|
|
----- Original Message ----- Benarkah Waai milik Islam & apa yang harus kita lakukan ? Kemudian dengan penuh percaya diri mereka melanjutkan bahwa: "Desa Waai ini pada mulanya adalah desa muslim, namun ketika Portugis dan Belanda menginjakkan kaki penjajahan di desa ini, maka sejak itu pula mereka menguasai desa Waai, yang didahului dengan pembumihangusan rumah dan masjid, serta mebunuh dan mengusir penduduk, dan bagi yang tidak bersedia masuk agama kristen", kata Muhammad Lessy, tokoh desa Liang. Lalu menurut Abdullah Hehanusa, salah satu tokoh desa Tulehu : "....bukti adanya bekas masjid tersebut telah diketahui sejak lama, namun karena semua penghuni desa Waai saat itu Kristen semua, maka tidak mungkin lagi didirikan masjid. Itu juga menjadikan bukti kalau permusuhan dan peperangan antara kristen dan Islam bukan berlangsung saat ini saja, melainkan telah berlangsung selama berabad-abad yang lalu, dengan pelaku pertamanya selalu orang Kristen". Kemudian mereka menulis : ".......sementara itu, Panglima Laskar Jihad Ahlussunnah wal Jama'ah, Ustadz Ja'far Umar Thalib menyatakan kalau semua hasil temuan kaum muslimin itu menjadi bukti kuat kalau di tahun 1670 yang lalu umat Islam terusir dari kampungnya. Dan saat inilah waktunya untuk kembali lagi", tegas ustadz Ja'far. Selanjutnya diharapkan agar warga desa muslim sekitar desa Waai segera menempati kampung Waai agar pasukan RMS Kristen tidak lagi berharap menduduki kembali rumah yang menyimpan senjata-senjata tersebut. Seluruh muslimin akan segera mengadakan koordinasi dengan seluruh kepala desa untuk secepatnya merealisasikan masukan ustadz Ja'far tadi. Bahkan direncanakan akan dibangun kembali masjid yang cukup besar di bekas reruntuhan masjid tua yang baru diketemukan tersebut. Tulisan ini harus disambut dengan rasa syukur tetapi disikapi dengan sangat hati-hati. Rasa syukur, karena sejumlah motif buruk terpeta di balik tulisan ini. Sedang sikap hati-hati diperlukan terutama karena tulisan ini dangkal dan sangat berbisa. Tulisan ini dangkal karena tidak punya pemahaman kontekstual terhadap Maluku, khususnya negeri-negeri (desa-desa) di pulau Ambon. Kedua, dia mengabaikan sama sekali pertimbangan historis yang objekti tentang kehidupan umat beragama di Ambon. Kemudian, kedangkalan ini membuat pernyataan-pernyataan orang-orang yang dia kutip; antara lain si Ja'far Umar Thalib, panglima Laskar Jihad yang gede bacot dan berani cuma karena didukung militer atau berlindung di balik mujahidin Ambon - sebagai sumber racun nomor wahid yang disebar baik ke tengah-tengah kelompok Muslim dan Kristen asal Maluku/Ambon. Tulisan ini beracun karena menghasut warga Muslim asal Ambon untuk menggunakan pandangan yang a-historis tentang Waai. Ia juga beracun bagi warga Serani karena dengan mudah tulisan itu menghina dan mengfitnah serta menimbulkan perasaan seakan-akan umat Kristen memiliki kesalahan sejarah yang paling besar. Keduanya akibat racun ini mematikan. Mematikan akal sehat, mematikan situasi yang diusahakan berkembang kondusif untuk dialog terutama karena aksi-aksi kekerasan harus di-stop, dan mematikan timbulnya inisiatif luhur antar komunitas Maluku/Ambon untuk mengusahakan jalan keluar dari bencana yang memilukan ini secara bersama-sama. Apa untungnya ? Jelas, yang menangguk keuntungan adalah: mereka yang menginginkan langgengnya instabilitas di kawasan timur Indonesia demi terwujudnya tujuan-tujuan politik kekuasaannya; juga mereka-mereka mulai dari yang setingkat dengan Ja'far Umar Thalib hingga ke komandan-komandan lapangan yang menangguk keuntungan material dengan memanipulasi Agama dan keberagamaan khususnya Islam dan keIslaman sebagaimana tampak dalam pembiasan aksi suci JIHAD secara tak kentara. Sesungguhnya, sangat keliru kalau orang berpendapat bahwa Waai itu milik Islam atau Kristen. Pandangan keliru ini juga dilontarkan si jafar umar, panglima laskar jihad yang hanya mampu menjadi alat militer. Dia memang tidak tahu bahwa negeri Waai itu pertama-tama bukan milik umat Islam atau Kristen, tapi milik orang Ambon. Tentu pengetahuan Jafar Umar - (mungkin dia Jawa tak berbudaya ? ) - tentang Ambon sangat minim kalau tak mau disebut kosong. Dia hanya tahu