|
|
Perkembangan Maluku, Rabu 04 Oktober 2000 1. Razia Penduduk Rampung, Kebijakan Tergantung Penguasa Darurat Sipil Pelaksanaan razia penduduk di Kodya Ambon 22 Agustus hingga 19 September 200 telah rampung dan kebijaksanaan selanjutnya tergantung Penguaas Darurat Sipil Daerah Maluku, dalam menangani orang-orang luar yang masuk ke daerah ini dengan tujuan tidak jelas maupun kemungkinan memprovokasi guna terjadinya kerusuhan. Walikotamadya Ambon, Chris Tanasale, ketika dikonfirmasi Antara di Ambon, mengatakan hasil kerja Tim yang diterjunkan sesuai perintah Penguasa Darurat Sipil itu telah dilaporkan pekan terakhir September lalu. Memang ada orang-orang yang bukan penduduk kodya ambon termasuk para pengungsi. Datanya hingga per RT (rukun Tetangga) telah dihimpun dan laporannya telah disampaikan ke Penguasa Darurat Sipil dimana penanganannya merupakan kewenangan, katanya. Tim yang beranggotakan 20 orang dan terbagi dalam empat kelompok itu, melakukan pendataan pada 50 Desa/Kelurahan di Kodya Ambon hingga daerah-daerah pegunungan. Jadi datanya akurat dan valid karena dirinci hingga tingkat RT. Namun kewenangan selanjutnya ditangani Penguasa Darurat Sipil. Ditanya jumlah penduduk Kodya Ambon ia menjelaskan, dari hasil pendataan ternyata lebih banyak jumlah eksodus dari yang masuk, dikarenakan pertimbangan keamanan dan keselamatan. Yang pasti mereka yang terdata sebagai bukan penduduk Kodya Ambon itu karena tidak memiliki identitas diri resmi dari Pemda setempat, kata Tanasale. Sementara itu, Penguasa Darurat Sipil belum bisa dikonfirmasi karena tengah melakukan rapat dengan para dewan pembantu. Masih ada rapat untuk menetapkan program-program Darurat Sipil tiga bulan ke depan, menyusul evaluasi pemberlakuannya sejak, 27 Juli lalu. 2. Penarikan Brimob dari TVRI untuk Penyegaran Bisik-bisik soal penarikan 36 personil Brimob yang selama ini bertugas melakukan pengamanan di areal perkantoran TVRI Gunung Nona Ambon, ternyata cukup membuat resah bukan saja para karyawan TVRI Ambon, tapi juga masyarakat yang bermukim di sana. Ketika wartawan mengkonfirmasikan hal tersebut kepada Kapolda Maluku di ruang kerjanya kemarin, menjelaskan bahwa penempatan satuan Brimob di TVRI Ambon, adalah atas permohonan pihak TVRI Ambon sendiri kepada Gubernur Maluku selaku Penguasa Darurat Sipil. Setelah itu Penguasa Darurat Sipil minta kepada Kapolda untuk tempatkan personil Brimob disana. Akan tetapi lanjutnya dalam rapat koordinasi yang dilakukan akhir pekan lalu, telah disepakati bahwa untuk bisa memberikan kesegaran kepada anggota Brimob yang bertugas di suatu tempat, maka kesepakatan yang dibuat Gubernur, Pangdam dan Kapolda yakni melakukan redisposisi daripada pasukan yang ada di TVRI untuk ditempatkan kembali di Air Besar. Sementara untuk menggantikan tugas Brimob dalam melakukan pengamanan di Kantor TVRI Ambon akan diserahkan kepada kesatuan lain. Kapolda mengakui, dirinya sendiri belum jelas apakah nantinya Gubernur akan minta Pangdam untuk menempatkan pasukan TNI-AD atau TNI-AL namun yang pasti, telah ada kesepakatan untuk melakukan pergantian penempatan pasukan pengamanan. Saat ditanya tentang adanya kemungkinan terjadi gejolak di masyarakat atas penarikan itu, Kapolda tegaskan lagi bahwa, semakin lama, masyarakat sudah harus disadarkan kalau keberadaan aparat TNI dan Polri tidak boleh dipisahkan per kesatuan. Menurutnya perkembangan perasaan masyarakat juga tidak bisa direkayasa. Tapi, pihaknya tetap akan berupaya menyakinkan masyarakat untuk tidak membedakan antara aparat Kepolisian dan TNI. Sementara itu, mengenai adanya kemungkinan untuk tetap bisa mempertahankan personil Brimob disana, ia katakan akan lihat lagi perkembangannya, kalau memang ada suatu permintaan dari masyarakat untuk bisa tetap tempatkan pasukan Brimob, maka hal itu akan dibicarakan lagi serta dilakukan revisi-revisi. Tapi lanjutnya upaya agar masyarakat tidak membedakan soal penempatan TNI atau Polri akan terus dilakukan. Karena, kalau hal itu tidak dilakukan maka aparat keamanan akan terkotak-kotak. Sementara itu Gubernur Maluku selaku Penguasa Darurat Sipil ketika ditanya tentang hal tersebut, tidak banyak memberikan komentar. Namun, menurutnya soal taktis penempatan pasukan di lapangan, diserahkan kepada Pangdam dan Kapolda. 