SUARA PEMBARUAN DAILY, 2 Juli 2007
Bendera RMS Kembali Dikibarkan
Pemerintah juga diminta meningkatkan kesejahteraan rakyat di Maluku, yang
dianggap merupakan akar masalah separatisme. (Pemuda Maluku Bersatu
(PMB))
[AMBON] Bendera Republik Maluku Selatan (RMS) kembali dikibarkan di sejumlah
wilayah di Kota Ambon, Maluku, Senin (2/7). Selain itu, juga terjadi demonstrasi
menuntut Gubernur Maluku, Karel Albert Ralahalu dan Kapolda Maluku mundur dari
jabatannya, menyusul insiden pembentangan bendera RMS di hadapan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono, saat peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas)
ke-14, Jumat (29/6) lalu.
Pengibaran bendera RMS, tampak dilakukan di sebuah jembatan besi di Desa Galala
(Kecamatan Sirimau), Tanjung Martha Fons (Desa Poka, Kecamatan Teluk Ambon),
dan di Desa Paso (Kecamatan Baguala), Kota Ambon. Seluruh bendera RMS
tersebut telah diamankan oleh aparat Kepolisian.
Sementara itu, sekitar pukul 11.00 WIT, berlangsung demonstrasi, yang
mengakibatkan sejumlah ruas jalan, seperti Jalan Sultan Baabullah dan Jalan Pantai
Mardika, tidak bisa dilalui. Demonstrasi itu sempat diwarnai pelemparan kendaraan
umum di depan Masjid Raya Al Fatah, Jalan Sultan Baabullah, Ambon.
Penyebabnya, kendaraan itu nekat menerobos kerumunan demonstran.
Pengemudinya dipukul massa, dan penumpang menyelamatkan diri.
Gubernur Maluku, Karel Albert Ralahalu, dan Wakil Gubernur Maluku, Memet
Latuconsina, langsung berjalan kaki dari Kantor Gubernur ke lokasi kejadian. Di
depan Masjid Raya Al Fatah, ribuan orang telah memadati pelataran masjid tersebut
dan ruas Jalan Sultan Baabullah.
Gubernur Maluku menegaskan, siap diperiksa terkait aksi pendukung RMS
membentangkan bendera "Benang Raja" di hadapan Presiden RI. Gubernur juga
mengakui, lolosnya 28 penari liar masuk ke lapangan saat peringatan Harganas,
karena aparat keamanan di lapangan tidak menguasai susunan acara yang telah
disiapkan panitia.
Secara terpisah, Ketua Badan Pekerja Harian Sinode Gereja Protestan Maluku,
Pendeta John Ruhulessyn menilai persoalan ini adalah kejahatan politik, dan jangan
sampai menodai hubungan persaudaraan masyarakat Maluku, serta tidak digeser ke
masalah agama. Kepada seluruh umat Kristiani diminta menyikapinya dengan
tenang, damai, dan tidak emosional.
Senada dengan itu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku, Idroes Toekan juga
meminta segenap warga Muslim di Maluku tetap tenang dan tidak terprovokasi aksi
para pendukung RMS tersebut.
Menindaklanjuti penyelidikan insiden pembentangan bendera RMS saat Harganas,
menurut rencana, Asisten I Sekwilda Maluku, Jopi Patty, dan istri Gubernur Maluku,
Sofie Ralahalu diperiksa di Polda Maluku. Pemeriksaan tersebut terkait dengan
status Sofie Ralahalu sebagai Ketua Panitia Harganas dan Jopi Patty terkait dengan
acara Harganas.
Tersangka Bertambah
Sementara itu, Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Pol Sisno Adiwinoto
mengungkapkan, tersangka insiden pembentangan bendera RMS bertambah satu
menjadi 32 orang.
"Kami masih mengevaluasi secara intensif fakta di lapangan dengan mendapatkan
keterangan para tersangka. Selain itu juga dari rekaman kamera atau alat bukti lain,
sehingga diharapkan bisa dilihat siapa-siapa yang terlibat di sana," ujarnya di
sela-sela peringatan HUT ke-61 Bhayangkara, di Pontianak, Kalimantan Barat, Senin
pagi.
Menyikapi insiden Harganas, Pemuda Maluku Bersatu (PMB) meminta pemerintah,
khususnya aparat keamanan, mengusut tuntas insiden pengibaran bendera "Benang
Raja" RMS di depan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pemerintah juga diminta
meningkatkan kesejahteraan rakyat di Maluku, yang dianggap merupakan akar
masalah separatisme.
Sikap PMB itu dikemukakan ketua umumnya Ronald Syauta, saat Musyawarah
Pimpinan Nasional PMB, di Jakarta, Minggu (1/7) malam. Ronald, yang didampingi
fungsionaris PMB yang juga artis penyanyi, Franky Sahilatua berharap, dengan
penuntasan insiden ini sampai pada aktor intelektualnya, masyarakat Maluku secara
keseluruhan tidak dirugikan.
Menurutnya, insiden ini membuat masyarakat Maluku di mana pun di negeri ini
dirugikan secara sosial politis. Untuk pengusutan hingga tuntas perlu dilakukan, agar
stigmatisasi RMS untuk kepentingan atau tujuan politik tertentu tidak terjadi. Menurut
keyakinan PMB, kader ideologis RMS sebenarnya sudah tidak ada lagi.
Namun Ronald mengakui, persoalan kesejahteraan masyarakat di Maluku, terutama
pascakonflik, menimbulkan keprihatinan tersendiri. Faktor itu terlihat sekali sebagai
penyebabnya. [VL/G-5/Y-3/A-21]
Last modified: 2/7/07
|