mental dan budaya padang pasir yang barbar tetapi dimengerti sebagai sesuatu yang Islami, baik di Afganistan maupun di negeri-negeri Muslim lainnya di kawasan Timur Tengah (termasuk di Saudi Arabia, tempat kota suci Mekkah terletak tapi juga tempat manusia-manusia serakah, amoral dan pemerkosa TKW Indonesia). Mari kita pahami duduk soal negeri Waai sebelum sembarangan membuat klaim tentang Waai sebagai milik Islam. Sebelum Islam masuk atau Kristen dianut di Maluku, orang-orang di pulau Ambon itu punya agama Ambon. Mereka percaya pada sesuatu yang sangat kudus, perkasa dan sumber segala sesuatu - baik yang jahat maupun yang baik. Dengan istilah yang berbeda-beda, Yang Jahat itu disebut di pulau Ambon sebagai "Tete Momo" sedang Yang Baik disebut sebagai "Tete Manis" (yang terakhir ini kemudian diambil alih oleh para penganjur ajaran Kristus untuk membantu orang Ambon secara kultural mengenal siapa itu Yesus Kristus). Saat itu pengelolaan negeri dan petuanan adat Waai dilakukan menurut adat Ambon. Sekiranya benar Islam masuk ke Waai pertama kali maka Islam-lah yang pertama kali melakukan penaklukan pada orang Waai yang bukan Islam. Tapi kalau Islam tidak melakukan penaklukan terhadap penduduk Waai maka pasti warga yang beragama Islam datang menempati Waai dan menaklukan petuanan (tanah adat) Waai. Bagi saya keduanya sama saja. Harus dicamkan bahwa wilayah desa Waai bukanlah daerah tidak bertuan. Ia boleh tidak ditempati manusia tetapi ia bagian dari wilayah adat Ambon. Siapa pemegang otoritas adat di wilayah itu ? Apakah betul Hitu yang pernah bermimpi membangun Kerajaan Hitu Raya itu menjadi pemegang otoritas adat ? Dan sekiranya Hitu memegang otoritas adat, dari manakah dia mendapatkannya ? Siapakah marga asal Hitu atau asal negeri-negeri di sekitar Hitu yang melekat di Waai sampai saat ini ? Pertanyaan-pertanyaan ini penting untuk menghentikan sikap gegabah yang bisa menjadikan kita terperosok ke dalam prasangka buta. Bukankah prasangka buta itu bertentangan dengan ajaran agama Islam ? Kalau tidak bertentangan, bagaimanakah kita yang non-Muslim ini bisa menjadikan nilai-nilai Islam sebagai patokan moral sedangkan Islam tampil dengan wajah ganda yang sukar dipercaya ? Kalau Islam masuk dan menaklukan Waai - baik warganya yang bukan Islam maupun petuanannya (wilayah tanah adatnya) yang juga bukan Islam - maka apa yang dilakukan Kristen - yang menurut laskar jihad sebagai penaklukan dan kebencian terhadap Islam hanyalah buah dari Karma dan Nasib bagi Muslim.Ingat, siapa yang menumpahkan darah orang sekali waktu akan mengalami penumpahan darahnya pula. Dari sejarah Ambon kita tahu bahwa hegemoni bukan karakter masyarakat Kristen. Anda harus tahu bahwa pemegang otoritas adat di sebagian besar wilayah kota Ambon yang lama adalah negeri Soya di wilayah pegunungan jasirah Leitimur.. Wilayah Batumerah dan Waihaong misalnya, yang sekarang dikenal sebagai pemukiman Muslim itu adalah wilayah adat desa Soya. Warga pemukim di Batumerah dan Waihaong diperbolehkan menetap di situ oleh pemegang otoritas adat Soya. Kesempatan itu kemudian digunakan Batumerah untuk membangun dirinya sebagai sebuah negeri (desa adat) dengan memberlakukan nilai-nilai adat yang dianut penduduknya. Kemudian jadilah Batumerah sebagai desa adat. Warga Batumerah yang telah menerima kebaikan hati negeri Soya itu malah berani kurang ajar dan bertikai dengan Soya, Sang Tuan Tanah Adat. Ini memang fenomena kerakusan manusia. Pertikaian dimaksud antara lain dalam hal pemilikan wilayah Kebun Cengkih yang dijadikan Pemda Kotamadya Ambon sebagai tempat pembuangan sampah kota. Ketika di tingkat Mahkamah Agung Raja Soya dinyatakan menang, ganti rugi yang pernah disediakan Pemda Kotamadya Ambon itu telah raib karena diambil oleh orang-orang Batumerah yang berperkara dengan Raja Soya (kalau tidak percaya tanya saja mantan Walikota Sugiyono, walikota sekarang (Chris Tanasale - red), dan Jusuf Chalil SH, anggota DPRD Tkt I Maluku, yang saat itu menjadi Kuasa Hukum keluarga-keluarga tertentu di Batumerah yang berperkara lawan Raja Soya atau tanya langsung Raja Soya yang sampai kini tidak mendapat ganti rugi sepeserpun dari Pemda dengan alasan tersebtu di atas). Bagaimana