3. Personil Polri diminta ikuti keputusan tindakan represif * Tiga bulan, Kapolda lakukan pembinaan Intern Kapolda Maluku kemarin mengatakan, untuk waktu tiga bulan ke depan, dirinya akan melakukan pembinaan ke dalam (intern) kepada seluruh personil kepolisian yang berada di wilayah Polda Maluku. Ketika ditanya apakah pembinaan ke dalam tersebut dilakukan, karena adanya pandangan bahwa selama ini ada oknum-oknum kepolisian yang nakal, sejak awal telah diakuinya kalau selama ini memang ada anggota polisi, bahkan mungkin ada juga anggota TNI yang memihak ke Islam ataupun ke Kristen. Menurutnya fakta seperti itu memang tidak bisa dihindari, karenanya dalam melakukan pembinaan kepada mereka, harus dilakukan suatu upaya yang betul-betul signifikan dan bukan hanya sekedar memberitahu kepada mereka agar jangan memihak kepada salah satu kelompok. Pada kesempatan itu, ia mengingatkan kepada seluruh anggota kepolisian yang bertugas di Maluku, untuk menanggapi secara serius keputusan Penguasa Darurat Sipil, bahwa untuk penanganan kerusuhan harus dilakukan dengan tindakan represif, harus ditanggapi secara serius, dimana harus diambil tindakan keras terhadap para penyerang atau pengrusakan terhadap barang dan jiwa orang lain. Yang lebih penting lagi, lanjutnya saat ini masyarakat Islam dan Kristen di Maluku harus meningkatkan kesadaran bahwa letupan-letupan kecil ataupun pemicu-pemicu kecil yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang tidak bertanggungjawab entah itu para penembak gelap ataupun pelempar-pelempar bom dan granat gelap, harus dianggap sebagai kelompok kecil yang ingin memprovokasi orang Islam dan Kristen untuk terus bertikai. Kalau hal tersebut disadari secara penuh oleh masyarakat Islam dan Kristen, maka kelompok kecil itu akan mendapat perlawanan dari seluruh masyarakat Islam dan Kristen yang ada di Maluku, dan ini secara perlahan-lahan akan bisa menghentikan pertikaian. Ditambahkan lagi, kalau hanya akan mengharapkan tindakan tegas aparat keamanan terhadap kelompok penyerang, bisa menimbulkan korban dalam jumlah yang besar serta bisa menimbulkan ketegangan-ketegangan baru. Untuk itu hal yang terbaik adalah adanya kesadaran publik secara bersama-sama dalam menghadapi keinginan kelompok-kelompok yang terus berusaha menimbulkan pertikaian. Untuk bisa menghindari ketegangan-ketegangan tersebut akan lebih baik kalau itu dilawan dengan kesadaran publik untuk menghadapi keinginan kelompok kecil yang menjadi pemicu penyerangan. 4. Miliaran Dana Proyek Kodya Ambon Tidak Terpakai Walikota Ambon mengakui, belasan miliar dana pembangunan Kotamadya Ambon TA 1998/1999 dan 1999/2000 tidak terpakai atau tidak bisa dimanfaatkan akibat pertikaian yang berlarut-larut di kota Ambon. Pengakuan itu disampaikan Tanasale kepada wartawan ketika dirinya dikonfirmasi perihal sejumlah proyek yang belum dilaksanakan. Saya akui sejumlah proyek di kota ambon tidak bisa dilaksanakan sehingga harus diluncurkan lagi pada tahun anggaran mendatang karena kondisi keamanan tidak menunjang pelaksanaan proyek tersebut dan tidak terlaksananya pekerjaan-pekerjaan tersebut sangat disayangkan. Menurut Kepala PU Kodya Ambon, J.L. Leatemia, peluang penyelesaian proyek tersebut agak sulit direalisasi dalam tahun ini, karena tahun anggaran 2000 segera berakhir. Untuk itu pihaknya sudah mengusulkan ke Jakarta agar proyek tersebut diluncurkan kembali pada tahun anggaran 2001 mendatang. Sumber: Suara Maluku, Rabu 04 Oktober 2000 Provided By Masariku Network 2000 - Masariku@egroups.com
|