SURYA online, Tuesday, 17 July 2007
Buntut Kecolongan Tarian RMS, Kapolda Maluku Dicopot
Jakarta - Surya : Aksi separatisme Republik Maluku Selatan (RMS) akhirnya
meminta korban. Karena kecolongan aksi tarian separatis itu dalam acara resmi
Presiden SBY pada 29 Juni lalu di Ambon, Kapolda Maluku Brigjen Pol Gatot Guntur
Setiawan dicopot.
Kapolri Jenderal Pol Sutanto memutuskan mengganti Gatot dengan Brigjen Pol
Muhammad Guntur Ariyadi yang sebelumnya menjabat Kepala Biro Bina Operasi
Deputi Operasi Polri. Selanjutnya, Gatot Guntur akan menjabat sebagai staf ahli
Kapolri.
"Pergantian tersebut terkait dengan insiden pembentangan bendera RMS pada
peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) di Ambon, 29 Juni 2007 lalu," kata
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Sisno Adiwinoto, di Jakarta, Senin (16/7).
Nama Brigjen Guntur Ariyadi mencuat ke publik berkat keberhasilan operasi Poso
tahun 2007 yang berhasil menangkap belasan tersangka kekerasan Poso. Operasi
yang dipimpin Guntur Ariyadi dianggap sukses karena hingga kini tidak ada lagi
kasus tindak kekerasan dan ledakan bom yang selama lima tahun terakhir terus
mengguncang Poso.
Dikatakan Sisno Adiwinoto, pergantian itu dilakukan setelah melalui evaluasi dari
kasus yang terjadi di depan Presiden SBY tersebut. "Langkah ini diambil sebagai
bentuk pertanggungjawaban sebagai Kapolda. Anak buahnya telah lalai," kata Sisno.
Dikatakannya, dalam kasus ini, Paspampres, TNI, Pemda Maluku, dan Polri telah
lalai sehingga masing-masing telah mengambil tindakan secara internal. "Serah
terima jabatan akan berlangsung secepatnya," kata Sisno. Diperkirakan, acara serah
terima akan berlangsung Selasa (17/7) ini di Mabes Polri.
Sementara itu, Kapolda Papua Irjen Pol Max Donald Aer dan Kapolda NAD Irjen Pol
Bahrumsyah juga diganti, namun karena pensiun. Keduanya diganti oleh
masing-masing Wakapolda yaitu Irjen Pol FR Andi Lolo akan menjadi Kapolda Papua
dan Irjen Pol Rismawan menjadi Kapolda NAD.
Seperti diberitakan, 28 aktivis RMS berhasil menyusup ke acara peringatan Harganas
di Lapangan Merdeka Ambon pada 29 Juni 2007 lalu yang dihadiri Presiden SBY. Di
depan Presiden, mereka memperagakan tarian Cakalele kemudian membentangkan
bendera RMS.
Para penari itu tiba-tiba nyelonong dan beraksi di depan Presiden, para menteri,
gubernur, dan bupati/walikota se-Indonesia. Mereka menggelar tarian perang
kemudian membentangkan bendera RMS 'Benang Raja' berwarna merah, putih, biru,
dan hijau berukuran jumbo.
SBY pun geram. Kapolda Maluku Brigjen Pol Guntur Gatot Setiawan bersama
aparatnya dan petugas Paspampres segera membubarkan tarian tersebut dan
menangkapi para pelakunya. Tak hanya Kapolda, Pangdam XVI Patimura Mayjen TNI
Sudarmaidy Suandi serta Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Syamsir Siregar juga
langsung turun tangan memeriksa para penari tersebut.
Insiden tersebut membuat SBY marah besar. Dalam sambutannya saat itu SBY
mengatakan: "Kalau ada perbedaan di antara para elite, para pemimpin, para tokoh,
jangan memilih cara-cara yang tidak baik. Kasihan rakyat. Kalau ada acara yang
menggangu keutuhan kita sebagai bangsa dan negara dan keutuhan NKRI, atas
nama institus, tentu kita harus memberikan tindakan tegas. Ini tidak bisa
ditawar-tawar. Saya persilakan pejabat negara dan pimpinan daerah yang
bertanggung jawab atas semuanya itu menyelesaikan dengan sebaik-baiknya."
Setelah itu, Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto dan Kapolri Jenderal Pol Sutanto
menggelar jumpa pers. Intinya, TNI maupun Polri akan melakukan evaluasi secara
internal dan mencari siapa yang harus bertanggungjawab, selain tetap mengusut
kasus gerakan separatisme tersebut. jbp/ugi/ant
|