Media Indonesia, Senin, 13 Agustus 2007 19:31 WIB
Terdakwa Kasus Mutilasi Poso Diancam Hukuman Mati
JAKARTA--MIOL: Terdakwa kasus mutilasi tiga siswi SMU Kristen Poso Sulawesi
Tengah, Basri alias Ayas alias Bagong didakwa melakukan tindak pidana terorisme
dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tim Jaksa yang diketuai Totok Bambang dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan, Senin, menyatakan tindakan terdakwa diatur dalam pasal 6 UU Nomor 15
Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Terorisme).
Dalam surat dakwaan yang dibacakan anggota tim Jaksa, Narendra, dinyatakan
terdakwa melakukan aksinya pada 29 Oktober 2005, pada saat bulan puasa.
Aksi tersebut merupakan inisiatif Irwanto Irano atas perintah Hasanudin, keduanya
telah divonis oleh majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Beberapa hari sebelum melakukan aksi, Irano telah melakukan tiga kali survey di
jalan setapak yang biasa dilalui enam siswi SMU Kristen menuju dan pulang sekolah.
Setelah memastikan bahwa keenam siswi selalu melalui jalan tersebut, Irano
membeli enam parang di Pasar Sentra Poso dalam dua kali pembelian, atas perintah
Hasanudin.
Setelah itu, menurut jaksa, pada 29 Oktober 2005, Basri, Agus Jenggot (sedang
disidang), Bojel (DPO), dan Isram (DPO) berangkat ke jalan setapak yang biasa
dilalui keenam siswi SMU Kristen. Mereka menuju ke lokasi berbekal parang dan
berada di bawah koordinasi Irano.
Diluar perkiraan, hanya empat siswi yang melintas di jalan tersebut. Setelah
diperintahkan oleh Irano, Isran menebas leher siswi paling depan yang bernama Alvita
Poliwo.
Sementara itu, Irano berusaha menebas siswi di barisan kedua, Theresia
Morangki.Siswi itu sempat lari sehingga hanya menderita luka bacok pada bagian
kaki. Namun demikian, nasib Morangki berakhir di tangan Agus Jenggot yang
langsung menebas leher siswi itu.
Sedangkan Basri bertugas membunuh siswi di barisan ketiga, Yarni Sambue. "Basri
berhasil menghajar, kemudian memenggal kepala siswi tersebut," kata JPU Narendra.
Sementara itu, satu siswi yang lain Novita Malewa, berhasil lolos dari maut.
Setelah melakukan aksi tersebut, Basri Cs langsung memasukkan kepala-kepala
korban ke dalam kantong plastik dan membuangnya di tepi jalan, setelah sebelumnya
diperlihatkan kepada Hasanudin.
Selain mendakwa Basri telah melakukan mutilasi, jaksa juga menyatakan Basri
bertanggung jawab dalam pembunuhan pendeta Susianti Tinulele di gereja Effata,
Palu, pada 18 Juli 2004.
Basri melakukan penembakan itu dengan menggunakan senjata laras panjang M-16
dengan bantuan Anang Mutadin (masih dalam proses persidangan di Palu).
Aksi itu mengakibatkan kematian Pendeta Susianti dan melukai sejumlah jemaat.
"Sebab kematian ada di organ vital otak akibat luka tembak," kata Narendra.
Kemudian jaksa juga mendakwa Basri telah melakukan penembakan terhadap Ivon
Natalia dan Siti di Poso pada 8 November 2005. Basri juga dianggap
bertanggungjawab atas peledakan bom senter di Kauwa, Poso, yang mengakibatkan
kematian Nella Salianggo.
Semua aksi Basri itu juga menjadi alasan jaksa mengajukan dakwaan subsidair
seperti diatur dalam pasal 7 UU Terorisme.
Sedangkan dalam dakwaan kedua, Basri juga dianggap telah menghalang-halangi
petugas menggunakan senjata api dan bahan peledak, seperti diatur dalam pasal 9
UU Terorisme.
Pada sidang dakwaan tersebut, Basri hadir dengan didampingi oleh kuasa hukum
Ashludin Hatjani yang mengatasnamakan diri dari Tim Pembela Muslim.
Terhadap dakwaan jaksa, kuasa hukum Basri tidak mengajukan keberatan, sehingga
sidang akan langsung memasuki tahap pembuktian pada 27 Agustus 2007.
(Ant/OL-03)
Copyright © 2007 Media Indonesia. All rights reserved.
|