KOMPAS, Sabtu, 30 Juni 2007
Tidak Ada Toleransi bagi Gerakan Separatis
Kelompok RMS Beraksi di Depan Presiden
Ambon, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan dapat
memaklumi adanya penyusupan acara lain di luar jadwal dalam peringatan Hari
Keluarga Nasional Ke-14 di Ambon, Jumat (29/6). Namun, toleransi tidak diberikan
jika acara susupan itu memiliki tujuan separatisme yang mengoyak bangunan NKRI.
"Kalau ada acara yang mengganggu keutuhan kita sebagai bangsa dan negara,
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, atas nama konstitusi tentu kita harus
memberikan tindakan tegas dan tepat. Ini tidak bisa ditawar-tawar lagi," ujar Presiden
di podium tinggi dan megah yang berdiri di tepi Lapangan Merdeka di depan Kantor
Gubernur Maluku, Jumat.
Saat Presiden berbicara di podium menenangkan, para penari ditangkap dan
diamankan di depan gerbang yang semula tak terjaga. "Saya persilakan pejabat
negara dan pimpinan daerah yang bertanggung jawab atas semuanya itu
menyelesaikan dengan sebaik-baiknya," ujar Presiden.
Kepada para elite, para pemimpin, dan para tokoh masyarakat, Presiden berpesan
agar dalam menyikapi perbedaan tidak digunakan cara-cara tidak baik. Jika
perbedaan disikapi dengan cara-cara tidak baik, Presiden kasihan kepada rakyat
yang ingin damai, tertib, dan hidup rukun berdampingan.
Terhadap penyusupan itu, Presiden langsung memerintahkan dilakukan investigasi.
Perlu dicari tahu kenapa penyusupan bisa terjadi tanpa halangan. "Beberapa hari
sebelumnya, saya memang mendapatkan informasi. Atas informasi itulah
sesungguhnya saya sampaikan agar acara itu dipersiapkan dengan baik. Jangan
sampai ada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan tujuannya pun tidak baik
mengganggu tertibnya acara," ujarnya.
Ketua Bidang Politik DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum menyatakan, "Kejadian
tersebut adalah penghinaan yang nyata terhadap Presiden, pemerintah, dan Negara
Kesatuan RI."
Di Jakarta, Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla menilai aksi aktivis Republik
Maluku Selatan (RMS) pada acara Hari Keluarga Nasional di Ambon merupakan
bentuk pelanggaran yang harus dikenai tindakan hukum. Berbicara kepada pers
seusai shalat Jumat di Istana Wapres, Kalla mengatakan, adakalanya pekerjaan
maksimal yang dilakukan aparat keamanan tidak membuahkan hasil optimal.
"Ya, kadang-kadang, ada saja yang nyelonong-nyelonong seperti itu. Kan, ini juga
pernah terjadi ketika Presiden AS George Bush bertemu Presiden China Hu Jintao di
Gedung Putih, tiba-tiba ada yang berteriak dari kelompok Falun Gong. Padahal, itu di
Gedung Putih? Itu saja, kan, lolos," ujar Wapres.
Menurut Wapres, kasus itu tidak akan berdampak besar. "Itu hanya satu atau dua
orang saja yang berjibaku. Saya yakin tidak akan punya dampak besar secara
keseluruhan."
Lolos dari pengamanan
Bendera benang raja, simbol kelompok RMS, lolos dari pengamanan pengawal
Presiden dan sempat muncul di tengah Lapangan Merdeka, Ambon. Bendera masuk
ke lingkaran satu pengamanan Presiden melalui 28 aktivis RMS yang menyamar
sebagai penari cakalele, tarian selamat datang khas Maluku.
Kemunculan para penari cakalele di tengah lapangan sejak awal sudah mengundang
kecurigaan. Mereka masuk bertelanjang dada, hanya mengenakan celana pendek
apa adanya. Mereka masuk saat Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu berpidato
dalam peringatan Hari Keluarga Nasional Ke-14.
Para penari sempat beraksi selama 10 menit di tengah lapangan dengan formasi huruf
U. Di tengah guyuran hujan, mereka menari tarian perang dengan parang dan tombak
kayu di tangan. Mereka lalu berhenti dan menunggu gubernur selesai berpidato.
Para peserta Hari Keluarga Nasional melihat sejumlah aparat keamanan berkemeja
batik menghalau mereka. Kepala Polda Maluku Brigjen (Pol) Guntur Gatot Setyawan
turun dari podium dan mengusir para penari itu.
Saat digiring ke luar lapangan itulah, salah seorang penari mengeluarkan bendera
benang raja dari dalam lubang alat musik tifa. Bendera sempat terbentang meski
tidak penuh. Terlihat warna biru dan merah khas benang raja. Dua anggota
Paspampres yang berada di dekat mereka merebut bendera itu.
Para penari berlari ke luar lapangan sambil melompat-lompat, mengacungkan pedang
kayu, dan meneriakkan yel-yel untuk pendirian negara RMS. Rangkaian kejadian itu
disaksikan sekitar 4.000 peserta Hari Keluarga Nasional dari seluruh Indonesia dan
sejumlah duta besar.
Para aktivis gerakan RMS digiring petugas ke jalan di samping Lapangan Merdeka.
Mereka dibawa ke Markas Polda Maluku sebelum diinterogasi di Markas Kepolisian
Resor Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease.
Saat penangkapan sempat terjadi kontak fisik antara aparat keamanan dan aktivis.
"Jangan pukul. Kami hanya ingin menunjukkan kami ada. Kami ingin memperoleh
kedaulatan. Itu saja," teriak Jeremias Saija, salah seorang aktivis RMS.
Di sela-sela penangkapan itu, Jeremias sempat mengatur para aktivis untuk kembali
ke Lapangan Merdeka. Misi mereka menyebarkan selebaran berbahasa Belanda
kepada tamu asing. Selebaran itu berisi sembilan pasal, dua di antaranya ajakan
memisahkan diri dari NKRI dan menuntut polisi dan TNI dikeluarkan dari Maluku.
Hingga Jumat petang polisi menangkap 28 aktivis RMS, 10 di antaranya ditahan di
Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease. Sebanyak 18 orang lainnya ditahan di
Markas Detasemen Khusus 88. Polisi sempat menggeledah rumah Alex Manuputty,
tokoh RMS yang bermukim di Amerika Serikat, tetapi tak menemukan atribut RMS.
Sebulan lalu
Abraham Saija, salah satu tersangka yang ditahan di Polres Pulau Ambon dan
Pulau-pulau Lease, kepada wartawan mengatakan, penyusupan itu sudah
direncanakan sebulan lalu.
Terkait insiden para penari simpatisan RMS, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen
Sisno Adiwinoto mengatakan, polisi tidak bisa dianggap kecolongan. Menurut Sisno,
justru karena polisi cermat, 28 penari RMS itu bisa segera diamankan.
Namun, pengajar Program Pascasarjana Kajian Ilmu Kepolisian UI Bambang Widodo
Umar mengatakan, insiden itu menunjukkan lemahnya fungsi intelijen di tubuh Polri.
Dalam konteks yang berbeda, sekitar 25 mahasiswa asal Maluku menggelar aksi
demonstrasi di halaman DPRD Kota Malang, kemarin. Mereka mengecam aksi
sekelompok pemuda Maluku yang menunjukkan dukungan pada gerakan separatis
RMS saat kunjungan Presiden di Maluku. (ANG/INU/HAR/SF/ODY/MZW)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|