Pada tanggal 28 Oktober 1928, para pemuda dari berbagai daerah Indonesia mengadakan konggres pemuda di Jakarta dan berhasil membuahkan " Sumpah Pemuda ". Motor penggerak gerakan pemuda saat itu antara lain adalah organisasi pemuda PPPKI (Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia). PPPKI terdiri dari: Budi Utomo, Sarekat Islam, Sumatra Bond, Surabaya Studieclub, Kaum Betawi, Jong Pasundan dan PNI (Perserikatan Nasional Indonesia). "Indonesia, satu bahasa, satu tanah air" merupakan slogan pada konggres pemuda yang juga dihadiri oleh Jong Batak, Ambonese Bond, Minahasa Bond, Jong Java, Madura Bond dan beberapa kelompok pemuda Kristen dan Katolik. Komunitas-komunitas Tionghoa dan Arab pada saat itu sangat mendukung gerakan menuju Indonesia yang multi rasial (lihat: M.C Riklefs, A History Of Modern Indonesia, London: 1981). Bendera merah putih dan lagu Indonesia Raya diresmikan sebagai bendera dan lagu kebangsaan. Peristiwa ini merupakan langkah politik yang penting bagi pembentukan konsep nasionalisme Indonesia yang mengantar bangsa Indonesia ke Proklamasi 17 Agustus 1945. Sejak peristiwa itu, semua publikasi politik melawan pemerintahan kolonial Belanda yang dikeluarkan oleh gerakan pemuda ditulis dalam bahasa Indonesia. Majalah pertama dengan nama dan bahasa Indonesia adalah majalah" Indonesia Merdeka " yang diterbitkan oleh Perhimpunan Indonesia" pada bulan Maret 1924.
Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir yang sedang studi di negeri Belanda, pada tahun 1922 mendirikan Indonesische Vereeneging yang beranggotakan mahasiswa Indonesia di Belanda dan pada tahun 1925 merubah nama tersebut menjadi Perhimpunan Indonesia. Dengan demikian Perhimpunan Indonesia (PI) adalah organisasi pemuda Indonesia pertama yang memakai nama Indonesia dan menerbitkan majalah pertama dengan nama Indonesia. Perlu dicatat disini, bahwa para mahasiswa aktivis PI yaitu M.Hatta, Sutan Syahrir (Partai Sosialis Indonesia), Ali Sastroamidjojo (PNI) dan Sukiman Wirosandjojo (Masyumi), setelah Indonesia merdeka, menjabat Perdana Mentri Indonesia: aktivis PNI lainnya adalah Tan Ling Djie (pengurus Partai Sosialis Indonesia dan anggota KNIP/ palemen sementara setelah proklamasi) dan dr. Sutomo yang mendirikan Budi Utomo, PBI (Persatuan Bangsa Indonesia) dan Parindra (Partai Indonesia Raya).
Cita-cita untuk mendirikan negara Indonesia ternyata sudah lama tertanam dalam benak para pemuda dan mahasiswa Indonesia. Para mahasiswa Indonesia yang tengah belajar di luar negeri sekalipun mereka hidup di negeri orang dan sibuk dengan studi mereka, ternyata tidak lupa dengan pengabdian mereka terhadap bangsa Indonesia yang telah lama tertindas. Mahasiswa lainnya yang belajar di Indonesia juga meluangkan waktu mereka untuk giat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui organisasi mereka masing-masing.
Tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia mempunyai latar belakang yang berbeda-beda. Selain M. Hatta dan S. Sjahrir, tokoh penting lainnya yang sangat berpengaruh dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia adalah Ir. Sukarno yang mendirikan Algemeene Studieclub awal tahun 1926 dan kemudian PNI pada tanggal 4 Juli 1927. Bulan Desember 1927 Sukarno menerbitkan koran "Suluh Indonesia Muda". Tanggal 17 Desember 1927 atas inisiatif Sukarno didirikanlah PPPKI yang memungkinkan diadakannya Kongres Pemuda Indonesia 27-28 Oktober 1928. Karena aktivitas politiknya, Sukarno ditangkap pemerintah Belanda tahun 1929 dan harus mengikuti proses pengadilan; pledoi pembelaannya yang sangat terkenal berjudul "Indonesia Menggugat!" (ketika itu Sukarno baru berumur 28 tahun). Peranan Islam dalam pergerakan menuju Indonesia merdeka sangat besar. Tokoh-tokoh Islam pada masa itu antara lain: Haji Agus Salim, HOS Tjokroaminoto yang pada tahun 1912 mendirikan Muhammadiyah di Jogyakarta. Tokoh dari kalangan Katholik Indonesia pada masa itu adalah anggota Volksraad (parlemen di Indonesia yang mayoritas anggotanya adalah orang Belanda) I.J. Kasimo (pendiri Partai Katolik) yang bersama Sutardjo terkenal dengan petisi Sutardjo-Kasimo (menuntut autonomi pemerintahan Indonesia).
