Era Walubi

Masa selanjutnya adalah masa Walubi yang dibentuk pada tahun 1978. Walubi dalam rapat anggotannya tanggal 21 desember 1978 mendukung pernyataan MABI yang menyatakan bahwa seluruh aliran dan sekte-sekte agama Buddha berkeyakinan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa. Walaupun demikian MUABI dan Sangha Agung Indonesia masih berada di luar Walubi.

Disamping itu atas jasa baik seorang pejabat tinggi pemerintah, pada bulan Januari itu juga diadakan pertemuan para pemuka agama dan organisasi Buddhis. Dalam pertemuan itu dibahas apa yang menjadi persoalan diantara umat Buddha dan disepakati akan mengadakan lokakarya sebelum bulan Pebruari 1979. Dalam pertemuan itu Niciren Syosyu Indonesia (NSI) tidak diikut-sertakan karena salah seorang pemuka umat Buddha dari MUABI tidak memandang NSI sebagai bagian dari rumpun umat Buddha. NSI yang mengakui sebagai agama Buddha yang sama dengan Majelis-majelis lainnya dan menyetujui kesepakatan yang telah dihasilkan dalam pertemuan tersebut diatas diikut sertakan dalam lokakarya yang diselenggarakan bulan Februari 1978.

Lokakarya yang dilaksanakan pada tanggal 20 Februari 1978 di Jakarta menghasilkan dokumen "Lokakarya Pemantapan Ajaran Agama Buddha dalam kepribadian Nasional Indonesia". Hasil lokakarya ini merupakan dasar untuk mengadakan Kongres Umat Buddha Indonesia.

Setelah diadakan prakongres, Kongres Umat Buddha Indoensia diselenggarakan pada tanggal 8 Mei 1979 di Yogyakarta. Hasil kongres itu antara lain Kode Etik, Kriteria agama Buddha, Ikrar Umat Buddha Indoensia dan pengukuhan Hasil Keputusan Lokakarya Pemantapan Ajaran Agama Buddha Dengan Kepribadian Nasional Indonesia.

Ikrar Umat Buddha yang isinya antara lain akan melaksanakan dengan sepenuh hati dan sebaik- baiknya semua Ketetapan dan Keputusan Kongres Umat Buddha Indonesia, dinyatakan dalam forum terbuka dihadapan Menteri Agama Alamsyah Ratu Perwiranegara dalam Upacara Waisak Nasional pada tanggal 10 Mei 1979 di Candi Mendut dan ditandatangani oleh semua Sangha dan Majelis Agama Buddha, termasuk NSI yang pada waktu itu mengakui sebagai agama Buddha yang sama dengan Majelis-majelis lainnya.

Hasil Kongres Umat Buddha tersebut merupakan dasar dan besar artinya untuk mewujudkan kerukunan, persatuan dan kesatuan umat Buddha di Indonesia. Oleh sebab itu, dikukuhkan dalam Kongres I Walubi pada tahun 1986 di Jakarta.

Dengan adanya hasil Kongres yang merupakan dasar kerukunan, persatuan dan kesatuan umat Buddha bukanlah berarti kerukunan itu akan segera tercipta. Tidaklah mudah untuk melaksanakan program Walubi pada tahun-tahun pertama terbentuknya.

Pada tahun 1981 dengan dalih Anggaran Dasar Walubi tidak sah diadakan Kongres Luar Biasa Walubi untuk membuat Anggaran Dasar baru. hasil Kongres Luar Biasa tersebut ternyata adalah penggantian DPP Walubi. Ketua umum yang baru adalah Soemantri Mohammad Saleh dan Sekjen Seno Sunoto dari NSI.

Penggantian pimpinan Walubi tidaklah membawa peningkatan pada kerukunan intern Umat Buddha dan terlaksananya program Walubi, tetapi sebaliknya Sambutan Hari Raya Waisak dari Seno Sutono selaku Sekjen Walubi yang dimuat dalam surat kabar 'Sinar Harapan' pada tahun 1983 adalah bertentangan dengan kode etik dan hasil lokakarya pemantapan ajaran agama Buddha. Dalam sambutannya itu Seno Sutono mengubah Hari Raya Waisak sebagai hari balas Budi bagi umat Buddha yang didasarkan pada filsafat dan pandangan hidup orang Jepang.

Protes-protes dalam surat kabar dapat dihentikan agar tidak menimbulkan keresahan dan mengganggu kerukunan lebih lanjut dikalangan umat Buddha. Masalah tersebut akan diselesaikan oleh DP Walubi Pusat. Akan tetapi masalah tersebut tidak pernah diselesaikan.

Kemudian pada awal tahun 1985 timbul kembali kepermukaan keresahan dikalangan umat Buddha di Jawa Tengah, terutama di Wonogiri tentang adanya Buddha lain disamping Buddha Gautama. Dalam konsultasi pejabat Direktorat Jendral Bimas Hindu-Buddha dengan pemuka agama Buddha, Seno mengakui bahwa NIciren Daisyonim adalah seorang Buddha.

Permasalahan tentang adanya dua Buddha yang bertentangan dengan kriteria agama Buddha, kode etik dan hasil lokakarya pemantapan ajaran agama Buddha dan merusak kerukunan intern umat Buddha, tidak diselesaikan oleh DPP Walubi sampai pada Kongres I Walubi tahun 1986. Kongres I Walubi diselenggarakan tanggal 8 - 11 Juli 1986 mengukuhkan hasil-hasil kongres umat Buddha Indonesia tentang kode etik, kriteria agama Buddha di Indonesia, agama Buddha dengan kepribadian nasional Indonesia, ikrar umat Buddha Indonesia. Dalam kongres I Walubi itu terpilih sebagai ketua umum adalah Bhikkhu Girirakkhita Maha Thera dan wakilnya adalah Drs. Aggi Tjetje.

Berdasarkan fatwa Widyeka Sabha Walubi dan secara historis, faktual dan keimanan, Buddha masa kini adalah tetap Buddha Gautama. Hal ini berakibat tidak diakuinya Niciren Syosyu Indoensia sebagai bagian dari rumpun agama Buddha, Oleh karena itu NSI dikeluarkan dari Walubi pada tanggal 10 Juli 1987.