SUARA PEMBARUAN DAILY, 29 Juni 2007
Pendukung RMS Menyusup di Hadapan Presiden
Insiden Peringatan Hari Keluarga Nasional di Ambon
Saya minta lakukan investigasi. Kenapa acara yang sudah tertata baik, harus
disusupi aksi seperti ini. Kalau memang ada perbedaan atau kepentingan
politik, seharusnya diselesaikan dan justru dapat dipadukan untuk kemajuan
masyarakat Maluku ke depan. (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono)
[AMBON] Acara puncak peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) XIV di
Lapangan Merdeka, Ambon, Jumat (29/1) pagi, diwarnai insiden oleh sekelompok
warga pendukung Republik Maluku Selatan (RMS).
Sekitar 20 lelaki tiba-tiba menyelonong memasuki areal Lapangan Merdeka dari sisi
kanan podium kehormatan, sambil menampilkan tarian Cakalele, ketika Gubernur
Maluku, Karel Albert Ralahalu, membacakan sambutannya di hadapan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono. Selain menari, mereka juga kedapatan membawa
bendera RMS yang disembunyikan di dalam alat musik tifa.
Aksi tersebut, sempat mem- buat panik panitia penyelenggara dan aparat keamanan,
karena suguhan tarian Cakalele tidak ada dalam susunan acara peringatan Harganas
XIV.
Melihat kondisi yang meresahkan, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan
(Menko Polhukam), Widodo AS, turun dari podium kehormatan dan berkoordinasi
dengan aparat keamanan.
Suguhan tari itu berlangsung hingga 10 menit, sebelum akhirnya aparat keamanan
dari kepolisian, TNI, dan panitia, menghalau para penari Cakalele keluar Lapangan
Merdeka.
Menanggapi insiden tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta aparat
keamanan menginvestigasinya. "Saya minta lakukan investigasi. Kenapa acara yang
sudah tertata baik, harus disusupi aksi seperti ini. Kalau memang ada perbedaan
atau kepentingan politik, seharusnya diselesaikan dan justru dapat dipadukan untuk
kemajuan masyarakat Maluku ke depan," tegas Presiden, sebelum memulai
sambutannya pada puncak acara peringatan Harganas IV.
Menurut informasi yang diperoleh SP, dua orang yang melakukan aksi tersebut telah
diamankan aparat kepolisian, karena kedapatan membawa bendera RMS. Bendera itu
disembunyikan di dalam alat musik tifa, yang biasa digunakan untuk mengiringi tarian
Cakalele.
Sejumlah pejabat terkait, seperti Kepala Kantor Taman Budaya Maluku, Semmy
Toisuta, juga dipanggil untuk dimintai keterangan menyangkut suguhan tarian
kebudayaan khas Maluku itu.
Sementara itu, Wali Kota Ambon, MJ Papilaja mengimbau warga Kota Ambon tidak
ter- pengaruh insiden tarian oleh pendukung RMS di hadapan Presiden. "Kita tidak
perlu ikut-ikutan ribut. Aparat keamanan akan mengungkap insiden kecil yang terjadi
di Lapangan Merdeka Ambon," kata Papilaja.
Tamparan buat Pemerintah
Menanggapi insiden penyusupan penari RMS di hadapan Presiden, anggota Komisi I
DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Permadi menilai,
semestinya Presiden menyikapi kejadian itu sebagai tamparan yang luar biasa
terhadap kepemimpinannya. "Itu ejekan yang luar biasa hebat," ujarnya.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Shidki Wahab, menyesalkan
insiden di Ambon tersebut. "Sikap kita jelas. NKRI adalah harga mati. Kita
menyesalkan sikap-sikap anti-NKRI," katanya.
Secara terpisah, pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies
(CSIS) Indra J Piliang berpendapat, insiden tersebut bisa diartikan sebagai bentuk
komunikasi politik, untuk mengingatkan pemerintah bahwa kelompok RMS tidak bisa
dianggap enteng.
"Pascakonflik dengan GAM (Gerakan Aceh Merdeka), tantangan berikutnya adalah
OPM (Organisasi Papua Merdeka) di Papua dan RMS di Maluku. Kegiatan-kegiatan
simbolis, seperti penaikan bendera OPM dan RMS akan terus dilakukan. Apa yang
terjadi di Ambon, memperlihatkan bahwa gerakan-gerakan seperti itu masih ada, tidak
bisa dianggap enteng, dan tidak bisa dianggap lebih kecil dari GAM. Apa yang
mereka lakukan itu juga menunjukkan bahwa RMS sudah bisa menyusup dalam
birokrasi di Maluku," ujar Indra mengingatkan.
Secara teknis, Indra menilai insiden tersebut akibat kelengahan Pemerintah Provinsi
Maluku. Bahkan bisa dicurigai, kelompok RMS sudah menyusup ke dalam tubuh
birokrat setempat.
Selain itu, lolosnya kelompok itu menampilkan diri di hadapan Presiden,
menunjukkan intelijen di Maluku, baik dari Polda, Kodam, maupun yang ikut dalam
rombongan Presiden Yudhoyono sangat lemah. Untuk itu, Presiden juga harus
membenahi aparat keamanannya, terutama intelijen. [VL/JA/B-14/A-21]
Last modified: 29/6/07
|