dengan Waihaong ? Wilayah ini tidak pernah menjadi negeri adat tapi penduduknya yang mayoritas Muslim perlahan-lahan menjadikannya sebagai wilayah Muslim. Mudah dipahami mengapa warga Kristen diusir dari Batumerah kemudian dari Waihaong (dan Silale) melalui penyerangan tiba-tiba dan pembakaran terhadap rumah-rumah orang Kristen. Bagaimana mungkin warga Kristen yang memulai kerusuhan 19 Januari 1999, sedangkan rumah-rumah warga Kristen di Batumerah dan Waihaong-lah yang menjadi sasaran pertama saat kerusuhan meletus pertama kalinya tanggal 19 Januari 1999 dan dinyatakan begundal tertentu di al-Fatah (seperti a/l Haji Dullah Soulissa dan Haji Hasanusi yang memimpin MUI Maluku, dkk) sebagai Idul Fitri berdarah. Harus diakui bahwa pemerintah negeri Soya memahami mengapa warga Muslim memerlukan wilayah domisili di Batumerah dan Waihaong. Ini 'kan orang-orang basudara yang singgah di kedua pantai (Batumerah dan Waihaong) lalu bermukim di situ. Kalau mereka pemilik tanah adat, seharusnya mereka punya pemukiman di wilayah tengah kota Ambon atau perbukitan di selatan kota Ambon (lama). Kalaupun misalnya mereka yang bermukim di kedua tempat itu pernah membayar sewa atas wilayah yang mereka tempati (seperti yang diharuskan Hitu kepada warga yang menempati tanah adatnya di wilayah Benteng Karang), Soya tidak pernah berpikir untuk mengusir mereka dari pemukimannya. Berbeda dengan Hitu dan desa-desa sekitar yang pernah menangguk keuntungan dari pembayaran atas tanah adat yang disetor warga Benteng Karang tetapi kemudian mengusir mereka dengan paksa, membantai mereka, mensadisi para perempuan mereka dan anak-anak mereka lalu menjarah harta milik mereka. Hal-hal di atas itu pasti tidak diketahui si panglima laskar jihad, Ja'far Umar Thalib. 'Kan otak tempenya itu hanya tahu bagaimana menjual umat Islam kepada militer. Dia pikir tidak ada orang yang tahu bahwa dia selalu berhubungan dengan Letjen suaidi marasabessy, mantan Kasum ABRI, atau brigjen (purn) rustam kastor yang pernah jadi begundal Orde Baru untuk menyapu lawan-lawan politiknya dengan kekerasan militer serta stigma RMS yang menunjukan pola baku cara-cara Orde Baru menguasai rakyat Indonesia di Maluku yang kritis terhadap kekuasaan. Dia pikir tidak ada orang yang tahu, berapa kali dia bertemu Suaidi Marasabessy, antara lain di Jakarta atau di Yogya. Dia pikir tidak ada orang yang tahu bahwa dia menolak bertemu dengan Gus Dur, Presiden RI, karena pengaruh Suaidi Marasabessy yang saat itu ingin bertemu Gus Dur paling tidak sejak Maret 2000, tetapi terus ditolak (Suaidi sendiri baru diterima Gus Dur kira-kira pada bulan Juli 2000 setelah sejak Maret 2000, Amir Hamzah, putra Kailolo yang merupakan salah satu kampiun politik asal Maluku melakukan lobby membantu dia). Si ja'far umar thalib itu pikir tidak ada orang yang tahu bahwa akhirnya secara diam-diam dia bertemu Lisa, puteri Gus Dur (berdomisili di Yogya), yang sangat "concern" mengenai masalah Maluku. Untuk pertemuan itu dia menolak orang-orang yang diminta Lisa untuk mendampinginya, seperti Abu - putera Hitu - yang mengabdi di Kontras, atau ibu Margaretha yang menjadi relawan setia TIRUS (tanya saja kedua orang ini atau saya punya saksi lain yang tahu bagaimana bajingannya si ja'far umar thalib yang ingin memanipulasi Lisa saat itu). Karena dalam pertemuan dengan Lisa di Jakarta itu, dia sudah datang dengan rencana mengajukan segudang permintaan termasuk HP baru dsbnya. Tentu saja Lisa tidak mengabulkannya. Wong, agendanya bicara soal penghentian kekerasan di Maluku kok pake minta-minta segala untuk kepentingan pribadi dan kawan-kawan. Akhirnya Lisa memang tahu bahwa si ja'far umar thalib itu hanya segitu saja. Akhirnya dia tidak diajak datang atau bicara lagi ketika delegasi-delegasi yang mewakili komunitas Islam dan Kristen Maluku bertemu Gus Dur di Jakarta. Kemudian, dia pikir tidak ada orang yang tahu kalau dia menerima dana operasi a/l dari Lybia dan beberapa orang asal Arab, baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di luar Indonesia. Jelas orang seperti ini hanya menggunakan JIHAD sebagai jargon untuk kepentingan pribadinya. Kalau dia ditangkap, seharusnya dia menghadapi audit dari lembaga