WAWANCARA dengan Aldrin Situmeang

(Ketua PPI Jerman)

Pemuda kelahiran Jakarta, 17 Juni 1969 ini mempunyai temperamen yang keras. Diantara kawan-kawannya dikenal sebagai aktivis PPI Jerman yang memang telah menghabiskan sebagian besar waktunya demi PPI Jerman. Keaktifannya dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia telah dirintis sejak awal kedatangannya di Negeri Jerman, pada tahun 1988. Meskipun terbilang baru, tapi dengan kemauannya yang keras dan keseriusannya untuk beraktifitas di dalam PPI, maka tidak lama setelah terjun dalam PPI Cabang Berlin, pemuda Aldrin langsung memberanikan diri untuk mencalonkan diri menjadi ketua PPI Cabang Berlin. Niat ini didukung oleh kawan-kawan aktifis lainnya. Tidak berhenti sampai disitu, selanjutnya, tepatnya tahun 1992, menjadi wakil ketua Pengurus Pusat PPI Jerman. Kemudian pada akhir tahun 1995, Aldrin terpilih menjadi ketua Pengurus Pusat PPI Jerman. Ini berarti tanggung jawab yang diembannya menjadi sangat besar, mengingat sifat dari Perhimpunan itu sendiri yang politis non partais dengan fungsinya sebagai sosial kontrol. Untuk lebih banyak mengetahui apa yang sebenarnya menjadi idaman atau cita-cita pemuda yang mengambil jurusan Teknik Mesin Perkapalan di Uni-Kiel, Tim dari Suara DEMOKRASI berkesempatan mewawancarainya.

Apa Motivasi anda menjadi ketua Pengurus Pusat PPI Jerman ?

Membuat supaya PPI tidak tergantung dari pihak perwakilan, PPI harus independen.

Jadi PPI sampai saat ini masih tergantung pada pihak perwakilan ?

Tergantung dari ketuanya, tapi sejak tahun 1989 kelihatan bahwa PPI pusat masih banyak tergantung pada pihak perwakilan. Salah satu hal adalah dalam hal pendanaan. Satu tahun sebelumnya, PPI masih mendapatkan dana bantuan dari BMZ, suatu lembaga dana pemerintah Jerman.

Bagaimana idealnya PPI itu ?

PPI harus mempunyai warna tersendiri.

Apa saja kegiatan PPI selama anda menjabat ketua ?

Sesuai dengan program saya sejak terpilih: seminar dalam rangka HUT PPI Jerman ke 40, 4 Mei 1996 di Hannover, PORPI ( Pekan Olah Raga Pelajar Indonesia ), 9 Agustus 96 di Aachen, serta baru-baru ini adalah seminar Pemilu'97, 13-16 Desember 1996 di Berlin.

Apa tema seminar di Berlin ?

Pemilu Sebagai Pelaksanaan Asas Kedaulatan Rakyat.

Apakah tujuan dari seminar tersebut ?

Yang pertama adalah untuk memberikan pendidikan politik terhadap masyarakat Indonesia, khususnya mahasiswa Indonesia di Jerman. Yang kedua untuk memberikan informasi yang aktual tentang perkembangan proses pemilu'97. Serta yang juga tak kalah pentingnya adalah melihat kenyataan bahwa sampai tahun 92, pemilu Indonesia masih jauh dari asas lubernya, maka masyarakat harus disadarkan dan diberi informasi untuk mengetahui persis arti dan peran pemilu didalam sistem kenegaraan kita saat ini dan kelanjutannya.

Siapa-siapa saja yang diundang sebagai pembicara di dalam acara tersebut ? Apa alasannya ?

Dari Indonesia yaitu ketiga konstentan Pemilu, PDI, PPP dan GOLKAR, serta 2 Lembaga pengawas Pemilu di Indonesia, KIPP Nasional dan PANWASLAK. Sedangkan dari luar negri adalah Komite International pengawas Pemilu dan akademisi.

Alasannya, PPI sebagai organisasi yang bersifat politis non partais dan mempunyai fungsi sosial kontrol, sehingga kami berusaha untuk memberikan informasi yang berasal dari berbagai sumber untuk menentukan sikap kemandirian PPI.

