Seorang turis asing berkeliling Jakarta. Diantar seorang guide dia melihat-lihat gedung parlemen. Komentarnya: "Wah, negeri anda memang menunjukkan kemajuan yang luar biasa. Lihat para wakil rakyat yang berkantor di gedung ini, penampilan mereka modern, rapi dan elita." "Tentu saja..". Komentar si guide, "Mereka dibayar untuk dilihat, bukan untuk didengar". |
Keluar dari ruang sidang DPR, seorang wartawan asing bertanya pada rekannya dari Indonesia. "Are they, the parliamentary members, come from the same background ?" "Of course not. They are vary fom lawyer to businessman, economics as well as engineering. But why do you ask such a question ?" "Well, it seems to me they all apply similar agree -culture methods". |
Rombongan karya wisata SMA bertatap muka dengan beberapa anggota DPR. "Pak, apa yang harus kami persiapkan agar kelak dapat menjai anggota DPR seperti bapak bapak ?" "Ikutlah kelompok paduan suara !!" Jawab mereka serempak. |
Tiga orang putra daerah sedang discreening jadi anggota DPR. Mereka berasal dari tiga daerah yang berlainan. Bergiliran mereka masuk dan diminta menjawab pertanyaan sederhana, berapa 1 + 1 ? Calon 1 :"Lho ndak tentu lho pak. Kalau anak SD yang ditanya jawabnya 2, kalau rakyat yang ditanya ya ndak berani njawab soalnya takut kalau salah bisa ditangkap, kalau orang pemerintah yang ditanya jawabnya sesuai UU yang berdasar pada Pancasila dan UUD'45. Hasil evaluasi : Ditolak. Public policy butuh kepastian. Calon 2 :"Bah !! Pertanyaan apa pula ini. Aku kesini untuk kerja di parlemen, bukan untuk menjawab pertanyaan tolol macam begitu. Hasil evaluasi : Ditolak. Protes dan kritik tidak punya tempat di parlemen. Calon 3 :"Nggih pak. ( kalem ). Petugas:"Lho gimana, ditanya kok malah nggih-nggih saja !!! Calon 3 :"Ya pak. (tetap kalem saja ). Hasil evaluasi : Diterima. Anggota DPR dipilih untuk mengganguk bukan untuk berpikir. |
(Sumber : Joke joke di internet ).