independen; berapa banyak uang yang dia terima sebagai hasil menjual semangat Islam yang suci seperti JIHAD. Saya mengatakan hal-hal ini bukan asal ngomong dan fitnah tetapi bukti-buktinya ada dan saya sanggup membuka tabir keserakahan si jafat umar thalib; baik keserakahan politik kekuasaan maupun keserakahan material. Kalaupun tidak sekarang, suatu waktu akan saya buktikan. Apalagi kalau UU Perlindungan Saksi disahkan DPR RI dan diundangkan Pemerintah. Kiranya Allah dalam Kristus menguatkan saya melakukan hal ini suatu waktu. Selanjutnya, ketika si ja'far umar thalib berkomentar mengenai Waai, dia melakukan empat kesalahan sekaligus. Pertama, dia buta soal Ambon; Kedua, dia tidak paham hal lain kecuali menebarkan kebencian terhadap orang Ambon khususnya umat Kristen, termasuk dengan menggunakan stigma RMS; Ketiga, dia buta mengenai agama Kristen, agama para "ahli Kitab" yang sering disebut kafir padahal umat Kristen percaya kepada salah nabi Isa (Kristus) yang juga dipercayai nabi Muhammad SAW, sang penganjur Islam dan junjungan umat Islam di seantero bumi; Keempat, dia tidak membaca al-Quran sampai tamat dan memahaminya secara holistik sehingga dia tidak paham kesaksian al-Quran mengenai Yesus (nabi Isa); dan kelima, hatinya beracun sehingga dia tega menghianati semangat hidup bersama Islam-Kristen yang tumbuh ratusan tahun di Maluku, serta mengorbankan terlalu banyak nyawa anak-buahnya yang menyebut diri Laskar Jihad serta anggota TNI-AD di medan tempur. Contoh terakhir yang diinformasikan kawan-kawan saya di Lateri adalah terbunuhnya Serda La Sambo dari kesatuan Arhanudri, Malang dengan tasbih di tangan dan sejuta rupiah - lembaran seratus ribu rupiah - serta obat di kantong seragam lorengnya, ketika dia mengawali serangan mujahidin Ambon atau Laskar Jihad ke negeri Passo (gambar korban sia-sia ini sudah disebar-luaskan di mailing list dan saya sempat melihatnya dari seorang kawan anggota Masariku E-Groups). Contoh lainnya adalah terbunuhnya sejumlah prajurit Yonif 733 yang menyerang Waai. Di mana ja'far umar thalib ketika anak-anak mereka dan pacar mereka berduka karena kehilangan sang suami dan pacar tercinta ? Pasti tidur-tiduran sambil menghitung harta perolehannya, menyiapkan khotbah yang disampaikan di mesjid-mesjid serta bacot besarnya berkaok-kaok melawan Gus Dur (yang terakhir ini tak mungkin dilakukannya di Jawa kalau tidak ingin kehilangan nyawa murahannya). Perlu diingat, bahwa Agama Kristen yang tiba di Maluku bukan tipe agama Kristen ala padang gurun Arabia atau Palestina; tempat asal-usul mental Barbar sebagaimana yang ditunjukan oleh kaum Quraisj pada masa-masa kegelapan di jasirah Arab. Atau sejenis "Quraisy modern" yang suka memperkosa TKW Indonesia Saudi yang patut diidentifikasi sebagai musuh Islam. Agama Kristen juga bukan agama dengan ambisi penguasaan teritorial. Karena itu mimpi bahwa umat Kristen yang berada di balik Belanda menaklukan desa Waai adalah mimpi buruk ja'far umar thalib dan manusia-manusia sejenisnya. Agama Kristen - dan jika tidak ada dongeng tentang kasus Waai maka Islam-pun termasuk yang -- merambah daerah seribu pulau (Maluku) dengan jalan damai. Kedua umat beragama itu malah berhasil membangun kehidupan kultural yang tidak dipahami ja'far umar thalib dkk. Agama Kristen juga berbeda jauh dengan kolonialis Belanda atau Portugis. Meskipun sekelompok umat Islam - yang disuarakan orang-orang seperti Eggy Sujana, Ahmad Sumargono atau Adi Sasono -- selalu menyamakan Kristen dengan Belanda. Bukankah perilaku kolonialis Belanda di tolak oleh Injil ? Thomas Matulessy, kapitan Pattimura, ternyata adalah seorang warga Maluku beragama Kristen yang bangkit memimpin perlawanan melawan Belanda di tahun 1517 (1817-red). Bukankah warga Maluku di Belanda masih terus berjuang untuk menghapus diskriminasi - terang-terangan atau terselubung - sampai saat ini ? Karena itu pikiran tentang Kristen yang identik dengan Belanda menyerang Islam di Waai dan memaksa mereka masuk Kristen adalah pikiran spekulatif dan manipulatif. Lebih dari itu pikiran sejenis ini sengaja dilansir sebagai taktik murahan untuk melindungi perbuatan anarkhis kelompok Muslim tertentu yang menghancurkan desa-desa adat