KOMPAS, Kamis, 26 Juli 2007
Musibah
Banjir Melebar ke Wilayah Utara dan Selatan
Makassar, Kompas - Banjir di Morowali, Sulawesi Tengah, yang sudah berlangsung
10 hari dan merenggut 70 jiwa, mulai surut. Jika hari Senin ketinggian air mencapai 3
meter, pada Rabu (25/7) air surut hingga 1 meter. Di beberapa kawasan air bahkan
mulai mengering serta menyisakan sampah dan kerusakan infrastruktur. Puluhan
rumah penduduk rusak.
Jumlah korban meninggal di Morowali dikhawatirkan bertambah mengingat sampai
kemarin lebih dari 40 warga yang belum ditemukan. Ribuan pengungsi belum
menerima bantuan.
Situasi yang hampir sama buruknya tampak di Provinsi Sulawesi Selatan dan
Sulawesi Utara. Banjir terutama tampak mengusik penduduk di Kabupaten Luwu,
Sulsel, dan kabupaten hasil pemekaran, Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara.
Banjir bandang di Kabupaten Luwu, sejak Selasa pukul 22.00 hingga Rabu pukul
09.00, menewaskan sedikitnya sembilan orang. Tujuh korban tertimbun longsor
bersama rumahnya. Dua lainnya hanyut terbawa air. Jumlah korban masih simpang
siur karena informasi lain menyebutkan 13 orang meninggal.
Adapun di Minahasa Tenggara, dilaporkan seorang tewas dan sekitar 60 rumah dan
bangunan sekolah hancur.
Kepala Humas Pemerintah Kabupaten Luwu Rudi Dappi, Rabu sore, mengatakan,
banjir bandang di daerahnya mengakibatkan sedikitnya enam desa di Kecamatan
Larompong dan Suli terisolasi. Menurut Rudi, banjir sebenarnya sudah terjadi sejak
tiga hari lalu, tetapi belum terlalu deras.
Banjir juga merendam Belopa, ibu kota Kabupaten Luwu, hingga Siwa di Kabupaten
Wajo dan Kabupaten Sidrap. Akses jalan darat di wilayah ini, yang merupakan jalur
trans-Sulawesi, terputus akibat tertimbun longsor dan lumpur. Beberapa jalan besar
terendam hingga 2 meter. Hal ini menyebabkan kemacetan parah.
"Saya sudah lima jam terperangkap macet di poros Masamba-Makassar. Di sisi kiri
dan kanan jalan ketinggian air mencapai 2 meter. Mobil saya sudah tertutup lumpur,"
ujar Syahruddin, Kepala Bagian Humas Luwu Utara.
Dalam kaitan bencana tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta para
kepala daerah sungguh-sungguh memerhatikan peringatan dini yang dikeluarkan
Badan Meteorologi dan Geofisika Departemen Perhubungan terkait dengan perubahan
cuaca dan ancaman terhadap kemungkinan bencana alam.
Dengan memerhatikan peringatan dini, seluruh aparat pemerintah daerah di pelosok
diharapkan dapat mengantisipasinya untuk mencegah terjadinya kondisi yang lebih
buruk lagi.
"Saya minta kepala daerah dan aparat pemerintah sungguh- sungguh memerhatikan
apa pun yang menjadi peringatan BMG, agar keadaan terburuk bisa diantisipasi.
Banjir dan longsor yang terjadi di Morowali mungkin saja terjadi karena adanya
perubahan cuaca," ujar Presiden Yudhoyono saat memberikan keterangan kepada
pers yang menyertai kunjungan kenegaraan di Seoul, Korea Selatan, Rabu sore
waktu setempat.
Minahasa juga banjir
Banjir juga menghajar wilayah Sulawesi Utara. Hujan lebat Rabu dini hari hingga pagi
hari menimbulkan banjir bandang di empat kecamatan Kabupaten Minahasa
Tenggara, Sulawesi Utara. Kondisi tersebut diperparah oleh pasangnya air laut dari
luapan air sungai.
Korban tewas di Minahasa Tenggara bernama Robby Sekeon (35), warga Wioy,
Kecamatan Ratahan, sedangkan tiga warga yang sempat tertimbun dapat
diselamatkan.
Penjabat Bupati Minahasa Tenggara Albert Pontoh menyebutkan, rumah warga yang
rusak dan bangunan sekolah hancur mencapai 60 buah. Longsor terjadi di 37 lokasi di
empat kecamatan. "Saya harus berjalan kaki 10 kilometer untuk menuju Belang dari
Ratahan. Kendaraan tidak bisa lewat di jalan yang sudah tertutup longsoran lumpur
dan bebatuan," katanya.
Camat Belang Umar Sumaryadi mengatakan, wilayahnya cukup parah tertimpa
musibah tersebut. Sekitar 50 rumah milik warga yang berada di pinggir sungai hancur
diterjang air. Saat ini sekitar 7.000 warga Belang mengungsi ke tempat lebih aman,
seperti rumah ibadah dan rumah penduduk di daerah yang lebih tinggi.
Di lokasi lain, banjir di Kelurahan Sedau, Kota Singkawang, Kalimantan Barat, mulai
surut, Rabu. Sebagian besar dari 1.532 warga yang mengungsi sudah kembali ke
rumah masing-masing. Kini tercatat tinggal 50 pengungsi yang masih bertahan di
lokasi penampungan di Kantor Camat Singkawang Selatan.
Banjir di daerah itu terjadi sejak Senin sore, diawali dengan hujan lebat selama
beberapa hari yang dilanjutkan dengan pasang naik air laut. Akibatnya, Sungai Sedau
meluap dan menggenangi daerah sekitarnya.
Hujan sempat mengguyur pada Selasa malam, tetapi cuaca cerah pada Rabu
membuat genangan air menyurut. Hanya sebagian kecil dari rumah warga yang masih
terendam air hingga ketinggian 60 sentimeter. Sebelumnya, banjir yang menggenangi
347 rumah sempat mencapai ketinggian 1,5 meter.
Kemarin warga yang pulang dari pengungsian mulai membersihkan rumah
masing-masing. Sementara itu, aktivitas belajar di SMP Negeri 6 Singkawang Selatan
kembali normal setelah diliburkan akibat banjir, Selasa.
"Dari 430 siswa, sekitar 20 persen masih belum masuk," kata Bustani, guru SMPN 6.
Bencana alam
Hujan lebat yang mengakibatkan banjir dan tanah longsor juga terjadi di bagian barat
Sumatera Utara. Hingga kini musibah itu merenggut lima korban tewas. Tiga korban
berasal dari Kabupaten Tapanuli Selatan, yaitu Burhan Ritonga (40), Jernawat (35),
dan Nurlina Ritonga (5). Mereka satu keluarga yang hidup dalam satu rumah. Adapun
dua korban lainnya berasal dari Tapanuli Tengah.
"Sampai hari ini, korban banjir sangat memerlukan bantuan material bangunan.
Banyak fasilitas umum yang rusak hingga sekarang belum diperbaiki. Bantuan
logistik makanan sebagian sudah sampai ke tangan mereka," kata Bupati Tapanuli
Selatan Ongku P Hasibuan, Rabu.
Menurut Ongku, para pengungsi dari delapan desa yang terkena banjir masih
menginap di rumah warga dan fasilitas umum. Seorang korban longsor bernama
Parlindungan Ritonga hingga kini dalam kondisi kritis dan mendapat perawatan di
rumah sakit. (REN/REI/ZAL/WHY/NDY/HAR)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|