KOMPAS, Rabu, 04 Juli 2007
Isu RMS Terkait soal Keadilan
Presiden Harus Selesaikan Saling Tuding TNI-Polri-BIN
Jakarta, Kompas - Aksi penyusupan sejumlah anggota Republik Maluku Selatan
dalam peringatan Hari Keluarga Nasional XIV di Ambon, yang dihadiri Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono, lebih dipicu persoalan tuntutan akan keadilan ekonomi dan
sosial masyarakat daripada isu separatisme.
Dengan demikian, pendekatan kesejahteraan ekonomi dan sosial lebih dibutuhkan
untuk menuntaskan persoalan di sana.
"Sampai batas tertentu (insiden) itu dilakukan sebagai wujud protes supaya (mereka)
diperhatikan. Ini masalah keadilan sosial dan ekonomi. Banyak pekerjaan rumah
harus diselesaikan, baik di Ambon, Aceh, Kalimantan, maupun Papua, supaya
mereka yang merasa terpinggirkan tidak perlu lagi terlibat kegiatan menggugat NKRI,"
ujar Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono, Selasa (3/7) di Jakarta.
Hal senada juga disampaikan Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto sebelum
mengikuti rapat di Kantor Presiden. Menurut Djoko, persoalannya jangan dilarikan ke
soal copot-mencopot, tetapi mencari akarnya mengapa bendera Republik Maluku
Selatan (RMS) masih berkibar.
"Bagaimana ke depan agar keinginan-keinginan seperti itu tidak timbul lagi.
Katakanlah itu persoalan kesejahteraan rakyat," katanya.
Lebih lanjut dalam jumpa pers di tempat terpisah, sejumlah aktivis lembaga swadaya
masyarakat (LSM) dan pengamat masalah keamanan menilai, walau diakui insiden
"tari cakalele" mempermalukan pemerintah, peristiwa itu diminta tidak menjadi alasan
pemerintah untuk menerapkan kebijakan yang represif.
Peristiwa tersebut dinilai tidak mengancam apa pun dari keberadaan Indonesia
sebagai negara dan sebaliknya menunjukkan adanya kelemahan koordinasi akibat
sikap ego-sektoral dan persaingan di kalangan aparat keamanan sendiri, mulai dari
TNI, Polri, hingga BIN.
Turut hadir dalam jumpa pers di Kantor Kontras, Jakarta, adalah Raffendi Djamin dari
Human Rights Working Groups (HRWG), Rusdi Marpaung dari Imparsial, Edwin
Partogi dan Mufti Makaarim dari Kontras, dan dosen Pascasarjana Kajian Ilmu
Kepolisian Universitas Indonesia Bambang Widodo Umar.
"Seharusnya kita belajar dari kesalahan masa lalu dengan mencairkan arti
penghargaan terhadap NKRI bukan sekadar berbentuk menangkapi para pengibar
bendera (RMS), melainkan dengan menghargai hak asasi manusia," ujar Raffendi.
Anggota Komisi I DPR Abdillah Thoha mengharapkan Presiden Yudhoyono turun
tangan langsung menyelesaikan saling tuding antara TNI, Polri, BIN, dan aparat
daerah.
Presiden diharapkan memanggil semua petinggi institusi, meminta penjelasan apa
yang terjadi, dan segera mengambil keputusan dan bukan malah membiarkan
polemik di publik terus berkelanjutan.
Secara terpisah, Presiden Partai Keadilan Sejahtera Tifatul Sembiring mengatakan,
pemerintah tidak bisa membiarkan insiden RMS berlalu begitu saja. Bahkan,
pemerintah wajib mengusut tuntas kasus RMS tersebut agar tidak terulang lagi.
"Saya tak mau berspekulasi soal kesengajaan, tetapi jika melihat sejarah Mesir, yang
presidennya ditembak orang yang jumlahnya lebih sedikit dari RMS itu," ujarnya.
(DIK/MAM/DWA/HAR)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|