|
|
Maluku Report 106 - Provided By Masariku Network Edisi Senin, 9 September 2000 Tindakan Represif Aparat di desa Sirisori Amalatu 1. Tindakan Represif Aparat Aksi kekerasan yang dilakukan kelompok perusuh Muslim dalam Penyerangan yang dilancarkan selama dua hari berturut-turut, 7-8/10/2000, ternyata masih diikuti dengan aksi kekerasan aparat dari pasukan Gabungan yang diterjunkan Kodam XVI Pattimura ke Saparua. Pasukan gabungan yang terdiri dari 192 personil, yang tiba di desa Sirisori Islam pada hari Minggu sore, 8/10, ketika melakukan melakukan sweeping di wilayah desa Sirisori Amalatu, Senin 9/10, justru melakukan tindakan kekerasan yang menelan 1 korban luka tembak atas nama Bpk. Marthinus Patty (43 thn). Tidak jelas, apa motif tindakan represif aparat keamanan sebab informasi yang diterima menyebutkan bahwa aparat keamanan bukan cuma melakukan sweeping melainkan pula menembak ke arah warga desa Sirisori Amalatu dan mengejar warga yang sementara berlindung ke hutan. Warga desa yang berlindung di hutan umumnya mereka yang rumahnya dibakar dan terpaksa mengungsi ke pondokan-pondokan kebun yang berada di hutan. Agak aneh memang melihat tindakan represif aparat yang dilakukan pada tempat dan waktu yang salah sebab sikap itu justru bukan dilakukan pada saat para perusuh menyerang desa Sirisori Amalatu melainkan setelah desa itu berhasil direbut dan diduduki kembali oleh Tuan tanahnya. Begitupun juga objek represif tindakan aparat bukannya ditujukan kepada para perusuh yang jelas-jelas melakukan aksi kekerasan melainkan kepada korban penyerangan para perusuh, yakni warga desa Sirisori Amalatu. 2. Evakuasi warga Sirisori Amalatu Menembusi Hutan Sebelum dimulainya aksi sweeping aparat dari pasukan gabungan ke desa Sirisori Amalatu pada pukul 9.00 WIT, desa Sirisori telah kosong ditinggalkan warganya sebab sebagian besar warga desa yang tadinya berlindung di hutan, telah mengadakan evakuasi diri secara serentak pada pukul 04.00 WIT, 9/10, berjalan kaki menembusi hutan menuju arah utara yakni ke wilayah Hatawano dan ke arah barat menuju ke kota Saparua. Perjalanan para pengungsi di tengah kegelapan hutan, dilakukan dengan menggunakan Obor seadanya. Umumnya yang menuju ke kota Saparua adalah para ibu dan anak-anak karena disamping jaraknya relatif dekat, mereka membutuhkan makanan dan susu serta tempat beristirahat. Menurut kesaksian dari para pengungsi yang tiba di kota Saparua, saat melintasi hutan menuju kota Saparua, mereka masih ditembaki di perjalanan. Dikabarkan setelah beristirahat sehari di kota saparua, para ibu ini akan kembali ke desanya besok pagi, 10/10. Data sementara meyebutkan ada 117 pengungsi warag desa Sirisori Amalatu yang berada di kota Saparua. 3. Diskordinasi Komando ? Pasukan gabungan TNI pada hari Minggu, 8/10, bukanlah satu-satunya pasukan yang dikirim ke Saparua sebab pada saat yang bersamaan telah dikirim pula satuan brimob yang berjumlah 41 orang. Antara kedua pasukan ini, kelihatannya terjadi diskoordinasi ataupun beda komando. Hal itu dapat dilihat saat kedua satuan ini hendak diterjunkan ke desa Sirisori Amalatu tidak terjadi komunikasi di antara kedua satuan tsb. Saat aparat Brimob sedang mengadakan negosiasi pada pukul 10.00 WIT, untuk mendapatkan izin masuk dan menjaga wilayah desa Sirisori Amalatu dari warga desa tsb, terdengar berita bahwa pasukan gabungan TNI sudah lebih dulu memasuki wilayah tersebut. Akibatnya, komandan kelompok Brimob tersebut menunda rencana mobilisasi aparatnya ke desa Sirisori Amalatu demi mengantisipasi kemungkinan terburuk yang terjadinya diantara kedua kesatuan di lapangan