Indopos, Rabu, 04 Juli 2007
Bendera OPM Berkibar Lewat Tarian
Diselipkan dalam Konferensi Masyarakat Adat Papua
JAYAPURA - Gerakan berbau separatis semakin berani menampakkan diri. Setelah
di Ambon, kemarin giliran di Papua. Bendera Bintang Kejora yang menjadi lambang
OPM (Organisasi Papua Merdeka) muncul dalam acara Konferensi Besar Masyarakat
Adat Papua yang berlangsung di GOR Cenderawasih, Jayapura.
Modusnya, pembentangan bendera OPM itu sama dengan kemunculan bendera
RMS, yakni saat tarian. Bedanya, bendera RMS yang muncul di hadapan Presiden
SBY di Ambon disusupkan lewat tarian Cakele. Sedangkan bendera OPM
dibentangkan dalam salah satu tarian resmi pada acara Masyarakat Adat Papua.
Tari yang "memboncengi" bendera OPM itu tampil di akhir acara. Penari dari Grup
Sampari menggunakan kostum bercorak Bintang Kejora dan diperagakan remaja pria
dan wanita. Tarian itu menggambarkan anak-anak Papua sedang bingung dan sedih
mencari orang tuanya yang hilang karena dibunuh dan diculik.
Pada detik-detik terakhir tarian, penari wanita membentangkan bendera Bintang
Kejora sembari melambai-lambaikan dan mengitari penari lain yang bergelimpangan
dengan air mata berlinang.
Tiba-tiba ribuan peserta kongres yang memenuhi GOR itu secara beramai-ramai
berteriak, merdeka... merdeka... merdeka.. !!! Menyaksikan bendera itu, sejumlah
peserta histeris. Termasuk Tom Beanal, ketua Dewan Adat Papua.
Dalam acara tersebut, hadir sejumlah tokoh masyarakat Papua. Mereka, antara lain,
Wakil Ketua MRP (Majelis Rakyat Papua) Hana Hikoyobi, Ketua DPRD Kota Jaya
Pura Thopillus Bonay, dan Sekda Prov Papua Tedjo Suprapto. Sedangkan ribuan
peserta datang dari tujuh wilayah adat.
Tedjo Suprapto tampak diam menyaksikan pembentangan bendera yang berlangsung
20 menit tersebut. Wajahnya tanpa ekspresi, entah apa di benaknya.
Acara yang dimulai pukul 13.00 itu dijaga superketat satgas atau nama lain Penjaga
Dusun Adat Papua (PDAP). Di pintu masuk ke halaman GOR berjejer PDAP. Mereka
memeriksa siapa saja yang masuk, termasuk para peserta. Bahkan, wartawan pun
diperiksa, baik tas maupun barang bawaan. Setelah dirasa tidak ada yang
mencurigakan, mereka baru diperbolehkan masuk.
Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Tom Beanal dalam pidato politiknya mengatakan
bahwa konferensi pada hakikatnya merupakan pesta demokrasi. Momen itu juga
merupakan kesempatan bagi rakyat pelosok Papua datang berkumpul, saling
bertukar informasi, dan menyatakan pendapat. "Saat inilah kami pikir alangkah baik
jika pemimpin datang duduk bersama rakyat. Apalagi, saat negara ini sedang dilanda
situasi sulit, baik dari sisi budaya, ekonomi dan politik, maupun kemarahan alam,"
katanya.
Dia juga meminta pemerintah membuka keran demokrasi di Papua. "Saya ingin
menekankan betapa pentingnya kita memberikan ruang bagi proses demokratisasi.
Demokrasi yang hendak kita bangun adalah usaha memperkuat komunikasi,
interaksi, dan kerja sama yang konstruktif di antara komponen masyarakat di bidang
ekonomi, sosial, budaya, dan politik untuk mencapai kesejahteraan dan kemuliaan
harkat hidup," tuturnya.
Salahi Kesepakatan
Munculnya bendera Bintang Kejora itu membuat aparat keamanan di Papua siaga.
Polisi yang berasal dari Mapolres Jayapura sudah siaga untuk membubarkan
Konferensi Dewan Adat Papua di GOR Cenderawasih, Jayapura, itu.
