Liputan6.com, 12/07/2007 03:13
Isu Separatisme: Bagaimana Mengatasinya?
Juru Bicara Andi Mallarangeng mengatakan, ada tiga pendekatan yang dilakukan
pemerintah untuk menangani separatisme di Aceh, Papua, dan Maluku. Di antaranya
otonomi daerah, demokrasi, dan aparat keamanan.
Liputan6.com, Jakarta: Di suatu sudut Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam,
Sabtu (7/7) silam, sekelompok orang berkerumun mendeklarasikan sebuah partai
lokal baru. Belakangan masalah muncul karena partai ini menamakan diri Partai
GAM. Dulu, akronim ini dipakai oleh Kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Kecemasan pun muncul. Sebab, nama dan lambang partai baru itu mengembalikan
memori orang pada GAM. Kelompok yang dulu pernah ingin melepaskan diri dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Partai GAM dipimpin oleh Muzakir Manaf,
tokoh yang dulu pernah menjabat sebagai panglima sayap militer GAM. Sedangkan
para pengurusnya sebagian besar adalah bekas anggota dan simpatisan GAM [baca:
Partai GAM Dideklarasikan].
Di Jayapura, Papua, penutupan Konferensi Besar Masya! rakat Adat Papua pekan
silam diwarnai dengan tari-tarian dan pengibaran bendera Bintang Kejora. Bintang
Kejora bagi beberapa kalangan identik dengan Gerakan Papua Merdeka.
Tak pelak, pengibaran bendera Bintang Kejora langsung mendapat reaksi. Kepala
Staf Angkatan Darat Jenderal Joko Santoso menyatakan, pengibaran itu melanggar
hukum. Namun, menurut mantan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur,
bendera Bintang Kejora bukan simbol separatisme. Oleh karena itu, di era
kepemimpinan Gus Dur, bendera Bintang Kejora memang diperbolehkan untuk
dikibarkan [baca: KSAD: Pembentangan Itu Makar].
Sementara itu, kehadiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam acara
peringatan Hari Keluarga Nasional di Lapangan Merdeka Ambon, Maluku "disambut"
anggota gerakan separatis Republik Maluku Selatan. Puluhan orang yang menyamar
seba! gai penari cakalele mendekat ke Presiden Yudhoyono dan nyaris
membentangkan bendera Benang Raja (bendera RMS) [baca: RMS "Menyambut"
Kehadiran Presiden di Ambon].
Insiden itu mengundang protes di Ambon dan kota lainnya. Para tokoh masyarakat
dan lintas agama Maluku mengecam insiden ini. Para politisi mengecam petugas
keamanan yang lalai. Sementara para petinggi keamanan saling tuding soal siapa
yang paling bertanggung jawab. Polisi petinggi militer. Sedangkan pejabat tentara
balik menuding Badan Intelijen Negara. Sementara petinggi BIN menolak disalahkan.
Pembentukan Partai GAM, pengibaran bendera Bintang Kejora, dan insiden
sambutan tarian Cakalele memperlihatkan betapa sensitifnya isu separatisme. Jika
tidak dikelola dengan baik, masalah ini akan menjadi batu kerikil baru bagi
pemerintah.
Juru Bicara Presi! den Andi Mallarangeng mengatakan, ada tiga pendekatan yang
dilakukan pemerintah untuk menangani separatisme di Aceh, Papua, serta Maluku.
Pertama, pendekatan kesejahteraan dan keadilan dalam konteks otonomi daerah.
Kedua, pendekatan hukum dalam konteks demokrasi. Ketiga, bagi gerakan
separatisme yang menggunakan senjata akan ditumpas habis oleh TNI dan polisi.
"Tak ada kompromi, NKRI harga mati dari Sabang sampai Merauke," tegas Andi
dalam dialog Topik Minggu Ini, Rabu (11/7).
Namun, Koordinator Gerakan Jalan Lurus Doktor Sulastomo menilai, pemerintah
menganggap sepele soal separatisme. Padahal, ini adalah masalah serius.
"Bagaimana orang bisa mengatakan damai, kalau masih ada Partai yang namanya
GAM dengan segala atributnya dan kemungkinan bisa menang," ucap pria yang juga
mewakili kelompok nasionalis ini.
Akan tetapi Andi Mallarangeng membantah jika sudah ada partai lokal yang berdiri di
bumi Serambi Mekah. Sebab, Partai GAM belum diregistrasi oleh Departemen H!
ukum dan Hak Asasi Manusia. "Selama itu (Partai GAM) diregistrasi oleh
Departemen Hukum dan HAM, itu tidak ada," tegas Andi.
Aktivis Hak Asasi Manusia dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi
Manusia (PBHI) Hendardi mengatakan, pemerintah tidak perlu khawatir dengan
munculnya gerakan separatis di Papupa serta Maluku dan Aceh. RMS, misalnya.
Menurut Hendari, secara politik kelompok ini kekuatannya sudah sedikit.
Terkait masalah Partai GAM, Hendardi sependapat dengan Andi Mallarangeng.
Karena itu, pemerintah menurut Hendardi mengakomodasi pembentukan partai
tersebut. "Kemungkinan kalah dalam Pemilu bisa saja tejadi," ucap Ia. Tak hanya
Partai GAM, Hendardi juga meminta pemerintah agar mengakomodasi simbol-simbol
seperti bendera Bintang Kejora dan Benang Raja sebagai simbol kultural.
Namun, bagi Andi Mallrangeng, Bendera Bintang Kejora dan Benang Raja tetap
simbol separatisme. Sebab, simbol tersebut selama ini dipakai oleh gerakan
separatis. "Kal! au jalannya seperti bebek, wajahnya seperti bebek, suaranya seperti
bebek, pasti bebek itu," tegas Andi mengumpamakan sebuah pepatah Inggris.
Karena itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak setuju pendirian Partai GAM.
Semetara Hendardi tidak mempersoalkan pendirian partai tersebut. Sebab, ini
merupakan cara untuk menghindari kekerasan dan menyelesaikan masalah dengan
cara politik. Hal ini terdapat dalam nota kesepahaman (MoU) Helshinki. Karena itu,
Hendardi meminta pemerintah mengakomodir Partai GAM dan biarkan bertarung
dalam pemilihan umum dengan partai-partai yang sudah ada. "Ini mekanisme paling
fair untuk berkompetisi dan dites komitmennya, termasuk Partai GAM, terhadap
NKRI," kata Hendardi. (BOG)
Copyright (c)2000-2005 Surya Citra Televisi - All Rights Reserved
|