SINAR HARAPAN, Selasa, 24 Juli 2007
Lumpur Lapindo
Fasilitas untuk Pengungsi Akan Distop
Oleh Chusnun Hadi
Sidoarjo - Amanat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar Pemprov Jawa Timur
dan Pemkab Sidoarjo segera menyelesaikan masalah pengungsi korban lumpur yang
masih bertahan di Pasar Baru Porong, hingga saat ini masih belum ada hasil.
Setelah upaya "pengusiran" gagal dilaksanakan pada 15 Juli 2007 lalu, kini ada
rencana menghentikan fasilitas bagi para pengungsi.
"Suatu saat nanti, fasilitas sarana dan prasarana bagi para pengungsi akan
dihentikan. Pihak Lapindo telah menyiapkan paket uang kontrak pada para
pengungsi. Tinggal di pengungsian terlalu lama juga tidak sehat, karena fasilitasnya
memang serba darurat," kata Yuniwati Teryana, Vice President Human Resource &
Relation Lapindo Brantas Inc, di Sidoarjo.
Meskipun demikian, Lapindo tidak bisa memberikan batas waktu untuk mencabut
berbagai fasilitas di pengungsian tersebut. Sebab, mereka harus melakukan
koordinasi dengan Pemkab Sidoarjo melalui Satlak setempat.
Fasilitas yang selama ini diberikan pada para pengungsi adalah ransum makanan tiga
kali sehari, listrik, kebersihan lingkungan dan air bersih.
Menurut Yuniwati, hingga saat ini sudah lebih 10.000 keluarga korban lumpur yang
sudah menerima paket uang kontrak, berupa sewa rumah dua tahun sebesar Rp 5
juta dan jaminan hidup selama enam bulan sebesar Rp 300.000/jiwa serta uang
pindah Rp 500.000 per keluarga.
Pemkab Sidoarjo melalui Dinas Kesejahteraan Sosial (Dinkesos) juga merespons
wacana tersebut. Menurut Hisjam Rosyidi, Kepala Dinkesos Sidoarjo, bertahannya
para pengungsi di Pasar Baru Porong akan memunculkan masalah baru. Sebab,
pasar tersebut segera ditempati pedagang relokasi dari Pasar Porong Lama.
"Selama ini yang menanggung biaya pasokan air bersih, listrik, dan ransum makanan
adalah pihak Lapindo. Makanya, kami akan membahas masalah tersebut dengan
Lapindo," jelas Hisjam.
Sementara itu, H Sunarto, Ketua Paguyuban Rakyat Renokenongo Menolak Kontrak
(Pagar Rekontrak), mengatakan jika nanti fasilitas pengungsian dicabut sementara
warga masih berada di PBP, hal itu tentu saja tidak manusiawi.
Ia menambahkan, bertahannya warga di lokasi pengungsian karena memang belum
ada kesepakatan terkait dengan ganti rugi. "Kami menolak skema ganti rugi dalam
Perpres 14/2007," kata Sunarto.
Ia menambahkan, warga yang masih bertahan ini menuntut ganti rugi dibayarkan 50
persen di muka berikut ganti rugi imateriil berupa lahan seluas 30 hektare untuk
fasum plus relokasi bedhol desa di sekitar Pandaan Kabupaten Pasuruan.
Transaksi Lagi
PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) terus melakukan transaksi atas tanah dan bangunan
milik warga terdampak, khususnya pada status tanah nonsertifikat.
Dalam transaksi yang berlangsung Senin (23/7) sore, terdapat 41 bidang Letter C dan
satu bidang Petok D milik warga Siring dan Kedungbendo, serta lima bidang lahan
bersertifikat milik warga Perumtas-1 termasuk bangunan di atasnya.
Nilai transaksi yang berhasil direalisasikan adalah pembayaran uang muka 20 persen
sebesar Rp 3.212. 561.000 dari nilai total 100 persen Rp 16.062.805.000. n
Copyright © Sinar Harapan 2003
|