ABRI DALAM ERA PASCA - SUHARTO !
( Harold Crouch )
Menurut konsep Dwifungsi, ABRI wajib berperan bukan saja sebagai kekuatan militer tetapi juga sebagai kekuatan sospol. Meskipun demikian doktrin itu tidak menetapkan intensitas peranan ABRI dalam bidang sospol. Dalam keadaan tertentu ABRI harus ikut Ing Ngarso Sung Tulodo, dalam keadaan lain ABRI akan berpedoman pada Ing Madya Mangun Karsa, dan dalam keadaan yang paling aman ABRI hanya menjalankan prinsip Tut Wuri Handayani.
Dikatakan bahwa jaman sekarang adalah jaman Tut Wuri Handayani. Peran ABRI tidak terlalu menonjol ketimbang periode awal Orde Baru pada tahun 60-an dan 70-an. Kemudian pada tahunh 80-an lebih banyak orang sipil muncul sebagai menteri, birokrat, gubernur, duta besar dan presdir perusahaan negara. Dan tahun 90-an seorang sipil ditunjuk untuk memimpin Golkar.
Proses pensipilan ( civilianisation ) itu dapat dikaitkan dengan beberapa faktor. Pertama, pada awal tahun 80-an terjadi pergantian generasi dalam ABRI dimana perwira-perwira angkatan 45 digantikan sebagai pimpinan ABRI oleh perwira profesional yang dididik di akademi militer. Perwira-perwira profesional itu kelihatan lebih rela menyerahkan sebagian tugas-tugas pemerintahan kepada orang-orang sipil.
Kedua, proses pembangunan ekonomi pada jaman Orde Baru menghasilkan kelas menengah baru yang terdiri dari pada orang sipil yang berpendidikan tinggi. Orang sipil ini sering kali lebih mampu dari pada perwira ABRI untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam sebuah ekonomi dan masyarakat yang semakin kompleks. Pada jaman teknologi tinggi dan globalisasi ini, pendidikan dan pengalaman ketentaraan belum tentu memadai bagi seseorang pejabat tinggi.
Tetapi faktor ketiga yang sangat menentukan adalah Pak Harto sendiri. Tanpa persetujuan Pak Harto, proses itu sudah tentu tidak dapat berjalan.
Bagaimanakah kedudukan ABRI dalam jaman pasca-Suharto nanti ? Apakah peran ABRI akan munciut lagi ? Ataukah sebaliknya intensitas pelaksanaan Dwifungsi mungkin ditingkatkan ? Sudah tentu kita tidak dapat memberi jawaban yang pasti terhadap pertanyaan ini.
Dibandingkan dengan angkatan bersenjata dikebanyakan negara, ABRI, khususnya angkatan darat, mempunyai struktur yang luar biasa, bahkan unik. Di negara lain kekuatan-kekuatan tentara terkonsentrasi di tempat-tempat tertentu, tetapi di Indonesia pasukan-pasukan angkatan darat tersebar dalam kesatuan-kesatuan yang agak kecil di seluruh negara. Dengan demikian ada pasukan militer pada tingkat KODAM, KOREM, KODIM, KORAMIL sampai ke Babinsa di desa. Pasukan teritorial ini bertugas dalam bidang pembinaan wilayah.
Mengapa AD mempunyai struktur ini ?
Tugas pertama angkatan bersenjata adalah untuk mempertahankan negara dari ancaman luar. Ketika Indonesia baru merdeka, kemampuan TNI sangat terbatas untuk menghadapi musuh yang besar dan bersenjata modern. Jadi, sekiranya Indonesia diserang, tugas TNI bukan untuk mencegah pendaratan tentara musuh di perbatasan tetapi untuk memobilisasikan seluruh rakyat untuk menghadapi musuh itu supaya musuh tidak dapat tahan lama di Indonesia. Walaupun kekuatan militer Indonesia jauh lebih besar sekarang namun strategi lama itu masih berlaku. Strategi itu berdasarkan pada pengalaman revolusi melawan tentara Belanda. Struktur teritorial itu sangat sesuai bagi tugas tersebut.
Tugas ABRI yang kedua adalah untuk menjaga kesatu-paduan negara. Dengan demikian kesatuan-kesatuan ABRI tersebar diseluruh Indonesia. Kesatuan-kesatuan itu diberi tugas untuk mencegah munculnya gerakan-gerakan yang bertujuan untuk merongrong dan memecahkan kepaduan negara. Strategi ini berdasarkan pada pengalaman Indonesia pada tahun 50-an ketika pemberontakan terjadi di banyak daerah. Sekali lagi struktur teritorial memang sesuai untuk menghadapi ancaman itu.