Kristen sepanjang kerusuhan berlangsung, atau membelah perut hamil Ny. Rina (Makewe), warga Benteng Karang pada tanggal 20 Januari 1999 saat banjir penyerang dari pesisir utara jazirah Leihitu menyerang, membakar dan menjarah harta milik warga Kristen di Benteng Karang, Telaga Kodok, Hunuth, Waiheru-Nania dll. Kita harus mewaspadai taktik busuk ini karena salah besar jika kelakuan orang-orang Islam tertentu sejenis ja'far umar thalib itu digunakan untuk mengidentifikasi sikap Kristen. Waai memang jatuh oleh pemboman dan lontaran mortir. Ribuan warganya mengungsi ke tengah hutan rimba Salahutu dan menyeberang dengan bayak derita ke Passo dan sekitarnya. Tapi semua orang harus tahu bahwa Waai jatuh setelah diserang 19 kali (kalau tidak salah, kali ke 19 terjadi tanggal 6 Juli 2000) tanpa sebelumnya ada gambaran bahwa Waai itu dulunya milik Islam. Mengapa Muhammad Lessy, yang disebut sebagai tokoh desa Liang dan Abdullah Hehanusa, yang disebut tokoh desa Tulehu baru sekarang ini menyatakan bahwa :"Desa Waai ini pada mulanya adalah desa muslim, namun ketika Portugis dan Belanda menginjakkan kaki penjajahan di desa ini, maka sejak itu pula mereka menguasai desa Waai, yang didahului dengan pembumihangusan rumah dan masjid serta membunuh dan mengusir penduduk, dan bagi yang tidak bersedia masuk agama kristen". Lalu, "....bukti adanya bekas masjid tersebut telah diketahui sejak lama, namun karena semua penghuni desa Waai saat itu Kristen semua, maka tidak mungkin lagi didirikan masjid." Mengapa bukan itu tuntutan awal kalau hendak menduduki Waai ? Mengapa baru setelah Waai jatuh baru argumen ini muncul ? Bukankah sudah banyak korban Muslim yang jatuh sejak pertama kali Waai diserang ? Jelas sekali bahwa kisah penemuan bekas reruntuhan mesjid di Waai adalah alasan yang dicari-cari. Ujung-ujungnya sangat jelas; bahwa ceritera tentang Waai ini adalah argumen yang direkayasa untuk melegitimasi penyerangan Muslim ke Waai dan ke desa-desa adat lain. Negeri Rumah Tiga dan Poka misalnya sudah di-klaim sebagai wilayah Muslim sehubungan dengan sejarah Kerajaan Hitu Raya. Berani taruhan, kalau hanya orang Hitu dan semua warga di desa-desa Muslim bekas kerajaan Hitu Raya itu menyerang untuk merebut Poka-Rumah Tiga, kedua desa itu tidak akan jatuh sampai "ayam bergigi". Berani taruhan kalau tidak ada bantuan militer, Poka-Rumah Tiga, Waai, Kariu dan lain-lain bisa jatuh. Ini tragis bagi Islam. Nafsu besar, tenaga kurang. Jadi Ja'far Umar Thalib tak perlu bermegah diri dengan jatuhnya Waai. apalagi menganjurkan warga desa-desa sekitar Waai untuk menduduki Waai. Anjurannya ini adalah pemasangan bom waktu yang akan meledakan masyarakat Maluku suatu waktu setelah ia pulang kampung dan menikmati harta yang diperoleh atas penghianatannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, kepada Islam Maluku dan para muslim yang bergabung dalam Laskar Jihad, kepada moral TNI, kepada masyarakat sipil Indonesia yang harus kita bangun bersama (Islam maupun Kristen) dan kepada masyarakat Maluku umumnya. Saya tidak sedikitpun bermaksud memecah-belah Islam dengan pernyataan ini, karena saya tidak mendapat keuntungan apapun bila Islam retak, apalagi Islam Maluku. Saya hanya bermaksud mengingatkan basudara Maluku terhadap angin perpecahan yang terus ditiupkan orang-orang tidak bertanggungjawab sampai saat, baik orang luar Maluku semacam ja'far umar thalib, Rustam Kastor, Ali Fauzi dll, serta kaki-tangannya di Maluku yang juga kebagian rejeki dengan mengorbankan sesama Muslim, termasuk warga Buton dan Bugis yang selalu ditaruh di garis depan penyerangan terutama pada saat babak-babak pertama dan kedua kerusuhan. Kemudian, kita jangan terpukau dengan penyesatan informasi bahwa umat Kristen Maluku-lah yang memulai penyerangan hanya dengan alasan itu terjadi di hari raya Idul Fitri. Bagi otak-otak kotor Muslim seperti rustam kastor cs, peledakan kerusuhan di hari raya Idul Fitri adalah alibi yang harus dipakai. Tapi dengan bukunya yang tebal sekalipun Rustam gagal meyakinkan masyarakat yang memang sudah cerdas. Yang terpengaruh adalah mereka yang memang tidak cerdas. Kalau benar Kristen merencanakan penyerangan untuk memulai kerusuhan, ia akan beraliansi