Sinar Indonesia Baru, 9 Juli, 2007
Gerakan Separatis Marak, Maluku Minta Otonomi Khusus
*Papua Bakal Susul Timtim, Kalimantan 5 Tahun Lagi
Gerakan separatisme di Indonesia diyakini semakin meluas. Papua pun diperkirakan
bakal menjadi wilayah kedua setelah Timor Timur (Timtim) yang lepas dari NKRI.
Setelah itu Kalimantan.
"Papua saat ini sudah sangat siap untuk lepas dari Indonesia," kata mantan Kepala
BIN Hendropriyono di sela acara diskusi Polemik "Mengungkap eksistensi
separatisme" di Menara Kebon Sirih, Jl Kebon Sirih, Jakarta, Sabtu (7/7). Hendro
menjelaskan tanda-tanda Papua akan segera lepas dari NKRI sudah sangat jelas.
Mereka saat ini ditengarai sudah memiliki sponsor yang siap mendukung
kemerdekaan wilayah di timur Indonesia ini. "Mereka memiliki sponsor yang besar
dan dana yang besar pula. Dana itu diperkirakan berasal dari dana otonomi khusus
yang hingga saat ini tidak sampai pada masyarakat. Mungkin itu suatu faktor
kesengajaan," ujarnya. Menurutnya, gerakan separatisme ini sudah mulai terlihat di
Timtim, Papua, Maluku, Kalimantan, dan Aceh sejak pertengahan 1980-an. "Para
tokoh yang tidak puas dengan pemerintah pusat mulai mencari-cari sponsor di luar
negeri.
Dan jika pemerintah tidak mampu mengendalikan konflik di sana, tidak menutup
kemungkinan 5 tahun lagi Borneo lepas," pungkas Hendro. Gerakan separatisme
Republik Maluku Selatan (RMS) semakin menantang pemerintahan NKRI. Gerakan
itu pun ditengarai muncul akibat Maluku selama ini selalu dicuekin pemerintah pusat.
"Gerakan seperti ini kan muncul karena ketidakpuasan rakyat dengan pemerintah
pusat," kata Ketua DPP Partai Hanura Suadi Marasabessi dalam acara diskusi
"Polemik mengungkap eksistensi separatisme" di Menara Kebon Sirih, Jl Kebon
Sirih, Jakarta, Sabtu (7/7). Menurutnya, pemerintah juga telah memperlakukan
Maluku dengan tidak adil di antara sesama wilayah yang memiliki gerakan separatis.
"Papua dan Aceh diberi otonomi khusus. Kenapa kita tidak. Padahal kita memiliki
kekayaan laut yang luar biasa," ujar Suadi.
Suadi pun mengusulkan agar pemerintah pusat memberikan Maluku titel otonomi
khusus untuk mengurusi kekayaan lautnya itu. "Jika diberi otonomi untuk
mengeksploitasi kelautan, saya yakin gerakan separatisme seperti itu tidak ada di
Maluku," ujarnya yakin. Bagi-bagi Uang Bukan Jaminan Separatisme Hilang
Mengatasi gerakan separatis harus dengan pendekatan pembangunan dan
kesejahteraan. Penggelontoran uang bukanlah solusi yang terbaik. "Solusinya harus
komprehensif, jangan hanya dikasih uang," ujar anggota FPG DPR asal Papua Simon
Patris Morin dalam diskusi bertema ‘Di Bawah Bayang-bayang separatisme' di
Mario's Place, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (7/7). Simon mengatakan,
pemberian dana sebesar 17 triliun kepada masyarakat Papua oleh pemerintah
bukanlah solusi yang tepat untuk meredam separatisme di wilayah timur Indonesia
itu.
Sebab dana itu ternyata tidak dikelola dengan baik dan tidak dirasakan secara
langsung oleh masyarakat Papua. Simon menilai, persoalan separatisme di Papua
dan Maluku akibat dari pemerintah yang berlaku kurang adil terhadap daerah-daerah.
"Soal separatisme itu bukan hanya milik Papua, Maluku, dan Aceh saja, tetapi
seluruh Indonesia yang tidak diperhatikan oleh pemerintah pusat," ujar Simon.
Kepentingan Asing Dituding Biang Keladi Munculnya Separatisme Intelijen asing
diyakini memiliki andil yang besar dalam munculnya gerakan separatis akhir-akhir ini.
Rakyat Maluku maupun Papua kemungkinan malah tidak mudeng dan tidak
menginginkan gerakan itu. "Orang Maluku sudah puas dengan Indonesia. Di papua
orang juga tidak paham dengan separatisme. Yang terjadi orang-orang tertentu di
kedua daerah itu dipakai orang asing untuk kepentingan mereka," kata mantan
Kasdam Trikora Brigjen Purn Rustam Kastor.
Runstam menyampaikan hal itu dalam diskusi dengan tema ‘Di Bawah
Bayang-bayang separatisme' di Mario's Place, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu
(7/7) Hal yang sama diungkapkan oleh anggota Komisi I DPR Ali Muchtar Ngabalin.