Aparat keamanan menilai, aksi bendera tersebut menyalahi kesepakatan. Bahkan, itu
telah keluar dari koridor hukum. Karena itu, polisi yang dibantu TNI sudah
menyiapkan personelnya. Polisi menerjunkan 3 SSK (satuan setingkat kompi), baik
dari Dalmas maupun Brimob Polda Papua.
Mereka telah stand by di Mapolresta Jayapura, tinggal menunggu perintah. TNI juga
menyiagakan 5 SSK. Satu SSK berada di Korem 172/PWY, 1 SSK berjaga di kodim,
dan 3 SSK disiagakan di kodam.
Menanggapi pemunculan bendera separatis itu, Kasdam XVII/ Trikora Brigjen TNI
Geerhan Lantara, Danrem 172/PWY Kolonel Kav Burhanuddin Siagian, dan Dandim
1701/Jayapura Letkol Kav A.H. Napoleon langsung menggelar rapat koordinasi
bersama Kapolresta Jayapura AKBP Robert Djoenso di Mapolresta Jayapura.
Polisi juga berpatroli di sekitar GOR Cenderawasih. Patroli 3 SSK polisi sekaligus
show force di sekitar GOR Cenderawasih. Pembubaran dibatalkan setelah dicapai
kesepakatan antara panitia dan Kapolres.
Saat ditemui wartawan, Kapolresta Jayapura AKBP Robert Djoenso menyatakan, dari
hasil keterangan pihak panitia, pembentangan Bintang Kejora merupakan rangkaian
pertunjukan dari tarian yang ditampilkan saat pembukaan.
"Ini hanya salah persepsi saja. Menurut mereka, Bintang Kejora itu adalah bagian dari
jalan cerita tarian mereka. Karena itu, kami masih menerima penjelasan mereka.
Tapi, jika nanti mereka melakukan kegiatan yang sudah keluar dari koridor hukum
dan bertentangan dengan NKRI, kami tidak segan-segan menindak tegas," tegasnya.
Dia menjelaskan, dari hasil negosiasi itu juga, pihak panitia telah menjamin tidak
akan ada kegiatan yang bertentangan dengan NKRI. Tapi, jika dalam acara itu ada
kegiatan yang dianggap menyimpang, mereka harus menerima konsekuensinya.
"Apa pun bentuk kegiatan itu, jika sudah keluar dari koridor hukum dan NKRI, itu
adalah tindakan makar. Konsekuensinya, mereka harus berhadapan dengan proses
hukum," tandasnya.
Kapolresta meminta kesepakatan yang telah dibuat panitia dengan pihak aparat
keamanan harus dipatuhi. Jika ternyata mereka menipu dan masih nekat melakukan
kegiatan-kegiatan yang mengganggu kedaulatan NKRI, petugas terpaksa akan
mengambil tindakan tegas sesuai hukum yang berlaku.
Di tempat yang sama, Dandim Jayapura Letkol Kav A.H. Napoleon mengungkapkan,
TNI siap membantu kepolisian untuk mengamankan setiap kegiatan yang
mengganggu atau merongrong kedaulatan NKRI.
"Setiap kegiatan atau agenda yang mengarah ke separatis tidak bisa ditoleransi.
Kami dari TNI siap menumpas setiap kegiatan yang mengarah ke separatis. Sebab,
itu sudah menjadi musuh negara," tegasnya.
Dia menambahkan, Papua adalah bagian sah dari NKRI dan itu sudah diakui
masyarakat internasional. Jika masih ada kelompok-kelompok yang mencoba
mengganggu keutuhan dan kedaulatan NKRI, itu sudah jelas sebagai separatis.
"Pokoknya yang namanya separatis tidak boleh mendapat tempat di wilayah ini.
Tugas TNI adalah menumpas dan menghentikan kegiatan mereka. Sebab, kalau
keberadaannya dibiarkan saja, jelas sekali ide-idenya akan sangat membahayakan
keutuhan bangsa dan negara," katanya.
©Copyright 2006, Indo Pos Online colo'CBN. |