dengan TNI; ia akan mengusahakan dana yang banyak untuk membayar TNI seperti yang sekarang terjadi. Ia juga akan membayar gaji tambahan TNI dan menyuruh mereka cuti untuk sementara waktu lalu terlibat menyerang Muslim. Ini mudah karena sejak Soeharto jatuh, TNI telah mengalami demoralisasi menyeluruh; apalagi para perwiranya (Jenderal sampai Kolonel). Ia akan menyediakan senjata, bukan saja senjata tajam tetapi senjata api. Jangan under-estimate terhadap umat Kristen. Kalau dia mau menghancurkan Islam di Maluku, dia tidak akan mulai di kota Ambon. Dia akan mulai dari wilayah Maluku Tenggara Jauh, baru masuk ke Tual dan sekitarnya (Banda akan dia acuhkan sebab sangat mudah untuk "ramas si tua Arab yang tambun - Des Alwi pung batang leher; di samping dia perlu "rampok" uangnya Des Alwi untuk membiayai perjuangan dengan kompensasi melindungi Des Alwi dan usaha bisnis pariwisatanya yang eksploitatif dan diskriminatif). Buang waktu kalau dia mau mengusir Islam Maluku dengan cara menguasai Unpatti, atau DPRD Maluku dan Pemda. Untuk apa ?? Persaingan politik berwarna SARA yang dituduhkan ke pada civita academica Unpatti, atau para politisi di DPRD Maluku dan para birokrat di Pemda Maluku adalah bagian wajar dari dinamika politik di Maluku yang terus-menerus bergumul dengan masalah-masalah integrasi masyarakat. Ini tidak signifikan untuk suatu kerusuhan yang dimaksudkan untuk mengusir Islam dari Maluku. Ini harus kita katakan. Kalau Kristen mau pengusiran atau pembantaian Muslim harus dilakukan langsung secara fisik, mulai dari basis terkuat Kristen yaitu wilayah Maluku Setelah selesai, Ambon akan dengan mudah diselesaikan oleh para petarung Maluku Tenggara yang ada di Ambon dan sekitarnya, para petarung dari p.Saparua, p. Haruku dan Nusalaut serta mereka yang ada di negeri-negeri pegunungan Ambon. kastor dkk selalu menyebut kerusuhan Dobo atau Hatiwe Besar yang sangat singkat dan tidak mengakibatkan pengungsian besar-besaran warga Muslim sebagai try-out untuk kerusuhan Maluku. Salah besar. Sebab kalau mau, Dobo dengan gampang jatuh. Apalagi Tual. Itu 'kan basis Kristen terkuat. Sekarang ini kalau ja'far umar thalib berani melebarkan penyerangan ke Tual, dalam hitungan jam, pulau Dullah dan wilayah sekitar pelabuhan Tual (wilayah Muslim di Tual) akan pertama-tama jadi lautan api. Lalu wilayah Kei Besar akan segera bersih dari Muslim. Coba saja kalau ingin dipermalukan . sebagai serdadu foto-copy. Tapi untuk apa umat Kristen melakukannya. Kalau ada rencana penyerangan oleh umat Kristen, dia tidak akan melakukannya di hari raya Idul Fitri, sebab secara politis dan strategis tidak sedikitpun menguntungkan. Kalau Kristen mau menghancurkan lalu mengusir Islam Maluku atau memproklamirkan Republik Maluku Serani, dia akan sangat taktis karena sudah lama dia tahu dimana kekuatan Islam Maluku. Dia sangat mampu melakukan semua ini. Lihat saja, kalau tidak dibantu mortir TNI/AD, mana bisa Waai jatuh ? Bahkan Kaibobu dan Ariyate di pulau Seram tidak pernah mampu dijatuhkan, kecuali ja'far umar thalib kembali menggunakan peralatan perang TNI dan yang sejenis. Sudah terbukti bahwa mereka yang disebut kapitan Hitu atau kapitan Sanana terbunuh sia-sia di sana. Jangankan di Ariyate, di Benteng Karang atau perbatasan Passo saja kapitan Hitu dibunuh oleh warga Benteng Karang dan Passo sebagai pelajaran atas keserakahan dengan menjadi alat sejumlah tokoh Muslim dan militer yang ingin menimbulkan instabilitas kawasan serta kekisruhan politik. Kalau ini perang jihad bagi Islam, sudahlah, hentikan membayar militer dan bersekutu dengan militer. Atau mau mengambil resiko untuk menyerukan jihad tapi dengan sadar melakukan penyimpangan atas doktrin jihad. Jihad itu suci jadi caranya juga musti suci. Itu 'kan ajaran Nabi Muhammad SAW. Sejenis aliansi dengan militer juga bisa dibuat Kristen Maluku ketika militer terpuruk dan mengalami demoralisasi. Tapi untuk apa semua itu. Untuk apa mengotori prinsip KASIH untuk sesuatu yang tak berujung-pangkal. Kristen Maluku lebih mencintai semua warga Maluku dan karena itu tidak ada alasan untuk membangkitkan peperangan dengan saudara-saudaranya yang Muslim. Tapi kalau serangan, provokasi dan taktik busuk