Tugas ABRI yang ketiga adalah untuk melaksanakan fungsinya sebagai kekuatan sospol. Struktur teritorial itu menjadi landasan kekuatan ABRI dalam bidang politik. Melalui struktur teritorialnya ABRI dapat mendukung perannya dalam pemerintah dan menghalangi berkembangnya kekuatan-kekuatan politik lain yang dapat bersaing dengan ABRI. Pasukan pembinaan wilayah itu diberi tugas untuk memantau semua kegiatan partai politik, LSM, Organisasi Buruh dan Petani,kesatuan Mahasiswa dan tokoh-tokoh Agama yang mungkin menjurus kearah oposisi politik. Dan sekiranya kegiatan itu dinilai berbahaya, ABRI mempunyai kemampuan untuk mengatasi bahaya tersebut.
Kemampuan ABRI untuk mengatasi kegiatan yang dianggap berbahaya ditunjukkan baru-baru ini ketika menghadapi masalah PDI. Para pemimpin ABRI sudah sampai kepada kesimpulan bahwa, PDI dibawah pimpinan Megawati Sukarnoputri merupakan ancaman terhadap stabilitas negara. Jadi ABRI diberi tugas menjamin supaya kongres PDI akan memilih seorang pemimpin baru.
Caranya adalah melalui struktur teritorialnya. Para komandan ditingkat KOREM dan KODIM diberi tugas untuk meyakinkan pemimpin-pemimpin PDI setempat supaya mendukung seorang calon pemipin PDI baru yang di restui oleh pemerintah. Para komandan setempat itu sangat berhasil dalam menjalankan tugas itu. Ternyata hanya para pendukung Soeryadi yang bisa pergi ke kongres di Medan, sedangkan para pendukung Megawati gagal menghadiri kongres itu. Hasilnya kongres dapat berjalan dengan mulus sekali dan calon yang disukai pemerintah terpilih dengan suara bulat. Contoh ini menunjukkan betapa effektifnya struktur teritorial angkatan darat dalam mempengaruhi perkembangan politik.
Pendongkelan terhadap Megawati mencetuskan demonstrasi-demonstrasi besar dibanyak daerah, sehingga pemerintah harus minta, supaya ABRI turun lagi untuk mengeluarkan para pendukung Megawati dan unsur-unsur pro-Demokrasi lain dari markas besar PDI di Jalan Diponegoro. Tindakan itu disusul oleh kerusuhan besar di Jakarta yang memerlukan tindakan penertiban lagi oleh ABRI.
Pada waktu sekarang, semua pemimpin ABRI dipilih oleh Pak Harto sendiri dan mereka bersedia untuk menjalankan semua perintah beliau. Pemimpin ABRI sekarang begitu loyal kepada Pak Harto sehingga ada peminat politik Indonesia yang berpendapat bahwa, ABRI tidak lagi merupakan kekuatan sospol yang independen tetapi, hanya bertindak dalam bidang politik kalau, disuruh oleh Presiden. Selagi Pak Harto masih berkuasa, agak sukar untuk membayangkan bahwa tentara akan bertindak sendiri tanpa persetujuan beliau.
Bagaimana nanti kalau, Pak Harto bukan Presiden lagi ? Apakah ABRI akan tetap menjalankan politik Tut Wuri Handayani ? Sebaliknya tidak mustahil, sementara perwira ABRI akan mau memainkan peran yang lebih aktif dalam pemerintah seperti dahulu ? Tindakan ABRI baru-baru ini dalam kasus PDI menunjukkan dengan jelas bahwa, angkatan darat mempunyai aparatur yang sangat effektif untuk terus mempengaruhi percaturan politik pada hari depan.
Masih terlalu pagi untuk menarik kesimpulan bahwa, para pemimpin ABRI nanti akan meningkatkan perannya dalam pemerintah pasca-Suharto. Tetapi sudah jelas bahwa, mereka mempunyai sebuah alat yang cukup mampu - yaitu pasukan pembinaan wilayah - yang dapat digunakan baik untuk memajukan kepentingan politiknya maupun menghalangi lawan politiknya. Tak kira seorang militer atau sipil menjadi Presiden sesudah Suharto tetapi sudah pasti ABRI tetap akan merupakan kekuatan politik yang sangat berpengaruh.