Tidak satupun dari tokoh pergerakan Indonesia pada masa itu yang anti terhadap keputusan kongres mengenai Sumpah Pemuda. Sekalipun mayoritas peserta kongres adalah orang Jawa dan beragama Islam, tetapi bahasa yang ditetapkan bukanlah bahasa Jawa dan tidak ada yang menuntut Islamisasi Indonesia. Kalau dilihat dari organisasi-organisasi pemuda yang hadir ketika kongres pemuda berlangsung, ciri pluralisme mereka sangat jelas. Mereka datang dari daerah yang berbeda, kultur dan dari bentuk penindasan yang berbeda-beda, agama yang dianutpun berbeda-beda. Perbedaan-perbedaan lahiriah mereka tidak menghindari mereka untuk bersama-sama menyatukan kata dan tindakan serta meletakkan dasar untuk merebut kemerdekaan dan menentang ke-tidak-adilan yang mereka alami selama masa penjajahan. Keinginan untuk menemukan suatu sistim yang memungkinkan kehidupan bersama secara damai di dalam ketidak samaan, telah dirintis dan dipraktekkan oleh para pemuda Indonesia pada awal abad ini. Faktor ini merupakan suatu benih demokrasi yang sangat penting dalam pembentukan Negara Indonesia.
Semangat kongres pemuda 28 Oktober 1928 di perkuat lagi oleh kongres Rakyat Indonesia di Jakarta yang diadakan oleh GAPI pada bulan Desember 1939 dan dihadiri oleh tidak kurang dari 90 organisasi dari berbagai kalangan/daerah. Hasil Kongres yang penting antara lain : penggalakan persatuan nasional, diresmikannya bahasa Indonesia sebagtai bahasa nasional, lagu Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan dan bendera nasional merah putih. GAPI adalah Gabungan Politik Indonesia yang didirikan pada bulan Mei 1939 oleh Mohammad Husni Thamrin, Abikusno dan Amir Syarifudin. Tuntutan Gapi pada pemerintahan Belanda antara lain adalah: kemerdekaan Indonesia dan dibentuknya parlemen yang mewakili rakyat Indonesia. Hal ini juga merupakan fakta bahwa Indonesia merdeka adalah Indonesia yang demokratis dimana rakyat melalui parlemen membatasi kekuasaan pemerintah sehingga rakyatlah yang merdeka (bebas dari kemiskinan dan terjaminnya hak azasi) bukan pemerintah yang malah menindas rakyat dengan alasan kepentingan negara!
Keinginan untuk menemukan suatu sistim yang memungkinkan kehidupan bersama secara damai di dalam ketidak samaan, telah dirintis dan dipraktekkan oleh para pemuda Indonesia pada awal abad ini. Faktor ini merupakan suatu benih demokrasi yang sangat penting dalam pembentukan Negara Indonesia. Pada hakekatnya cita cita dan usaha usaha pengejawantahan demokrasi secara konsisten diperlihatkan oleh para pejuang kemerdekaan kita. Hanya dengan sistim yang demokratis hak hak azasi manusia dapat dijamin.
Keputusan kongres pemuda mengenai Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 tidak terbatas pada golongan, ras atau agama tertentu bahkan mengakui adanya perbedaan nasionalismenya Jerman atau Jepang menjelang PD II yang mengidentifikasikan ras dan negara. Konsep nasionalisme Indonesia lahir karena adanya pluralisme dan kesamaan tujuan kemerdekaan. Dalam belenggu penjajahan, bangsa Indonesia yang beraneka ragam berhasil merumuskan kesamaan pandangan ke depan menuju Indonesia membentuk. Setelah proklamasi, komitmen tersebut dibuktikan dengan dibentuknya parlemen sementara KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) pada tanggal 16 Oktober 1945 (Maklumat X) yang bertugas untuk membatasi dan mengontrol peranan pemerintah. Pada saat itu Syahrir menjabat sebagai Perdana Menteri dan Amir Syarifudin (seorang sipil dari PSI) menjabat sebagai menteri Pertahanan yang membawahi militer (hal ini direstui oleh panglima besar Jendral Sudirman!). Wakil-wakil dari berbagai golongan terwakili dalam KNIP; wakil golongan minoritas Tionghoa adalah Tan Ling Djie dan dari golongan Arab adalah Hamid Algadrie. Pada tanggal 2 November 1945 diputuskan dibentuknya partai partai politik dan pemilu yang bebas dijadwalkan pada tahun 1947. Berhubung dengan agresi tentara Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia dan kekacauan serta kerusakan kerusakan yang ditimbulkannya, maka pemilu baru diadakan pada bulan Desember 1955. Selain partai partai besar (PNI, Masyumi, NU dan PKI) partai partai golongan minoritas juga ikut dalam pemilu tersebut., contohnya Baperki (Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia) yang didirikan ole Siaw Giok Tjan; tokoh tokoh Baperki yang terpilih menjadi anggota DPR pada waktu itu selain Siaw Giok Tjan adalah Oei Tjoe Tat, Yap Thian Hien dan Ko Kwat Oen. Sekali lagi bangsa Indonesia yang bercirikan pluralisme pernah menggalang persatuan untuk merebut kemerdekaan dan membangun negara demokrasi yang memungkinkan berbagai kelompok ethnis hidup bersama secara damai.
Sekian.