Tribun Timur, Senin, 02-07-2007
Kepala BIN Tersinggung Pernyataan Panglima TNI
Jakarta, Tribun -- Badan Intelijen Negara (BIN) tersinggung atas pernyataan Panglima
TNI Marsekal Djoko Soeyanto berkaitan dengan insiden pengibaran bendera gerakan
separatis Republik Maluku Selatan (RMS) di depan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY).
Melalui salah seorang staf khususnya, Kepala BIN Mayjen Syamsir Siregar
membantah insiden itu terjadi karena kelemahan intelijen.
"Meski Panglima dan Kapolri tidak menyebut insiden itu terjadi karena kelemahan
BIN, namun mereka sudah menyebutkan kata intelijen. Kami tersinggung, kami tidak
terima kalau kami dikatakan lalai.
Karena jauh-jauh hari sebelum acara di Ambon itu dimulai, BIN sudah melaksanakan
tugas-tugasnya," kata staf khusus Kepala BIN, Janzi Sofyan, dalam jumpa pers di
rumah makan Dapur Sunda, Jakarta, Minggu (1/7).
Ia menjelaskan, sebelum kedatangan Presiden SBY ke Ambon, Maluku, untuk
menghadiri peringatan Hari Keluarga Nasional Ke-14, Jumat pekan lalu, BIN sudah
melaporkan perkembangan Ambon sebagai bahan-bahan pertimbangan.
"Ada tiga hal yang kami laporkan kepada menteri sekretaris negara (mensesneg).
Salah satunya dan yang terpenting adalah kami melihat bakal ada aksi separatisme
yang dilakukan RMS saat Presiden SBY berkunjung ke Ambon," kata Sofyan.
Sofyan mengatakan, dalam setiap acara di daerah-daerah yang akan dihadiri SBY,
BIN selalu bertugas lebih dulu untuk melaporkan situasi untuk mengantisipasi
kejadian yang tidak diharapkan.
BIN, kata Sofyan, juga sudah melapor ke pemerintah daerah selaku koordinator
acara, sebelum menemui mensesneg dan petugas pengaman presiden (paspampres).
"Dalam pertemuan itu mereka (pemerintah daerah) memberitahukan susunan acara
yang akan diadakan saat Presiden SBY di sana. Kalau ada acara-acara yang dinilai
tidak perlu dan membahayakan keberadaan Presiden, itu pasti dicoret. Nah, tarian
Cakalele itu tidak ada dalam agenda yang dilaporkan, tapi kok tiba-tiba ada dalam
susunan acara saat disana. Kita justru bertanya ini ada apa sebenarnya," katanya.
Sofyan menuding Wali Kota Ambon, Jopie Papilaja, yang harus bertanggung jawab
atas insiden itu. "Ia yang bertanggung jawab menyusun acara sesi kesenian,"
katanya.
Heran
Dihubungi Tribun per telepon, Jopie heran atas pernyataan BIN tersebut. Menurut dia,
ada kesalahan persepsi atas inisial yang disebut intelijen, yakni JP, yang dianggap
membantu para penari itu.
"Nggak. Saya tidak ada urusan di sana. Saya tak ada sangkut pautnya. Di jajaran
panitia saya tidak ada. Mungkin yang dimaksud JP itu adalah wakil ketua yang
membidani acara Harganas," ujar Jopie.
"Semua orang telepon saya. Karena ternyata namanya itu sama dengan saya. Jadi
saya kaget juga. Ini kok, bagaimana bisa nama saya dikait-kaitkan. Saya ini kan
tidak ada urusan," katanya.
Jopie mengatakan, dalam kepanitiaan Harganas, yang menjadi event organizer (EO)
adalah asisten I pemerintah provinsi. Nama atau inisialnya juga JP.
Saat kejadian, Jopie mengaku berada di panggung kehormatan yang juga ditempati
SBY.
Tersangka Bertambah
Di Ambon, aparat Polda Maluku menangkap lagi satu orang yang diduga pendukung
RMS.
"Jadi seluruhnya tersangka yang kini kami amankan ada 32 orang. Satu lagi berhasil
kami tangkap hari Sabtu kemarin. Waktu tepatnya untuk penangkapan saya tidak
mengetahuinya, yang jelas dia kami duga juga terlibat dalam aksi separatisme di
Lapangan Medeka," ujar Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Pol Sisno Adiwinoto,
saat diwawancarai. (JBP/aco/ade/bdu)
Copyright ©2005 Tribun Timur - All rights reserved.
|