ini terus berlanjut, mari kita waspada. Gereja, terutama GPM (yang terbesar di Maluku) dan Advent (maaf, yang terakhir ini gereja saya) harus sungguh-sungguh waspada karena dia sedang diserang oleh kekuatan yang berlimpah dana dan senjata. Gereja Katolik juga harus "firm" seperti sekarang. Jangan ragu-ragu atau berpikir teologis-dogmatis yang - mohon beribu maaf pak Uskup -- fragmentaris semata-mata seperti ketika kerusuhan berlangsung sepanjang hampir tiga babak (atau ketika kerusuhan meletus di Tual). Dia harus terus terang menyatakan sikap dan menuntun warganya ke arah sikap itu. Tidak salah kalau gereja Protestan dan Katolik Maluku tegas untuk tidak berdialog sebelum laskar jihad (sang kontributor kerusuhan dari luar) keluar dari bumi Maluku. Tapi dengan sesama basudara Muslim yang tidak menyetujui cara-cara Laskar Jihad, gereja harus tetap berdialog dalam rangka membangun kohesi sosial, modal bagi integrasi politik di tengah masyarakat. Jangan plintat-plintut seperti seorang pendeta GPM yang bernama - maaf beribu maaf, karena ini bukan soal pribadi -- JR, asli Amahai, yang pernah diberitakan Siwalima - via Masariku -- mengundang Pangdam Pattimura untuk bicara dengan mahasiswa UKIM. Ini hanya contoh bagaimana pak JR mengalami disorientasi perihal kerusuhan. Pangdam Pattimura itu "plotting" Suaidi Marasabessy. Jadi dia sama saja dengan Max Tamaela, yang mencari bintang di atas mayat orang-orang basudara. Penggantian Max Tamaela terlambat karena Suaidi meminta KASAD atas sepengetahuan Panglima TNI untuk menunggu dia selesai Lemhanas. Karena itu Kolonel Dewa Rai yang dipersiapkan mengganti Pangdam MT harus tergeser. Ketimbang minta Pangdam bicara, lebih baik sekalian undang Suaidi Marasabessy. Kita harus "deal" dengan tauke bukan dengan penjaga toko. Itu kalau pak JR tahu latar-belakang promosi I Made Yasa. Lebih dari itu pak JR tanpa sadar telah menghianati perasaan umat Kristen dengan mempersilahkan Pangdam bicara di kalangan Kristen padahal si Pangdam Yasa ini tidak lagi punya kredibilitas dan moral untuk bicara tentang "melepaskan kepentingan golongan" dsb di rumah Gereja. Bukankah dia yang telah gagal melepaskan kepentingan golongan (minimal kepentingan Suaidi Marasabessy). Lalu, siapa yang dia mau ajari tentang kepentingan golongan. Munafik. Maaf pak JR, this is nothing personal, tapi saya tidak rela kredibiltas bapak dikotori oleh kepentingan yang tidak jelas. Upaya persuasi Bapak mungkin berguna bagi para sahabat Muslim, tetapi tidak berguna bagi banyak sahabat Kristen. Pada gilirannya mahasiswa UKIM yang cerdas dan kritis akan mampu menilai, lakon apa yang sedang terjadi dengan Pangdam sebagai tokoh sentral. Atau, dialog dengan Pangdam itu hanya dialog untuk dialog, bukan dialog untuk penghentian kekerasan. Bukankah ini akan menimbulkan kebingungan mereka terhadap langkah Bapak ? Lalu mengapa Bapak menganggap umat Kristen tidak tahu betul apa yang harus dilakukan sehingga mengadakan acara tersebut. Sudah lama saya ingin mengatakan bahwa mustinya dulu Bapak JR lebih berani meminta Thamrin Elly mundur dari PSR dengan persuasi bapak. Itu perlu ketika dimana-mana dia ditolak oleh kelompok-kelompok Kristen yang dijumpai Bapak, Thos Lailosa dsbnya. Bagaimana orang bisa tetap dipercaya melakonkan skenario rujuk sosial padahal dia tidak mendapatkan kepercayaan dari kelompok-kelompok yang dia ajak untuk rujuk. Menyesal, bapak JR tidak melakukannya. Bahkan menurut cerita dari Ambon, Bapak rela keluar bersama Thamrin Elly ketika dia ditolak dan dipersilahkan keluar dari rumah gereja. Ini bentuk solidaritas partikular. Saya berpendapat bahwa Bapak tidak memihak Kristen atau Muslim atau gagasan rujuk saat itu. Bapak hanya memerankan solidaritas partikular terhadap Thamrin Ely, yang tidak berdampak apa-apa kepada masyarakat luas selain kaburnya kerja PSR. Lewat seorang teman, saya juga membaca pandangan Drs. BT, politisi PDIP di DPRD Maluku yang mempersalahkan gereja lalu mengaburkan atau mendiplomasikan keinginannya untuk membangun konsep mengatasi kerusuhan Maluku dengan menyatakan tidak signifikan jika Laskar Jihad disuruh keluar. Mereka harus dihukum. Kemudian, karena mereka itu kekuatan besar, mereka harus