nanti. Prosedur meminta Izin kepada warga Sirisori Amalatu, menurut komandan kelompok Brimob ini, terpaksa ditempuh karena sebelumnya telah terjadi penolakan warga desa di pulau Saparua terhadap kehadiran aparat keamanan, termasuk pula ada yang menolak kehadiran Brimob. Kelompok aparat brimob ini baru bisa memasuki desa Sirisori Amalatu sekitar pukul 15.00 WIT setelah daerah itu ditinggalkan pasukan gabungan TNI sekitar pukul 14.00 WIT. 4. Keadaan Desa: Tempayan Adat desa Sirisori Amalatu lenyap Informasi data kehancuran desa Sirisori Amalatu menyebutkan bahwa selain hancurnya Baileo adat desa, "TEMPAYAN ADAT" yang berada di Baileo ternyata hilang (tempayan adalah wadah air yang terbuat dari tanah liat). Dugaan besarnya adalah bahwa Tempayan adat tersebut telah dipindahkan para perusuh Muslim yang tahu betul arti dan makna tempayan adat tsb. Kesimpulan sementara bahwa tempayan adat ini telah dijarah karena belum ditemukan adanya pecahan tempayan tsb di sekitar Baileo desa sebagai indikasi adanya pengrusakan. Bagi masyarakat desa Sirisori Amalatu, kasus ini cukup serius mengingat "tempayan" itu adalah warisan adat yang bernilai sakral. Dari bukti sisa/jejak bekas tembakan mortir yang berserakan di sekitar gereja, diduga gedung gereja GPM di desa Sirisori Amalatu dihujani 46 buah mortir. Informasi lainnya yang terpantau ialah bahwa 15 rumah yang lolos dari gempuran mortir perusuh, didapati dalam keadaan kosong alias dijarah seluruh isi rumah-rumah tsb. Selanjutnya, para perusuh juga telah membakar gedung sekolah dasar. 5. Penempatan satuan pengamanan desa Sirisori Amalatu Cerita hancurnya desa Sirisori Amalatu ternyata berlatar pula pada persoalan posisi penempatan satuan aparat di 2 pos jaga perbatasan. Baik pos jaga di desa Sirisori Islam (desa Penyerang) maupun pos jaga di desa Sirisori Amalatu ternyata dijaga oleh aparat dari kesatuan yang sama, yakni kesatuan TNI 403 Diponegoro. Pengaturan posisi aparat ini berbeda dengan yang pola umum yang dilakukan di 2 daerah perbatasan yang rawan konflik seperti [1] antara desa Ulath (desa Kristen) dengan desa Sirisori Islam atau [2] antara desa Kulur (desa Islam) dengan desa Pia (desa Kristen). Pada kedua daerah ini, masing-masing pos penjagaannya diisi oleh aparat keamanan yang berbeda kesatuan. Kesamaan unsur aparat jaga di pos jaga desa Sirisori Islam dan Sirisori Amalatu ini dinilai masyarakat sebagai salah satu alasan ketidak- sungguhan aparat membela wilayah tugasnya dari serangan perusuh. II. Situasi Kota Ambon Dari Ambon, dikabarkan situasi relatif tenang walaupun demikian terjadi beberapa peristiwa seperti tertangkapnya 2000 butir peluru yang hendak dipasok ke Ambon dengan menggunakan kapal KMP Rinjani. Penangkapan itu tejadi setelah kemasan amunisi tersebut dilemparkan seseorang dari atas kapal yang tengah melakukan disembarkasi di pelabuhan Ambon pada hari ini, 9/10. Pelaku pemasokan kini masih buron namun bisa dipastikan bahwa pasokan amunisi itu ditujukan kepada kelompok muslim sebab selama ini KMP Rinjani merupakan 1 dari 3 kapal tumpangan warga Muslim di ambon, apalagi kapal itu berlabuh di wilayan penguasaan kelompok Muslim yakni di pelabuhan Ambon (300 meter dari Mesjid raya Alfatah). Di tempat lain, yakni di wilayah antara desa Nania dan negeri Lima (desa Kristen yang telah diratakan dan kini menjadi daerah perbatasan penguasaan Muslim) diinformasikan terjadi aksi pelemparan mortir yang disusul kemudian dengan tembakan beruntun saat sebuah kendaraan militer melewati daerah tsb. Provided By Masariku Network 2000 - Masariku@egroups.com Received via e-mail from : Peter by way of PJS
|