SUARA PEMBARUAN DAILY, 18 Juli 2007
Ma, Beta Mau Pulang
usibah bisa menimpa siapa saja. Tidak terkecuali bagi Kapal Motor (KM) Wahai Star
yang telah berusia 23 tahun itu. KM Wahai Star waktu itu berangkat dari Pulau Buru
Leksula, Senin (9/7) malam. Dalam kondisi laut yang tidak bersahabat, kapal ini tetap
melakukan perjalanan menuju Ambon dengan menyinggahi sejumlah pelabuhan kecil
untuk memuat penumpang. Laut Pulau Tiga tidak mau berkompromi dengan kapal
tersebut.
Maryam Silawane (40), penumpang yang selamat dan dirawat di Rumah Sakit (RS) dr
Haulusy Kudamati Ambon menuturkan pengalamannya. Maryam asal Desa Wamsisi
Buru Selatan, selamat dari musibah KM Wahai Star setelah berjuang selama dua
hari, walaupun dalam keadaan terluka.
Maryam hari itu masih menunggu KM Wahai Star yang akan membawa mereka ke
Kota Ambon. Suami Maryam sebenarnya tidak mengizinkan dia berangkat karena
kondisi alam yang buruk. Dia mengaku naik malam itu bersama Anak Buah Kapal
(ABK) yang berasal dari desa tersebut.
"Bagaimana abang Man,"? Tanyanya kepada salah seorang ABK tentang cuaca saat
itu. Man, sang ABK menjawab singkat "bae" (baik, Red). "Kalau cuaca bae katong
berangkat," ujar Maryam dalam dialek Buru. Man pun menjawab "seng apa-apa
ombak di sini saja, kalau sudah di laut bebas seng lai," ujar Man. Perasaan Maryam
sebenarnya berat. Bahkan, suaminya mengingatkan kalau hati berat jangan pergi,
bahkan iparnya pun mengingatkan jangan berangkat kalau hati tidak enak. Maryam
akhirnya memilih kembali lagi ke rumah, tapi dia sempat bertemu lagi dengan
nakhoda kapal Pratama yang mengatakan bahwa cuaca tidak apa-apa buktinya
mereka baru datang dari Ambon. Memang ada ombak, tapi tidak apa-apa.
Akhirnya Maryam memilih tetap naik KM Wahai Star menuju Ambon. Namun,
sayangnya kata hati Maryam yang rasanya tidak enak lebih benar daripada pendapat
ABK Wahai Star dan Nakhoda KM Pratama. Pendapat kedua pelaut ini tentunya
keliru karena Maryam mengaku baru saja beberapa menit keluar dari Desa Wamsisi
ombak sudah menghantam kapal. Tiara anaknya yang ikut bersama menangis karena
ketakutan. "Ma, beta mau pulang ke bapak jua," ujar Tiara anaknya berusia 9 tahun
yang tewas dalam musibah ini.
Kapal menyinggahi desa-desa di Buru Selatan itu ombak terus menghantam kapal.
Seingatnya desa yang disinggahi adalah Desa Waisili dan Waitawa. Setelah
gelombang laut menghantam kapal terus-menerus, sekoci membentur badan kapal
berulangkali, akibatnya kapal bocor. Seorang ABK naik dari bawah ruang mesin dan
memerintahkan seluruh penumpang untuk memakai pelampung karena kapal sudah
tidak dapat terkendali.
Kebocoran kapal tersebut menyebabkan air masuk ke ruang mesin. Kapal miring dan
akhirnya tenggelam dengan badan kiri kapal yang tenggelam duluan. Maryam
mengatakan jika nonton Titanic maka persislah sudah KM Wahai Star seperti
tenggalmnya kapal Titanic. Dikatakan, dia sudah terlempar dan anaknya juga sudah
lepas dan hilang dari dirinya. Maryam menggunakan pelampung dan terapung di laut,
di tengah laut itulah banyak kisah menarik.
Digigit Ikan
Seorang penumpang laki-laki dari KPLP saat itu memegang sebuah papan yang
cukup besar. Di tengah laut itulah sekitar 20 penumpang terapung-apung bahkan di
tengah musibah ini Maryam dan beberapa penumpang yang terapung masih sempat
ngobrol. Akhirnya Maryam memilih berenang dengan seorang penumpang bernama
Wem Souisa yang dianggapnya sebagai kakak sejak musibah tersebut terjadi.
Malam di tengah laut berenang 3-4 jam tidak ditemukan apa-apa.
Akhirnya pagi kelihatan pulau, namun tetap tidak sampai-sampai juga di pulau-pulau
tersebut. Selama 2 hari 2 malam tinggal di laut Maryam sempat digigit ikan di bagian
paha kiri. Dirinya rasakan benar gigitan tersebut sepanjang 5 sentimeter. "Sudah
ambil bagian tuh pergi sudah," ujar Maryam kepada ikan yang mengigitnya.
Setelah lama berenang dan terapung itulah tiba-tiba ada sebuah pulau. Kira-kira 4 mil
dari pantai, para nelayan dari Pulau Manipa akhirnya memberikan pertolongan.
Setelah ditolong luka-luka mereka diobati. Kebetulan mereka tiga orang, dia, Wem
dan seorang mahasiswa Universitas Pattimura (Unpatti) bernama Billy yang akhirnya
meninggal begitu tiba di darat. Sementara itu anaknya Tiara yang tewas ditemukan
mayatnya di Batabual terus dievakuasi ke Namlea dan telah dimakamkan.
Kisah lain dari seorang ABK KM Wahai Star bernama Khalid Layn (50). KM Wahai
Star ketika lepas tali dari Buru. Mendekati Pulau Tiga, akibat ombak yang
menghantam, kapal bagian belakang pecah. "Yang saya tahu, kapal penuh air terus
kapal tenggelam," kata Khalid. Itu sekitar jam 22.00 WIT Senin (9/7).
Khalid berenang untuk menyelamatkan diri di belakang Pulau Tiga, dari situ dia
mencoba menyusuri Pulau Manipa, namun tidak berhasil harus keluar selat Buru
dulu. Di Selat Pulau Buru itulah dia terapung-apung. Dalam kepasrahan dia terus
diterpa ganasnya laut Buru hingga terdampar di pantai Desa Amanjaya, Pulau
Manipa, Kabupaten Buru.
Pelaksana Tugas Administrator Pelabuhan (Adpel) Ambon Abraham Lesnussa
mengatakan, belum ada aturan soal usia kapal kayu. Pengawasan kelaikan kapal
dikembalikan pada kantor teknis masing-masing berdasarkan kewenangannya.
Sejauh ini memang pihaknya belum bisa menyampaikan angka pasti jumlah
penumpang di KM Wahai Star tersebut. Mungkin ada penilaian lemahnya koordinasi,
namun Lesnussa menjelaskan, sarana perhubungan ke Buru Selatan sangat sulit,
baik itu sarana komunikasi maupun sarana angkutan.
Kapten Kapal Minas nomor 35 Bangun Priyono yang berhasil menyelamatkan
puluhan penumpang kapal naas tersebut mengatakan, diperkirakan kapal itu
tenggelam 11 mil dari Pulau Manipa Kabupaten Seram Bagian Barat. Ketika kapal
Minas milik pertamina itu menlintas di perairan Buru, saat itu ada yang berteriak
minta tolong. Kapal dihentikan dan langsung menyelamatkan para korban. Kapal
hanya bisa menampung 29 penumpang. [SP/Vonny Litamahuputty]
Last modified: 17/7/07
|