diajak dialog. Ya Tuhan !!. Me ngapa tidak ada gagasan yang jelas dari seorang tokoh PDIP Maluku sekaliber Drs. BT ? Bukankah ada cukup banyak tokoh PDIP yang tetap jernih melihat persoalan kerusuhan ?. Taktik apa yang ingin bapak BT mainkan ? Daripada sukar mengatur GPM, mengapa bapak BT tidak mengurus lembaga perwakilan rakyat saja, yang kabur atau fragmentatif dalam persepsi tentang kerusuhan. Tentang kritik Bapak terhadap GPM, saya kira GPM dan gereja Katolik perlu memelopori sikap jelas terhadap Jihad sebagaimana sikapnya yang sering kita baca dan dengar tentang militer. Kalau GPM bisa bilang militer terlibat mengapa ragu menyatakan Laskar Jihad itu kontributor kerusuhan. Jangan kaburkan perbedaan antara Laskar Jihad dengan doktrin Jihad. Doktrin Jihad yang benar tidak selalu diimplementasikan melalui Laskar Jihad apalagi yang bersekutu dengan militer, sang penindas atau pemegang otoritas hegemoni politik selama lebih dari tiga dekade. Bapak BT pasti tahu, gereja di Jerman pernah melakukan kesalahan, ketika mereka tidak mengambil sikap politik yang tegas terhadap Hitler. Buahnya adalah Nazi merajalela. Akhirnya seorang pendeta sekaliber Bonhoffer harus melakukan perlawanan sendiri terhadap Nazi di bidangnya, hingga jadi martir; tanpa perlu mempersalahkan gereja. Perlawanan Bonhoffer saya pandang sebagai solidaritas universal yang berbasis pada manusia dan kemanusiaan. Dia tidak perlu menunjukan solidaritas partikular. Saya sangat yakin bapak BT tidak sependapat dengan Ketua DPRD Maluku, Bapak ES, SH yang bermimpi kiranya Laskar Jihad juga membantu warga Kristen Maluku. Kalau mau atasi Laskar Jihad harus pukul militer dan kemudian pukul laskar jihad yang menjadi alat militer. Tunjukan itu terus-terang, jangan pakai kalimat bersayap. Atau sekaligus diam dan berdoa saja. Kalau tidak, semuanya akan kabur dan disorientatif. Bapak-bapak politisi ini boleh berpolitik, tapi jangan melakukannya dalam keadaan panik, tanpa pengetahuan dan informasi yang mendalam tentang akar masalah, atau frustrasi lalu menimbulkan kekaburan nalar di kalangan rakyat yang menaruh harapan kepada mereka. Kalau begini kita tidak siap mengatasi kerusuhan Maluku, dan paling banter hanya mampu menunjukan sikap solidaritas partikular ditengah memuncaknya kebutuhan akan konsep yang jelas mengenai solidaritas universal yang berbasis pada manusia dan kemanusiaan di Maluku. Solidaritas partikular ini hanya berujung pada konsolidasi taktis di kalangan umat (Islam atau Kristen), juga berguna hanya untuk menghapus kekuatiran hilangnya para sahabat dekat yang beragama Islam, dan kekuatiran kehilangan peran. Memantau perkembangan politik umumnya, politik militer dan politik Islam, situasi kita amat sangat serius. Karena itu lebih baik berterus-terang. Dalam hidup ini kita lahir cuma sekali dan mati juga sekali saja. Kalau semua pihak yang berkompeten terus bergerak lambat dan kabur dalam mengatasi kerusuhan ini secara tuntas, dan mendesak Kristen Maluku ke arah pojok rumahnya sendiri tempat dia lahir dan dibesarkan - termasuk memaksanya minta maaf atas sesuatu yang tidak ia kerjakan -- maka MATI ADALAH KEHORMATAN. Ini sudah terjadi selama kerusuhan setahun lebih. Para ibu Kristen Ambon yang paling mencintai putera-puterinya dan punya cita-cita masa depan untuk mereka sudah terbiasa menangis hingga air matanya kering ketika putera-puterinya harus pergi, kembali ke Rumah Bapa. Kini tidak ada lagi tersisa air mata untuk menangis. Kalau mereka sangat resah mendengarkan pidato si ular ja'far umar thalib di al-Fatah, itu cuma karena satu hal. Mereka lebih ingin berdamai dengan basudara muslimnya. Mereka mau bergabung bikin pasar murah. Lebih dari itu : Lebih baik kembali ke Rumah Bapa di mana tidak ada ratap tangis dan kertak gigi ketimbang hidup menanggung beban yang semakin berat ini. Pada akhirnya, sebelum orang-orang yang bertanggungjawab atas kerusuhan ini diburu sampai ketemu, pengadilan Bapa di surga akan dengan adil memutuskan siapa yang merancang malapetaka besar ini. Kalau saya tidak sempat berjumpa basudara semua secara langsung, kita akan jumpa sekali kelak di rumah Bapa. Saat ini, cuma ada satu kalimat: "BERDOA, BERTAHAN DAN LAWAN". Syaloooom.
|