"Saya punya keyakinan seratus persen aktor-aktor itu ada," ujarnya. Politisi Partai
Bulan Bintang itu menambahkan, selain kepentingan asing, separatisme adalah
akibat dari buruknya kinerja pemerintah dalam memberikan kesejahteraan bagi
daerah-daerah yang selama ini bergolak. "Kalau mau selesai beri perlakuan yang
sama bagi bangsa Papua, Ambon dengan bangsa-bangsa yang ada di Jawa,
Sumatera, Kalimantan, serta Sulawesi," ujarnya. Front Pembela NKRI Akan
Sweeping Separatisme di Yogya. Front Pembela Negara Kesatuan Republik
Indonesia (FP-NKRI) akan melakukan sweeping terhadap orang-orang yang
mendukung gerakan separatisme di wilayah Yogyakarta.
Hal itu dilakukan bila TNI/Polri sudah tidak mampu mengatasi munculnya gerakan
mendukung separatisme di kota pelajar ini. Hal itu dikatakan Ketua FP-NKRI
Gandung Pardiman di Gedung DPRD DIY di Jl Malioboro, Yogyakarta, Sabtu (7/7).
"Kalau TNI/Polri sudah tak mampu lagi mengatasi, kami bersama-sama anggota
FP-NKRI akan men-sweeping mereka yang nyata-nyata mau makar dan mendukung
separatisme," katanya. Gandung mengatakan, insiden pembentangan bendera RMS
di hadapan Presiden SBY di saat acara peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas)
di Ambon, Maluku sudah merupakan tamparan tersendiri bagi negara Indonesia.
Belum lagi ditambah dengan kasus pengibaran bendera Bintang Kejora di Papua.
"Kami pendukung Front Pembela NKRI benar-benar terluka dengan kasus di Ambon
dan Papua. Kami tidak akan tinggal diam," ancam Gandung. Menurut dia, pihaknya
menyayangkan adanya penggunaan lambang-lambang Bintang Kejora saat terjadi
aksi demo mahasiswa Papua pada Rabu 4 Juli.
Namun kalau saat ini warga Yogyakarta masih belum bereaksi dalam kasus itu,
bukan berarti akan diam saja dan tidak bereaksi.
"Kesabaran warga Yogyakarta ada batasnya. Kami tidak ingin Yogyakarta dijadikan
tempat bagi pendukung gerakan separatis," tegas Ketua DPD Partai Golkar DIY itu.
Selama ini, kata dia, Kota Yogyakarta dikenal sebagai Indonesia mini dengan penuh
keragaman budaya. Dengan demikian apa artinya belajar di Yogyakarta sebagai kota
pendidikan, tapi tidak punya rasa cinta Tanah Air dan hendak memisahkan diri dari
NKRI. Dia mengatakan, sebagai ketua partai, dirinya sudah banyak bergaul dan
berinteraksi dengan berbagai suku dan masyarakat dari berbagai wilayah Indonesia
yang sedang belajar di kota Yogyakarta. Dari pergaulan itu diakuinya tidak semua
warga Maluku maupun Papua yang mendukung gerakan separatis. Dalam pertemuan
dengan anggota FP-NKRI pada Jumat malam yang dihadiri massa dari ormas lain
disepakati pihaknya tidak akan asal-asalan dalam melakukan sweeping.
Bila benar-benar terbukti nyata mendukung separatisme, FP-NKRI yang mempunyai
anggota ribuan di wilayah DIY itu akan menangkapnya. Selanjutnya akan diserahkan
kepada aparat untuk memproses secara hukum. "Kami juga akan melacak
mahasiswa-mahasiswa pendukung separatis melalui kampus perguruan tinggi," kata
Gandung yang sudah menjabat Ketua FP-NKRI sejak tahun 1999 itu. Salah
Manajemen Munculkan Tuntutan Merdeka Munculnya tuntutan merdeka dalam forum
Konferensi Besar Adat Papua merupakan bentuk kesalahan manajemen
ketatanegaraan. Pemerintah harus bertanggungjawab atas persoalan politik yang
mengancam keutuhan negara. "Ini bermula dan kesalahan fatal di Aceh, Gerakan
Aceh Merdeka (GAM), tiba-tiba diampuni, kemudian diberi uang, tanah, rumah dan
pentolannya, nyaris tanpa hambatan bisa dipilih menjadi Gubernur Aceh," kata
pengamat politik Universitas Tanjungpura, Prof Dr AB Tangdililing MA di Pontianak,
Sabtu (7/7).
Atas dasar itu, lanjut Tangdililing, sebagian masyarakat di Provinsi Maluku sempat
mengibarkan bendera Republik Maluku Selatan (RMS) di depan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono di Ambon, Jumat (29/6) dan praktisi pengibaran bendera
Organisasi Papua Merdeka (OPM) pada pembukaan Konferensi Besar Adat Papua,
Selasa (3/7) dan puncaknya berupa tuntutan merdeka rakyat Papua, Jumat (6/7). "Ini
implikasi dan sikap cenderung kompromistis dalam menyelesaikan persoalan
bangsa. Orang di Maluku dan Papua lantas iri akan menyelesaikan kasus Aceh lalu
mereka berasumsi, berontak terlebih dahulu, baru bisa diperhatikan pemerintah pusat.
Ini sangat memprihatinkan kata Tangdililing. (detikcom/SH/d/y)
|