SUARA PEMBARUAN DAILY, 16 Juli 2007
Musibah KM Wahai Star
14 Meninggal, 39 Orang Selamat
[AMBON] Upaya pencarian terhadap korban tenggelamnya KM Wahai Star hingga
Senin (16/7) pagi masih terus dilanjutkan. Keluarga korban masih memenuhi
Pelabuhan Yos Sudarso, Ambon, Maluku untuk menunggu kabar nasib keluarga
mereka.
Pada Minggu (15/7), nakhoda Wahai Star, Stevanus Lekatompesy, yang juga ikut
tewas telah dimakamkan. Jumlah korban yang dievakuasi hingga Senin pagi
sebanyak 53 orang, 14 di antaranya meninggal dunia, sementara 39 selamat.
Demikian Koordinator Tim Pencarian Korban KM Wahai Star, Letkol (P) Effendy
Bungkang yang dihubungi SP Senin pagi di Ambon.
Ia mengungkapkan para korban tewas dievakuasi dengan KRI Sura 802 milik TNI AL.
Sementara itu, KRI Panana yang kini berlabuh di Namlea juga disiagakan untuk
mengevakuasi para korban KM Wahai Star ke Ambon.
Ditambahkan, evakuasi korban Wahai Star sering mengalami hambatan akibat cuaca
yang buruk. Memasuki hari keenam pencarian korban yang dilakukan oleh tim
gabungan dengan menggunakan 9 kapal kecil lainnya untuk menelusuri pesisir Pantai
Timur Pulau Buru terus berupaya mencari korban yang selamat maupun tewas. Hal
yang sama juga dilakukan oleh pesawat Nomad milik TNI AL yang membantu
melakukan pencarian.
Para korban selamat yang ditemukan umumnya terdampar di pesisir pantai seperti di
Dusun Namsugi, Dusun Waimoli, dan Desa Iiat, Desa Waimorat, Kecamatan
Batabual, Buru Utara. Sementara itu, korban yang meninggal yang dievakuasi ada
yang dibawa ke Ambon dan ada juga dimakamkan di Namlea, ibukota Kabupaten
Buru. Beberapa korban yang selamat di rawat di Rumah Sakit Namlea kini menunggu
dievakuasi ke Ambon.
Stasiun Maritime
Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Maluku, Benny
Sippolo, meminta perhatian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Maluku untuk
memperjuangkan anggaran pembangunan stasiun maritime guna mengetahui
tingginya gelombang laut di Maluku. Karena selama ini BMG Ambon hanya
mengharapkan laporan dari stasiun Maritim Tanjung Priok Jakarta.
Beberapa tahun lalu, Pemerintah Provinsi Maluku telah membangun kantor maritime
tersebut di Desa Latuhalat, Kecamatan Nisaniwe, Kota Ambon. Namun akibat
kerusuhan, pembangunan kantor tersebut terbengkalai sampai saat ini.
Kepala Dinas perhubungan Maluku, Benny Gaspers mengakui hingga kini belum
melanjutkan pembangunan stasiun tersebut. Sementara itu, kepala Bidang Kelayakan
Kapal, Administrasi Pelabuhan (Adpel) Ambon, B Sugiharto, yang dihubungi seca- ra
terpisah mengatakan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, pihaknya
membentuk tenaga fungsional yang bertugas khusus menilai kelayakan kapal yang
beroperasi di Maluku.
Ia mengakui KM Wahai Star yang berusia 23 tahun itu dan mengantongi sertifikasi
yang telah dilengkapi dengan radio dan kelengkapan keselamatan penumpang masih
layak berlayar.
Setiap 3 bulan Adpel melakukan pengawasan baik menyangkut kelayakan kapal
maupun menyangkut sertifikasi kapal lainnya.
Dikatakan, musibah ini tidak bisa dikaitkan dengan tidak berfungsinya alat
komunikasi pada kapal tersebut. Adpel melakukan pengecekan terhadap radio kapal.
"Macetnya alat komunikasi di KM Wahai Star karena mesin mati dihantam
gelombang laut," ujarnya.
Ditandaskan, menurut ren- cana Selasa (17/7) Komite Nasional Keselamatan
Transportasi (KNKT) akan tiba di Ambon untuk menyelidiki kasus tenggelamnya
kapal tersebut. Selain KNKT, Rabu (18/7) Mahkamah Pelayaran juga ke Ambon untuk
memeriksa pihak-pihak terkait dengan musibah KM Wahai Star. [VL/W-8]
Last modified: 16/7/07
|