Radio Nederland Wereldomroep, 05-07-2007
RMS, dari Kekerasan ke Aksi Simbolis
Pengibaran bendera RMS di depan presiden SBY yang terjadi Jum'at lalu di Ambon,
tetap mendapat sorotan media massa Indonesia. Aksi simbolis ini adalah
perkembangan baru dalam sejarah RMS sejak tahun 1950an sampai sekarang,
demikian Wim Manuhutu, direktur museum Sedjarah Maluku di Utrecht kepada Radio
Nederland Wereldomroep.
Sejarah panjang
Aksi pengibaran bendera RMS di Ambon di depan presiden SBY adalah hal yang baru
dalam sejarah panjang gerakan RMS. Pada awalnya, RMS terlibat dalam aksi-aksi
kekerasan baik di Maluku maupun di Belanda. Setelah melawan TNI pada tahun
1950an dan 1960an, di tahun 1970an aksi kekerasan pendukung RMS di Belanda
mencapai titik puncaknya dengan aksi penyanderaan kereta api, anak sekolah dan
gedung kedutaan besar RI. Namun akhir-akhir ini aksi RMS lebih bersifat damai,
misalnya aksi bendera di Ambon minggu lalu, demikian ulasan historis Wim
Manuhutu direktur museum sejarah Maluku di Utrecht, Belanda Tengah.
Lalu bagaimana dengan masa depan ide RMS ini? Gerakan seperatis IRA di Irlanida
misalnya sudah berubah dan berdamai dengan pemerintha Britania Raya. Apakah
proses perubahan yang sama juga akan terjadi ditubuh RMS?
Wawancara lengkap Wim Manuhutu
Karena otonomi daerah
Wim Manuhutu menunjuk pada GAM yang berubah menjadi gerakan politik di Aceh.
Memang sebagian orang Maluku di Belanda solider dengan warga Maluku tanpa
mengkaitkannya dengan RMS. Konsep NKRI sendiri sudah mulai berubah menjadi
gagasan simbolis. Otonomi daerah mengubah keadaan di lapangan demikian Wim
Manuhutu. Bagi sementara kalangan Maluku hal ini memudahkan mereka menerima
dimasukkannya RMS dalam konsep simbolis NKRI. Yang penting adalah masyarakat
aman sejahtera tanpa mementingkan konsep negara demikian direktur museum
sejarah Maluku di Utrecht, Wim Manuhutu.
© Hak cipta Radio Nederland 2007 Disclaimer
|