Indopos, Senin, 02 Juli 2007
BIN Salahkan Polri
Soal Insiden Penyusupan Aktivis RMS di Depan SBY
JAKARTA - Insiden penyusupan kelompok RMS (Republik Maluku Selatan) dalam
acara yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Ambon Jumat lalu
menggelinding menjadi "perang" pernyataan. Sebelumnya, Panglima TNI Marsekal
Djoko Suyanto dan Kapolri Jenderal Pol Sutanto mengatakan bahwa insiden itu akibat
kelemahan dan kelalaian aparat intelijen. Namun, kemarin pernyataan tersebut
direaksi Badan Intelijen Negara (BIN).
BIN tak mau disalahkan. Mereka justru menimpakan kesalahan itu kepada aparat
kepolisian sebagai penanggung jawab ring ketiga. "Justru mereka (Polri, Red) yang
harus dipertanyakan. Mengapa kok (para penyusup) tiba-tiba bisa masuk? Ini
kesalahan besar," ujar Staf Khusus Kepala BIN Janzi Sofyan kepada wartawan di
sebuah restoran kawasan Jakarta Selatan kemarin.
Orang kepercayaan Kepala BIN Syamsir Siregar itu menegaskan, dalam prosedur
keamanan kunjungan presiden, terdapat tiga lapis pengamanan. Ring kesatu menjadi
tanggung jawab Paspampres, ring kedua menjadi tanggung jawab TNI, dan ring ketiga
merupakan wilayah Polri.
"Kok malah menilai intelijen lalai. Awalnya Bapak (Syamsir, Red) ingin diam saja.
Tapi, setelah ada pernyataan panglima dan Kapolri kemarin (Sabtu), kami harus
berbicara. Sebab, teman-teman di lapangan itu bekerja siang malam, jarang tidur,"
kata pria yang kemarin mengenakan kaus dan jaket kulit warna cokelat itu.
Sabtu lalu kepada wartawan di Kantor Menko Polhukam, Panglima TNI Marsekal
Djoko Suyanto dan Kapolri Jenderal Pol Sutanto mengatakan bahwa kerja intelijen
lalai. "Itu berarti ada underestimate. Mereka tidak memprediksi bahwa akan terjadi
semacam itu," ujar Kapolri saat itu.
BIN, kata Sofyan, membantah keras anggapan deteksi dini gagal dilakukan.
Sebaliknya, komunitas telik sandi menilai, ada kesalahan sangat fatal pada aparat
kepolisian yang berjaga di pintu masuk lapangan. Hal itu menunjukkan tidak ada
koordinasi bagian keamanan dengan panitia acara. "Apa semua anak buah Pak Tanto
(Kapolri Jenderal Pol Sutanto, Red) di Ambon itu Merah Putih? Itu juga harus
dideteksi dan diselidiki," katanya.
Intelijen juga sudah mengetahui rapat-rapat yang dihelat aktivis RMS. Tapi, mengapa
tidak ditangkap? "Kewenangan kami apa? Kami hanya memberikan warning. Kami
tidak bisa menangkap atau memanggil orang. Justru polisi yang punya kemampuan
untuk meringkus dan dilindungi undang-undang," kata Sofyan.
Sebelum RI 1 datang sudah diadakan rapat koordinasi akhir. Sayang, dia lupa tanggal
pastinya. "Mensesneg hadir di sana. Rapat diikuti gubernur, Pangdam, Kapolda, dan
kepala pos wilayah BIN Maluku," tuturnya.
Saat itu agen BIN di lapangan menemukan indikasi tiga ancaman yang menghadang
Presiden SBY. "Pertama, pengibaran bendera. Itu untuk menunjukkan eksistensi
RMS. Lalu, masalah pengungsi konflik Ambon yang belum tuntas," ujarnya. Ancaman
ketiga adalah kemungkinan dari aktivis lingkungan hidup radikal yang kecewa
terhadap kebijakan ekologi pemerintah.
Rapat tersebut, kata Sofyan, juga diikuti unsur intelijen dari kodam dan polda, yang
masing-masing berpangkat kolonel dan komisaris besar polisi. "Pada level rapat yang
dipimpin Menko Polhukam, kepala BIN juga telah memaparkan tiga informasi penting
itu," katanya.
Berarti siapa yang harus diganti? BIN, menurut Sofyan, tidak berkepentingan pada hal
itu. "Yang jelas, ada juga keterlibatan aparat pemda, terutama menjelang pilkada.
Ada unsur persaingan politik juga antara wakil gubernur dan gubernurnya," ujarnya.
Apakah kepala pos BIN Maluku akan dievaluasi secara internal? "Tentu saja, itu
sebagai bentuk pertanggungjawaban Bapak (Syamsir, Red) kepada presiden,"
katanya. Namun, Sofyan buru-buru menjelaskan bahwa kepala pos BIN Maluku juga
berada di bawah koordinasi gubernur. "Itu sudah menjadi bagian sistem intelijen
daerah. Koordinator forum intelijen dipimpin gubernur. Anggotanya melingkupi unsur
TNI, kejaksaan, dan Polri," jelas Sofyan.
Kepala BIN, kata dia, siap diganti kapan saja. "Sejak dulu Bapak siap, yang penting
demi kepentingan negara," ujarnya. Syamsir, kata Sofyan, hanya menyayangkan
pernyataan panglima di televisi. "Sangat tidak elok menyalahkan intelijen," katanya
menirukan reaksi Syamsir saat menyaksikan pernyataan panglima itu.
BIN menyebut Mensesneg Hatta Radjasa sudah tahu. Benarkah? Saat dikonfirmasi
melalui telepon genggamnya, menteri asal PAN itu tidak merespons.
Uskup Ambon Bela Pangdam-Kapolda
Uskup Diocesis Amboina Mgr P.C. Mandagi tak setuju Pangdam XVI Pattimura
Mayjend Soedarmaidy Soebandi dan Kapolda Maluku Brigjen Pol Guntur Gatot
Setiyawan dicopot akibat dampak penyusupan aktivis RMS pada Jumat lalu. Menurut
dia, pencopotan tersebut tidak akan menyelesaikan masalah.
Dia menilai, kesalahan tidak dilakukan pucuk pimpinan TNI-Polri. "Kita harus melihat
masalah itu dengan hati jernih," ujarnya. (rdl/fal/tom/cr7)
©Copyright 2006, Indo Pos Online colo'CBN. |