"tambahnya.
Lebih lanjut Hengky menceritakan, setelah berhasil diselamatkan, dirinya langsung
dirukjuk ke rumah sakit setempat. Saat itu, dia mengaku lebih banyak tidak sadarkan
diri. Berkali-kali pingsan. Atas rujukan dokter, dia disarankan menjalani perawatan di
Surabaya. Sebab, kondisi rumah sakit disana tidak memungkinkan. "Ketika sadar,
saya minta disambungkan ke adik ipar saya di Surabaya. Saya minta diuruskan tiket
pesawat ke Surabaya. Jadi, saya sebetulnya tidak kabur, "katanya.
Bahkan, dari sejak dirujuk ke Surabaya, dia terus didampingi dokter hingga tiba di
rumah sakit di Surabaya. Hengky mengaku, tidak bisa menghubungi anggota
keluarga di kampong, karena terkendala masalah komunikasi. "Jaringan telepon tidak
ada. Wong kampong asal saya itu berada di pulau tengah lautan. Penduduknya
paling seribu orang. Untung ada dokter yang ikhlas bersedia mendampingi saya
sampai Surabaya. Usianya sekitar 27 tahun. Dia berasal dari Mojokerto, "ujarnya.
Hengky sama sekali tidak menyangka musibah itu terjadi. Dia mengatakan baru
membeli KM Wahai Star itu, belum genap satu bulan. Kapal itu baru beroperasi 2 Juli
2007. saying, dia tidak bersedia menyebut harga beli kapal tersebut. Yang jelas,
menurutnya kapal itu masih sangat laik saat dibeli. Kapal bisa menampung 150 - 300
penumpang. Disinggung soal tuntutan tanggung jawab terhadap para korban, Hengky
belum berpikir sejauh itu.
"Siapa yang mau ada musibah Mas. Saya sendiri harus kehilangan anak. Kalau
sebelumnya kami tahu ada angina dan ombak besar begitu, saya mungkin tidak naik
kapal, "tegasnya. (*)
Copyright © Harian Ambon Ekspres
|