KOMPAS, Rabu, 04 Juli 2007
Separatisme
Kontroversi Bintang Kejora Warnai Konferensi MAP II
Jayapura, Kompas - Konferensi Masyarakat Adat Papua atau MAP ke-2 yang dibuka
di Jayapura, Selasa (3/7), diwarnai kontroversi tentang bendera bintang kejora.
Aparat Polda Papua membubarkan Konferensi Besar MAP ke-2 yang berlangsung di
Gedung Olahraga Cenderawasih, Jayapura, itu setelah pada upacara pembukaan
sejumlah penari menggunakan bendera bintang kejora sebagai atribut tarian mereka.
Sekitar 900 peserta konferensi sempat terkejut saat bendera itu dikeluarkan para
penari. Beberapa detik kemudian, mereka memberikan tepuk tangan yang meriah.
Tarian itu sempat menimbulkan histeria para hadirin. Mereka meneriakkan pekik
merdeka, bersahut-sahutan. Bendera itu digunakan penari sekitar lima menit.
Penggunaan bendera itu tidak terpantau, karena sejak pagi panitia melarang aparat
keamanan memasuki GOR Cenderawasih.
Sekretaris Daerah Provinsi Papua Tedjo Suprapto dan Wakil Ketua Majelis Rakyat
Papua Hana Hikoyabi juga menyaksikan tarian itu. Tedjo yang hadir dalam acara itu
mewakili Gubernur Papua Barnabas Suebu menolak mengomentari masalah itu.
"Saat ini saya tidak bisa berkomentar. Silakan dikomentari sendiri," kata Tedjo.
Sekretaris Umum Dewan Adat Papua Leonard Imbiri menyatakan, tarian itu
menggambarkan realitas di masyarakat Papua. "Ini budaya yang ada di masyarakat,
jadi jangan dipolitisir," ujarnya.
Sekretaris Dewan Adat Papua Wilayah Asia, Andy Manoby, juga menyatakan,
bintang kejora yang dijadikan sebagai atribut para penari Sampari itu tidak memiliki
kaitan dengan aspirasi Papua merdeka.
Melanggar hukum
Ditemui secara terpisah, Kepala Polda Papua Irjen Max Donald Aer menyatakan,
penggunaan bintang kejora melanggar hukum positif di Indonesia. "Penggunaan
bendera itu melanggar hukum, karena para penggunanya selama ini menyimbolkan
pengibaran bendera itu sebagai wujud kedaulatan Negara Papua Barat. Dalam derajat
yang ringan, penggunaan bendera itu adalah tindakan mengganggu keamanan. Dalam
derajat yang paling berat, itu adalah tindakan makar," tutur Aer.
Konferensi yang merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi dalam organisasi
nonpemerintah Dewan Adat Papua itu akan berlangsung sampai 6 Juli 2007. (row)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|