Apakah semua hadir ?

Dari Indonesia a.l : Sekjen PPP, Bapak Tosari Widjaja, Sekjen PDI, Bapak Alex Litaay, seorang pengamat politik Indonesia, Bapak Paulus Widiyanto, anggota Dewan Presedium KIPP Nasional, Beathor Suryadi.

Dari luar negeri hadir Prof. Wessel, akademisi dari Humboldt-Uni untuk jurusan Indonesia, Dr. Christian Wagner, anggota Komisi International pengawas Pemilu dan Pipit Kartawidjaja, ketua KIPP di Eropa.

Dari semua pembicara yang diundang hanya GOLKAR dan PANWASLAK yang tidak mau hadir.

Dapatkah anda jelaskan mengenai ketidakhadiran wakil dari GOLKAR dan PANWASLAK ?

Sampai pada acara tidak ada alasan yang saya terima.

Kabarnya Megawati juga diundang ? Bagaimana selanjutnya ?

Betul. Sayang bahwa Megawati tidak bisa hadir, sebagai wakilnya dikirim Sdr. Alex Litaay, sekjen PDI. Informasi yang kami terima yaitu bahwa Megawati melakukan perjalanan ke Menado yang sudah lama dijadwalkan.

Kenapa PPI tidak mengundang Soerjadi ?

Buat apa. Lihat statement PPI, 28 Juli 1996. Jelas bahwa kami melihat persoalan PDI tidak semudah itu. Kami berhak untuk mengambil sikap kritis terhadap apa yang dikatakan oleh pemerintah. Buat kami, secara organisatoris Megawati tetap ketua PDI yang syah. Apalagi dalam kehidupan partai disuatu negara, tidak pernah seorang ketua partai perlu mendapat persetujuan dari siapapun yang menjadi anggota atau pimpinan ataupun ketua dewan pembina partai yang lain.

Di Jerman, ketua partai SPD tidak pernah mendapat persetujuan dari ketua CDU.

PPI adalah organisasi yang politis non partais, atau dengan kata lain netral. Kenapa anda tidak mengundang pihak KBRI sebagai pembicara ?

Pernah ada usaha dari KJRI Berlin untuk bisa ikut serta ambil bagian sebagai pembicara, tetapi saya sendiri tidak pernah mendapat keterangan secara tertulis. Bahkan dari pihak KBRI Bonn, sejak awalnya justru tidak setuju dengan acara ini.

Bagaimana sikap anda melihat melihat kelakuan perwakilan yang seperti itu ?

Sangat menyedihkan.

Siapa yang hadir dalam seminar tersebut ? Bagaimana menurut anda ?

Seminar sangat bersifat terbuka, siapa saja boleh hadir. Ini juga untuk menunjukan bahwa kami menginginkan hal yang sama supaya juga dilakukan oleh pihak pemerintah.

Bagaimana menurut anda tentang tindakan perwakilan terhadap PPI atau organisasi lainnya ?

Menurut pengalaman saya di PPI, ada oknum-oknum di perwakilan yang gampang menuduh kegiatan organisasi tanpa melihat fakta-fakta yang ada.

contoh : Saya mendengar adanya tuduhan separatis yang dikenakan terhadap beberapa anggota API Indonesia. Hal ini sangat bertolak belakang dengan apa yang saya lihat dalam kegiatan-kegiatan mereka.

Dilain itu, pihak perwakilan tidak mampu menerangkan apa arti separatis, sehingga saya dapat kesan bahwa negara kita diwakili orang-orang yang kurang kompeten, khususnya di Berlin. Lebih jelasnya mereka tidak membina mahasiswa di sini, tetapi memata-matai kegiatan mahasiswa di Luar Negeri. Pembinaan tidak dapat didasari pada sikap sikap curiga, seperti tindakan memata-matai ataupun tindakan yang lain. Pembinaan semestinya didasari pada dialog yang seimbang.

S E K I A N


Kembali ke Daftar Isi